Pengantar Ilmu Pendidikan

Bab I

Pendahuluan

  • Latar Belakang

Pelaksanaan Pendidikan Agama Hindu sampai sekarang masih merupakan subsistem dari sistem pendidikan nasional. Artinya pendidikan agama Hindu yang berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan umum negeri dan swasta sepenuhnya mengikuti ketentuan yang ada dalam sistem pendidikan nasional. Pendidikan agama Hindu hanya diberikan dua jam per minggu. Kurikulum yang digunakan pun mengikuti kurikulum nasional. Begitu juga pengelolaannya, proses pembelajaran dan sebagainya.

  • Rumusan Masalah
  • Pendidikan Agama Hindu
  • Sistem Pendidikan Agama Hindu
    • Tujuan

Agar kita bisa mengetahui bagaimana Sistem Pendidikan Agama Hindu dan bagaimana perkermbangan Sistem Pendidikan Agama Hindu di zaman sekarang ini.

Bab II

Pembahasan

Pendidikan Agama Hindu sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional harus memiliki kontribusi dalam rangka mengentaskan dekadensi moral dan efek negative lainnya yang memang merupakan ranah garapan dari bidang ini sejajar dengan pendidikan agama lainnya di Indonesia, pendidikan moral dan pendidikan seni, sosial dan budaya. Dalam upaya itu peningkatan prestasi belajar siswa dalam agama hindu tidak hanya terfokus pada prestasi pada apek kognitif saja tetapi adanya keseimbangan dengan prestasi belajar pada aspek psikomotor dan aspek afektif. Strategi pembelajaran dalam pendidikan agama hindu harus diselenggarakan tidak hanya menggunakan strategi expository tetapi juga memanfaatkan strategi Inquiry yang pada akhirnya akan mempengaruhi penggunaan variasi metode belajar, media dan sumber belajar.

Strategi Expository mendorong penggunaan metode ceramah, demonstrasi, tanya jawab. Dalam hal ini lebih dominan terjadinya komunikasi searah dari guru/dosen kepada peserta didik, dimana pendidik mengexpos informasi, pengetahuan dan lainnya. Sedangkan dalam strategi Inquiry akan mendorong penggunaan metode diskusi, menemukan sendiri (discovery learning), studi tour, brainstorming, investigasi. Disamping itu strategi ini sangat mendorong pemanfaatan sumber belajar baik itu yang sengaja didisain(by design) untuk pembelajaran maupun yang tidak sengaja namun dapat dimanfaatkan (by ultilization) seperti sumber belajar berupa museum, laboratorium, internet, perpustakaan.

Kakanwil Agama Propinsi Bali Drs. I Gusti Made Ngurah dalam Semiloka Nasional ”Reformulasi Sistem Pendidikan Hindu pada Masyarakat Majemuk Indonesia” di Unhi, Tembau Denpasar, Sabtu dan Minggu (8-9/9) lalu mengatakan, sampai sekarang belum ada model Pendidikan Agama Hindu sebagai sistem tersendiri berdasarkan konsep dalam ajaran Hindu terutama untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. Oleh karena itu ke depan sistem pendidikan yang sesuai dengan ajaran agama Hindu perlu dibangun.

Sependapat dengan Ngurah, Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Drs. Wayan Suarjaya, M.Si. mengatakan, pendidikan Hindu ke depan mesti diarahkan pada sistem multidimensi melalui ajaran filsafat (tatwa), etika (susila) dan ritual (upacara).

Mantan Ketua STAHN Denpasar itu mengatakan, pada zaman dulu, sistem pendidikan Agama Hindu lebih banyak orientasinya pada upanisad. Artinya, siapa yang memerlukan pendidikan dan pencerahan agama, merekalah yang mendatangkan guru spiritualnya. Nah, ketika zamannya Parisada, upanisad dikembangkan menjadi sistem dharma wacana pendidikan itu sudah diwacanakan baik di Pura-pura maupun dalam kegiatan lainnya. ”Tetapi dalam era ke depan, sistem pendidikan Hindu perlu ditingkatkan menuju sistem multidimensi. Dengan demikian SDM umat Hindu mampu menjawab tantangan masa depan dengan landasan moral dan etika,” katanya.

Namun, koordinator Kopertis Wilayah VIII Komang Gde Bendesa berharap sistem pendidikan Agama Hindu ke depan tidak jauh berbeda dengan sistem pendidikan nasional yang di dalamnya harus menghargai kemajemukan, iman dan takwa, etika dan moral dalam pendidikan, serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Dikatakan, sistem pendidikan Hindu ke depan harus mampu mengantisipasi perubahan yang mengacu pada paradigma baru di mana kualitas menjadi ujung tombak.

Mendiknas Prof. Dr. Awaludin Jamin, MPA mengatakan hal yang sama. Dalam satu dekade ke depan banyak perubahan dapat terjadi. Sistem pendidikan pun termasuk sistem pendidikan Hindu sepatutnya dapat mengantisipasi perubahan maupun kencenderungan tersebut.

”Dasar hukum itu memberi petunjuk bahwa penyelenggaraan pendidikan agama Hindu meliputi berbagai aspek ilmu pengetahuan. Tentang doa pujian didapat dari Reg Weda, lagu-lagu dapat digali dari Sama Weda, aturan beryadnya dapat digali dari isi Yayur Weda dan tentang rahasia ketuhanan harus dikembangkan dari Atharwa Weda,” katanya. Ngurah menambahkan, dalam sistem pendidikan agama Hindu, ilmu pengetahuan itu sangat dimuliakan dan semua orang berharap dapat memiliki. Bahkan ilmu pengetahuan itu dipuja lewat simbol Dewi Saraswati dengan segala atributnya.

Sementara pemakalah lainnya Dr. Made Titib mengatakan, Pendidikan Hindu menurut Weda dapat diterapkan di Indonesia. Sebab, pada dasarnya pendidikan Weda mengembangkan moralitas, kejujuran, kasih sayang, penghargaan kepada sesama. ”Ini masih sangat relevan diterapkan dewasa ini di Indonesia. Jika dikaitkan dengan masyarakat majemuk, mestinya pendidikan itu dapat menanamkan militansi kehidupan beragama untuk matindih kepada dharma.”

Di samping itu sistem pendidikan gurukula atau ashram mungkin diterapkan di Indonesia walaupun tidak sepenuhnya, misalnya melalui sekolah Minggu, pesraman kilat dan sebagainya. Yang terpenting dari itu semua adalah, penanaman disiplin melalui contoh-contoh yang diberikan oleh seorang guru, khususnya guru agama. Hubungan yang dekat antara guru dan siswa memungkinkan guru mengenal lebih jauh dan bahkan membentuk kepribadian siswa melalui teladan, kasih sayang dan pelayanan.

”Dalam pendidikan modern dewasa ini kiranya yang tidak kalah penting adalah mengembangkan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan dengan mengembangkan kasih sayang tidak hanya sebatas sesama umat juga terhadap semua makhluk hidup,” katanya.

Ditambahkan, dalam Weda disebutkan pendidikan moral dan budi pekerti sangat penting ditanamkan pada diri seorang anak. Ajaran suci Weda dan susastra Hindu lainnya memandang anak atau putra sebagai pusat perhatian dan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan. Dalam hal ini umat Hindu di Bali meyakini bahwa karakter seorang anak ditentukan pula oleh kedua orangtuanya, lingkungan dan upacara-upacara yang berkaitan dengan proses kelahiran seorang anak. Pendidikan menurut Weda memerlukan perhatian khusus terhadap beberapa aspek yaitu pengaruh lingkungan (fisik, psikologis dan sosial), kehidupan sebagai siswa, peranan guru, kurikulum, metode pengajaran dan tujuan dari objek pendidikan. Semua itu dapat mempengaruhi perilaku anak.

Pendidikan menurut ajaran suci Weda tidak hanya mengajarkan anak gemar membaca buku-buku pengetahuan, tetapi mendorong secara simultan anak-anak belajar tentang pandangan hidup spiritual, bersamaan dengan ajaran yang tercakup dalam kitab-kitab suci Weda dan susastra Hindu.

Sejalan dengan tujuan agama adalah mencapai jagadhita dan moksa. Tujuan pendidikan Hindu pada hakikatnya sama yakni mencapai jagadhita kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan bersatunya atma dan Brahman. Karena itu falsafah pendidikan menurut Weda yakni meningkatkan kualitas hidup manusia dan kehidupannya menjadikan manusia sebagai para madhava–umat manusia yang memiliki kelembutan, kasih sayang dan kearifan (kebijakasanaan yang tinggi). Tidak sebaliknya, menjadikan manusia berkarakter raksasa, rakus, dengki dan berbagai sifat buruk lainnya.

Bab III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Pendidikan Agama Hindu sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional harus memiliki kontribusi dalam rangka mengentaskan dekadensi moral dan efek negative lainnya yang memang merupakan ranah garapan dari bidang ini sejajar dengan pendidikan agama lainnya di Indonesia, pendidikan moral dan pendidikan seni, sosial dan budaya.

Sistem Pendidikan Agama Hindu ke depan tidak jauh berbeda dengan sistem pendidikan nasional yang di dalamnya harus menghargai kemajemukan, iman dan takwa, etika dan moral dalam pendidikan, serta mencerdaskan kehidupan bangsa.

3.2 Saran

Dengan membaca makalah ini diharapkan para pembaca bisa mengambil manfaat tentang pentingnya Sistem Pendidikan Agama Hindu. Karena, pada zaman sekarang ini pendidikan agama sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan tentang agama dan meningkatkan budi pekeri yang luhur.

Veda

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Sejak mulai diadakan riset tentang Hinduisme telah banyak penemuan-penemuan, dapat mengungkap ajaran-ajaran Hindu. baik sebagai agama, sebagai kebudayaan maupun sebagai filsafat.

Sampai ditahun 1899 pengajaran Weda masih dilakukan secara lisan, dan mulut-kemulut, walaupun Weda itu sendiri telah berumur ribuan tahun. Terpeliharanya Weda sejak diwahyukan antara 2500 — 1500 S.M. di 1899, meliputi 4000 tahun merupakan sejarah yang cukup lama.

Penelitian menunjukkan bahwa walaupun Weda telah berumur ribuan tahun, 1) otensitasnya masih dapat dipercaya. Yang berobah didalam pengembangannya adalah penafsirannya dan karena itu timbullah kecenderungan antara para Indolog untuk membedakan pelaksanaan ajaran Weda menjadi dua golongan besar, yaitu antara :

  • Hindu tradisional yang telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara turun-temurun menurut tradisi.
  • Hindu menurut Weda yang dianggap sebagai satu aliran yang ingin mengembalikan sebagaimana tercantum didalam (Weda yang diwahyukan). “Jadi Hindu menurut,, Çastra Drsta”, 2) untuk membedakan dengan Hindu tradisionil yang disebut menurut “Loka drsta” atau “Desa drsta” atau ,,Purwa drsta” dan mempertemukan ajaran-ajaran yang bersumber pada çastra drsta dengan Deça (loka) drsta.

1). A history of Sankrit Literature.Macdonell. Dr. AA. edisi tahun 1900.
2). Drsta supaya dibaca, dresta’

Pandangan ini didasarkan atas kenyataan dimana ayat-ayat Weda diperkirakan ada yang hilang atau terlupakan sehingga mau tak mau peranan penafsiran itu tak dapat dikecilkan artinya.

Untuk mendapat gambaran tentang pokok-pokok pengertian Weda. luas serta kedudukan Weda bagi masyarakat Hindu, berikut akan dikemukakan dengan singkat segala aspek mengenai Weda itu. Mudah-mudahan penjelasan ini akan bermanfaat dan membuka lembaran baru dalam sejarah perkembangan Weda itu. Weda bukan untuk dirahasiakan walaupun isinya penuh bersifat rahasia. ini sesuai dengan apa yang dinyatakan didalam kitab Yajur Weda XV. 18.

Yathemam wacam kalyanim awadini jenebhyah.brahma rajyanyabhyam cudraya caryaya ca swaya caranaya ca.

Artinya:
Demikianlah semoga hamba dapat menyampaikan sabda-sabda suci (Weda) ini kepada masyarakat pada umumnya. baik kepada Brahmana, kepada Ksatria. kepada Waisya dan kepada Sudra, baik kepada golongan saya sendiri maupun kepada orang lain sekalipun.

Dari sloka diatas jelaslah bahwa ajaran Weda bukan hanya untuk golongan sendiri, bukan untuk Hindu saja, tetapi terbuka pula kepada semua golongan dengan demikian, Weda bukan hanya untuk diketahui oleh orang-orang dwijati tetapi siapapun dapat mendalami dan mengajarkannya. Untuk mengetahui seqala aspek Weda itu, berikut akan kami bahas segala sesuatu yang berhubungan dengan Weda itu.

1.2  Rumusan Masalah

1.      Apakah Weda iti ?

2.      Siapa saja Rsi penerima Wahyu Tuhan ?

3.      Apa saja pemnagian Weda ?

1.3  Tujuan

1.      Agar mengetahui Weda.

2.      Untuk mengetahui siapa saja Rsi penerima wahyu Tuhan.

3.      Agar tahu pembagian dari Weda

BAB II

PEMBAHASAN

 2.1  APAKAH WEDA ITU ??

  1. PENGERTIAN WEDA

Menurut arti kata Weda berarti pengetahuan. Tetapi bila ditulis dengan huruf ã (panjang) berarti kata-kata yang diucapkan dengan aturan-aturan tertentu. Jadi Manu didalam ajarannya sebagaimana yang ditulis oleh Bhagawan Bhrgu memberi keterangan tentang arti kata Weda secara limitatip, disebut dalam Bab II, 10.

Çrutis tu Wedo wijneyo dharma çastram tu wai smrtih,
te sarwartheswam immamsye tãbbyãm dharmo hi nirbabhau.
(M. II. 10).

Artinya :

Sesungguhnya Sruti (wahyu) adalah Weda demikian pula yang dimaksud Smrti, adalah dharmaçastra. kedua ini tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanva adalah kitab suci yang menjadi sumber dari pada Dharma (agama Hindu).

Dari ungkapan ini maka yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab suci yang tidak boleh diragukan kebenarannya. Demikian pula sumber hukum suci. Jadi Weda adalah kitab suci. Lebih jauh Dr. M. Winternitz menegaskan bahwa kitab suci Weda, tidak terdiri dari satu buku saja melainkan terdiri dari banyak buku 2). Hal ini dibenarkan pula baik oleh tradisi maupun kenyataan sebagai yang diperoleh dari hasil riset.

Banyak kitab-kitab dalam Weda, Tiap-tiap Weda merupakan satu kesatuan materi yang dihimpun secara sistematik menurut umur, isi dan kegunaannya. Istilah ,,samhita” yang dipergunakan untuk menyebutkan kelompok Weda itu karena kenyataannya. Weda terdiri dari banyak buku, yang penggolongannya akan diuraikan didalam penjelasan-penjelasan berikut nanti.

  • Bahasa Dalam Weda

Sebelum Weda mulai diselidiki, Bhagawan Panini mulai menyusun tata bahasa Sanskerta, pada th. 700 SM. dan menamakan bahasa yang dipakai didalam Weda dengan nama ,,Daiwi Wak” (Bahasa Dewata). Baru dalam tahun 200 S.M. bahasa itu mulai dikenal dengan nama Sanskerta. setelah Patanjali menulis kitab Bhasa, pada abad II S.M. Nama Sanskerta yang. untuk pertama kali diperkenalkan oleh Bhagawan Patanjali adalah untuk menyebutkan nama bahasa yang dipakai oleh masyarakat umum dalam pergaulan di Bharatawarsa.

Kemudian bahasa itupun dibedakan pula dari bahasa Pali, bahasa yang dipakai oleh orang-orang Magadhi didalam penyebaran agama Buddha. Setelah Bhagawan Panini berhasil menyusun tata bahasa Sanskerta, jejak beliau diikuti pula oleh Bhagawan Kãtyayana yang lebih populer dikenal dengan Bhagawan Wararuçi pada abad V S.M. Beliau menulis keterangan-keterangan tambahan atas karya Panini disamping sebagai penulis Sarasamuccaya, yang karyanya telah diterjemahkan di Indonesia kedalam bahasa Jawa Kuno pada waktu jaman keemasan Hindu di Jawa dan telah pula dialih bahasakan kedalam bahasa Indonesia tahun 1970.

Sejarah pertumbuhan bahasa Sanskerta setelah lahirnya kitab Tata bahasa Panini itu kemudian membantu mempercepat proses pertumbuhannya sehingga dalam pertumbuhan abad VIII. Sanskerta menjadi bahasa percakapan sehari-hari. Kesusasteraan agama lahir yang kesemuanya memperindah gaya bahasa dan membantu penyebaran ajaran agama bahkan sampai ke Indonesia.

Kitab-kitab agama di Indonesia semuanya dalam bahasa Sanskerta. Tetapi karena di Indonesia sudah terdapat bahasa tersendiri, karena itu untuk menjelaskan pokok-pokok ajaran agama itu penjelasannya dilakukan kedalam bahasa kawi. Dan mantra-mantra dan kitab-kitab agama yang kini masih tersimpan dalam bentuk lontar-lontar, umumnya terdiri dari dua bahasa, yatu bahasa Sanskerta dan bahasa Kawi atau Jawa kuno. Text Sanskerta adalah naskah aslinya sedangkan bahasa kawinya adalah merupakan terjemahan atau terjemahan berikut komentarnya. Sebagai contoh, misalnya Kitab Sarasamuccaya, Sanhyang Kamahayanikan dll. Sistem penyajiannya umumnya sama. Kecuali naskah-naskah gubahan bebas yang bersifat sastra, baik sebagai nibandha sastra misalnya Kekawin Ramayana, Gathokacasraya, Bharatayuddha dll., semuanya ditulis dalam bahasa Kawi yang banyak meminjam bahasa Sanskerta itu.

Karena itu. didalam mempelajari Weda itu, pengenalan bahasa Sanskerta, bahasa Kawi dan bahasa Jawa Kuno sangat diperlukan. Hanya dengan demikian kita akan dapat mengungkap isi Weda itu nanti. Penyelidikan bahasa Sanskerta oleh bangsa-bangsa Barat telah dimulai sejak abad ke XVI. Ahli-ahli bangsa Barat yang berkecimpung dalam bahasa sanskerta a.l. Dr. Max Muller, Weber, Buhler, Sir William Jones. H.T. Colebrooke, Keilharn, Grimm, Grassmann, Jesperson. Wakernagel, C. Wilkin, A. Roger dsb.nya. Demikian pula tokoh-tokoh nasional Indonesia seperti Yogiswara, Danghyang Nirartha, Bubuksah, Panuluh, Sedah pada zaman keemasan Hindu dan dewasa ini tampil nama-nama seperti Dr. Purbacaraka (alm), Dr. Hariyati Subadio, Tjok. Rai Suddhartha dll., patut diketahui sebagai tokoh didalam bahasa Sanskerta.

  1. Bhagawan Medhaditi menyatakan bahwa Weda adalah ucapan suara yang diatur menurut urutan.
  2. A history of indian Literature vol. 1, part I. pg. 4.5. oleh Winternitz, Dr. M. Edisi University of Calcutta, 1959
  • Cara Weda Diwahyukan

Tidak ada satu uraian tepat bagaimana wahyu itu diturunkan kecuali melalui penafsiran atau keterangan tak langsung dari berbagai ulasan yang dapat kita himpun dari berbagai buku. Perlunya mengetahui bagaimana Weda itu diwahyukan karena dijelaskan pada mulanya haliwa Weda adalah Wahyu Tuhan yang diyakini oleh umat Hindu dan kebenaran akan Wahyu itu tidak boleh dibantah lagi. Karena Weda itu adalah Wahyu, maka adalah wajar pula kalau kita bertanya dan mencari jawahan atau penjelasan yang dapat mengungkapkan bagaimana wahyu itu diturunkan.

Salah satu cara penjelasan yang dapat dikaji dalam memberi ulasan tentang turunnya wahyu melalui tafsiran dan keteranganketerangan yang dapat diperoleh dan Weda itu pula. Yang penting yang harus diyakini dan diimani dalam tahap pertama ialah adanya peranan mediator antara Tuhan dengan penerimanya, yaitu para Maha Resi, dimanan dewa Brahma sebagai dewa SABDA dinyatakan menyampaikan kata-kata itu kepada penerimanya. Ada berbagai cara atau proses yang dapat kita jumpai tentang bagaimana Wahyu itu sampai kepada Maha Resi (Nabi).

  • Uraian yang pertama menjelaskan bahwa wahyu itu dimasukkan langsung kedalam pikiran orang itu atau memasukkannya dalam-dalam ke dalam hatinya. Kata-kata itu memberi kesan dan membentuk rupa atau keadaan yang kemudian menemukan bentuknya berkembang dalam pikiran.
  • Dapat pula wahyu itu membentuk kesannya dengan melalui contoh atau perintah langsung yang dilakukan oleh Dewa-Dewa yang dinyatakan Dewa-dewa itu memperlihatkan dirinya dalam berbagai bentuk manusia biasa sebagaimana dapat kita tafsirkan dalam uraian Kitab-kitab Purana.

Ajaran yang diberikan oleh Dewa-dewa itulah yang akhirnya dihukukan sebagai ajaran sabda Tuhan karena sabda itu seridiri adatab sabda Dewata (Daiwi Wak).

  • Disamping itu wahyu dikatakan diturunkan seperti suara gemanya lonceng. Gema atau AUM itulah yang membentuk rupa yang dalam aksara dikenal sebagai OMKARA atau disebut SWARA NADA. Suara nada inilah yang merupakan gemerencingnya suara yang melahirkan kata-kata yang memberi petunjuk mengenai arti dan makna suara-suara itu sendiri. Cara ini yang paling sulit dalam ilmu dan karena itu bagaian ini pula yang dinyatakan hagian yang paling rahasia.
  • Dewa-dewa yang memperlihatkan dirinya dalam berhagai bentuknya yang mulia. Kejadian ini agak berbeda dari proses yang disebut dalam uraian no. 2 diatas karena dalam uraian no. 2 diatas, dewa-dewa dalam manifestasinya berbentuk manusia biasa. Penggambaran dalam turunnya wahyu seperti dalam kejadian ini, hanya dilukiskan sebagaimana manusia secara impiris secara langsung berhadapan dengan Dewa yang akan menyampaikan pewarah-warahnya kepada si penerimanya. Contoh cara pelukisan begaimana Arjuna menerima ajaran dari Dewa yang dikatakan pula dalam Weda bahwa Siwa tidak lain dari pada dewa Brahma pula.
  1. SAPTA RSI PENERIMA WAHYU

Sapta resi adalah tujuh Rsi. Sapta artinya tujuh dan resi artinva Pendeta.
Sapta resi ini termasuk golongan Wipra yang dianggap sebagai Nabi pènerima Wahyu yang pertama didalam Weda (Rg. Weda). Istilah resi tidak sama artinya dengan Pendeta, walaupun kadang-kadang diartikan demikian seperti terdapat dibeberapa daerah.

Seorang resi mempunyai sifat-sifat tertentu dan jabatan tertentu. Ia adalah pendeta dan juga adalah sasterawan. Ia adalah Nabi. Jadi sukarlah untuk mengatakan kedudukan Resi yang sebenarnya, sedangkan dewasa ini Rsi adalah pendeta. Oleh karena itu untuk membedakan arti kata Resi sekarang dengan Resi jaman dahulu biasanya digunakan istilah Maha Resi, yang artinya Resi yang agung dan utama melebihi Resi-resi yang lainnya.

Dalam hubungan ini Ia adalah Nabi dan ialah yang menerima Wahyu. Tujuh Resi ini merupakan Resi-resi yang paling banyak disebutkan namanya. baik sebagai Nabi maupun Sasterawan. Ketujuh itu merupakan kelompok-kelompok keluarga. Daripadanyalah semua sloka-sloka yang terdapat di dalam weda ini dianggap sebagai sumbernya sebab dialah yang menerima pertama kali melalui Dewa Brahma sebagai Malaikat yang menyampaikan sloka itu.

Adapun ketujuh keluarga Maha Resi itu adalah:

  • Grtsamada
  • Wiswamitra
  • Wamadewa
  • Atri
  • Bharadwaja
  • Wasistha
  • Kanwa

Untuk mengetahui kedudukan serta peranan dan ketujuh Maha Resi itu dalam rangkaian turunnya Wahyu itu, berikut ini akan kami uraikan masing-masing dan mereka sebagai berikut

  1. GRTSAMADA

Maha Resi Grtsamada adalah maha Resi yang dihubungkan turunnya sloka-sloka Weda, Rg. Weda, terutama mandala II. Hanya sayangnya sejarah kehidupan Maha Resi Grtsamada tidak banyak diketahui. Dari beberapa cukilan kita ketahui bahwa beliau adalah keturunan dari Sunahotra dari keluarga Angira. Anehnya didalam catatan lainnya kita jumpai bahwa Grtsamada lahir dari keluarga Bhrgu sehingga dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa nama Grtsamada sejarahnya tidak dapat diketahui dengan pasti. Beliau dikatakan putra Senaka, salah seorang Maha Resi terkenal pula pada zaman itu. Bahkan didalam kitab Mahabharata terdapat cerita yang menyebutkan bagaimana Maha Resi Senaka merupakan Maha Resi terhormat dalam sejarah Hindu. Grtsamada adalah keturunan dari Senaka yang terkenal ini.

Adapun Sunahotra dikatakan juga kelompok keluarga Bharadwaja keluarga mana juga terkenal sebagai Maha Resi penerima Wahyu.

Dari uraian ini ada tanda-tanda yang membuktikan bahwa Grtsamada adalah anggota keluarga yang sama dengan Maha Resi Bharadwaja yang kemudian banyak dihubungkan dengan nama-nama Bhagawan Bhrgu. Keluarga Bhrgu ini adalah keluarga yang namanya banyak disebut-sebut. Dari Grtsamada lahir putra bernama Kurma. Lebih dari pada itu tentang cerita keluarga ini tidak banyak diketahui kecuali dikatakan bahwa ada pula terdapat sloka-sloka yang diturunkan melalui Putra-putra beliau.

  1. WISWAMITRA

Wiswamitra adalah Maha Resi yang kedua yang banyak disebut-sebut. Dan catatan yang ada diduga beliau menerima Wahyu yang kemudian dihimpun dalam Weda. Seluruh mandala III diduga berasal dari keluarga Maha Resi Wiswamitra.

Kitab mandala III ini terdiri atas yang terdiri atas beberapa pasal. Ada pula yang mengatakan bahwa diantara pasal-pasal itu diturunkan melalui Kusika putra dan Maha Rsi Isiratha. Cerita lain mengemukakan bahwa Wiswamitra adalah putra Musika. Karena itu dapat diduga bahwa sloka-sloka Weda mandala II ini ada yang diturunkan sebelum Wiswamitra yang kemudian oleh Wiswamitra menggabungkannya dengan sloka-sloka yang diterima olehnya dalam satu mandala.

Hubungan antara ketiga nama ini menunjukkan bahwa antara Isiratha dan Wiswamitra adalah satu keluarga.

Ada pembuktian lain yang menunjukkan adanya sloka-sloka yang telah diturunkan melalui Prajapati sedangkan Prajapati dikatakan putra dan Wiswamitra. Sayangnya seluruh sloka-sloka keluarga Wiswamitra tidak banyak diketahui. Kalau kita perhatikan dua sukta terakhir ada petunjuk yang menunjukkan bahwa mantra-mantra itu diturunkan melalui Maha Resi Yamadagni, sedangkan hubungan antara Maha Resi Yamadagni dengan maha Resi Wiswamitra tidak banyak diketahui, sehingga sulit untuk memastikannya. Hal lain yang perlu diketahui tentang Wiswamitra ialah sehubungan dengan kedudukan Wiswamitra bukan sebagai Brahmana, tetapi sebagài Kesatria atau golongan penguaasa yang kemudian terkenal sebagai Maha Resi. Dalam sejarah agama Hindu nama Wiswamitra banyak disebut-sebut.

  1. WAMADEWA

Wamadewa dihubungkan dengan sloka-sloka dalam Mandala IV didalam sloka-sloka Rg. Weda itu. Hanya sayang riwayat hidup Wamadewa banyak diketahui. Hampir semua mantra-mantra yang terdapat dimandala IV dikatakan diterin oleh Wamadewa. Hanya dinyatakan salah satu dari pada mantra yang terpenting yaitu Gayatri tidak terdapat didalam mandala IV tetapi diletakkan di Mandala III.

Didalam cerita dikatakan bahwa Malia Resi Wamadewa telah mencapai penerangan sempurna sejak masih berada dalam kandungan ibunya. Diceriterakan bahwa semasih dalam kandungan Wamadewa berdialog dengan malaekat Indra dan Aditi. Rupanya ceritera tentang dialog ini dihubungkan dengan kedudukan Wamadewa yang telah dianggap mencapai kesucian, sehingga Wamadewa dilahirkan tidak melalui saluran biasa. Hanya itulah ceritera yang kita peroleh tentang Wamadewa sebagai Maha Resi.

  1. ATRI

Maha Resi Atri banyak dirangkaikan dengan turunnya sloka-sloka yang dihimpun dalam Mandala V. Tetapi sebagai Maha Resi, Atri tidak banyak dikenal. Ada banyak dugaan yang membuktikan bahwa nama Atri dan keluarganya banyak dirangkaikan dengan turunnya wahyu-wahyu. Nama Atri juga dihubungkan dengan keluarga Angira.

Nama-nama yang banyak disebutkan didalam Mandala ini adalah, Dharuna, Prabhuwasu, Samwarana, Ghaurawiti. Putra Sakti dan Samwarana, putra Prájapati. Didalam mandala ini terdapat 87 Sukta. Däri 87 ini 14 sukta diturunkan melalui Atri sedangkan Lainnya diturunkan melalui keluara Atri Dalam catatan yang ada, anggota keluarga Atri yang dianggap sebagai penerima Wahyu.

  1. BHARADWAJA

Mandala VI tergolong himpunan sloka-sloka yang diturunkan melalui Maha Resi Bharadawja. Buku ini memuat 75 sukta.Menurut otensitasnya tampaknya lebih tua dari buku yang ke V, tetapi dalam urutan ditetapkan sesudah buku ke V.

Hampir seluruh isi mandala VI ini dikatakan kumpulan dari Bharadwaja, hanya sedikit saja yang diduga turun dari keluarganya, antara lain disebut nama Sahotra dan Sarahotra.Nama-nama lainnya seperti Nara, Gargarjiswa, yang merupakan keluarga dari Bharadwaja termasuk pula sebagai penerima wahyu.

Diceriterakan Bharadwaja adalah putra Brhaspati. Akan tetapi kebenaran tentang cerita ini belum dapat dipastikan, karena disamping nama Bharadwaja terdapat pula nama Samyu yang dianggap sebagai putra Brhaspati, sedangkan hubungan antara Samyu dan Bharadwaja tidak diketahui.

  1. WASISTA

Seluruh buku ke VII dianggap merupakan himpunan yang diturunkan melalui Maha Resi Wasista, atau keluarganya. Putra Maha Resi Wasista bernama Sakti. Dari catatan yang ada seperempat dari mandala VII diturunkan melalui putranya. Tentang keluarga Wasista tidak banyak kita kenal. Didalam Mahabharata nama Wasista sama terkenalnya dengan Wiswamitra. Didalam ceritera itu Maha Resi Wasista bertempat tinggal di hutan, “KAMYAKA” ditepi sungai Saraswati.

  1. KANWA

Maha Resi Kanwa merupakan Maha Resi yang ke 7 yang banyak disebut-sebut namanya. Maha Resi ini dianggap penerima wahyu yang dihimpun kemudian yang merupakan buku yang ke VIII yang isinya macam-macam.

Buku ke VIII ini sebagian besar memuat sloka-sloka yang diturunkan melalui keluarga Kanwa sedangkan Maha Resi Kanwa sendiri menerima sebagian kecil saja. Maha Resi Kanwa inilah yang ceriteranya hanyak disebut-sebut didalam kisah cintanya Sakuntala, sebagaimana diceriterakan sastrawan Kalidasa. Disamping nama

Kanwa terdapat pula Bhagawan Kasyapa putra Maha Resi Marici. Maha Resi Kanwa sendiri berputra Praskanwa. Disamping sloka-sloka yang seolah-olah tiap-tiap mandala itu merupakan kelompok sendiri, yang sulit ditentukan adalah mandala-mandalanya. Disamping itu masih ada banyak nama-nama yang dihubungkan dengan Mandala VIII ini seperti Gosukti, Aswasukti, Pustigu, Bhrgu, Manu Waiwasa Nipatithi dsbnya.

  • Nama-nama Maha Rsi lainnya

Mandala satu merupakan kelompok mini yang memuat sloka-sloka yang turun dari berbagai famili. Boleh dikatakan didalam mandala satu ini banyak nama-nama keluarga. Mandala ini yang tidak tergolong keluarga. Maha Resi itu. Ini tidak berarti bahwa sloka-sloka itu tidak dikesampingkan, karena bagaimanapun juga sloka-sloka ini adalah Wahyu yang harus dihimpun dan dipelihara. Maha Resi Sunahsepa adalah putra angkat dari Maha Resi Wiswamitra.

Disamping nama-nama itu terdapat pula nama-nama golongan putra Rahugana dan Nodha dari Gotama. Nama Maha Resi lainnya Kaksiwan putra dari Dhirgatama, sedangkan disamping Dhirgatama terkenal pula nama Maha Resi Agastya, yang namanya tersebut didalam Mandala I.

Keluarga Maha Resi inilah yang banyak disebut-sebut namanya di Indonesia. Adapun mandala 9 dan 10 terkenal karena didalam mandala inilah dasar-dasar kefilsafatan kerohanian yang banyak diungkapkan terutama bagian mengenai Purusa Sukta, Hiranyagarbha, yang diceriterakan sebagai sloka yang diturunkan melalui Bhagawan Narayana, Prajapati dan Hiranyagarbha, putra Prajapati.

Menurut kitab-kitab Purana, kelompok para Maha Resi itu banyak. Tiap-tiap masa Manu ada Sapta Resinya sehingga jumlahnyapun banyak pula. Di samping pembagian kelompok Maha Resi menurut Masa Manu (Manwantara) merekapun dikelompok-kelompokkan lebih jauh ke dalam beberapa kelompok ahli dengan gelar mereka masing-masing, menurut Puranic Encyclopedia, 1975, yaitu :

  • Kelompok Brahma resi (Brahmarsi)
  • Kelompok Dewa Resi (Dewarsi)
  • Kelompok Raja Resi (Rajarsi)

Penelitian lebih jauh nama-nama kelompok yang dapat kit abaca dari berbagai Purana disebutkan nama-nama kelompok sebagai berikut :

  • Kelompok Brahma Resi
  • Kelompok Satya Resi
  • Kelompok Dewa Resi
  • Kelompok Sruta Resi
  • Kelompok Raja Resi

Dari istilah-istilah itu dapat dipahami bahwa sesungguhnya nama-nama itu bersifat relatif fungsional dan dihubungkan dengan sifat-sifat khas dari para Rsi, baik sebagai kedudukan, keahlian atau tugas-tugas yang dijalankan.

Seorang Brahma Resi, menurut penjelasan di dalam kitab Brahmanda Purana pada hakekatnya bertugas menyumbangkan, mempelajari dan mengajarkan Weda. Jadi fungsinya sebagai kedudukan seorang pendeta dengan gelar keresiannya yang fungsinya lebih bersifat memahami, mengembangkan tafsir dan menulis apa yang ia fahami atau mengerti dari wahyu (revelasi) yang diterima. Satya Resi adalah gelar yang diberikan sebagai Resi yang memiliki asal-usul langsung dari Yang Maha Esa pada permulaan Ciptaan. Beliau ini yang semula disebut sebagai bhatara, yang pada hakekatnya adalah merupakan Maha Resi pula.

Pada Empat Maha Resi yang disebut-sebut pertama dicipta oleh Brahma menurut Brahmanda Purana, yaitu :

  • Sonaka;
  • Sananda;
  • Sanatana;

Adapun kelompok Dewa Resi, dikenal pula sebagai kelompok-kelompok Prajapati yang diperinci di dalam Brahmanda Purana terdiri atas sembilan Prajapati, yaitu :

  • Marici;
  • Bhrgu;
  • Angira;
  • Pulastya;
  • Pulaha;
  • Kratu;
  • Daksa;
  • Atri; dan

Dari mereka inilah kemudian timbul kelompok-kelompok Resi lainnya yang mempunyai hubungan geneologi.

  1. KODIFIKASI WEDA

Pengumpulan berbagai mantra menjadi himpunan buku-buku adalah merupakan usaha kodifikasi Weda. Sloka-sloka yang ribuan banyaknya telah diturunkan ke dunia ini tidak diturunkan sekaligus atau bersamaan ditempat yang sama, melainkan tidak bersamaan dan dari jaman ke jaman meliputi ribuan tahun. Untuk mencegah agar sloka-sloka itu jangan hilang dan selalu dapat diingat banyaklah usaha-usaha dilakukan untuk menyusun atau mengumpulkan sloka-sloka itu.

Didalam menyusun kembali ribuan sloka-sloka itu tidaklah mudah mengingat umur yang sudah tua dan kemungkinan telah banyak hilang. Ilmu menulis baru dikenal tidak lebih dari + 800 S.M. sehingga dapatlah dibayangkan kalau sloka yang telah turun 2000 -1500 S.M. sampai pada saat penulisannya banyak kemungkinan telah terjadi. Disinilah kesukaran-kesukaran yang dijumpai oleh Para Wipra atau Maha Rsi didalam menghimpun dan mensistematisir isinya. Kodifikasi yang dilakukan terhadap sloka-sloka Weda memiliki sistem yang khusus. Kalau kita perhatikan sistem kodifikasi itu ada beberapa kecenderungan yang dipergunakan sebagai cara perhimpunannya yaitu :

  • Didasarkan atas usia sloka-sloka termasuk tempat geografis turunnya sloka-sloka itu.
  • Didasarkan atas sistem pengelompokan isi. fungsi dan guna mantra-mantra itu.
  • Didasarkan atas resensi menurut sistim keluarga atau kelompok geneologi.

Berdasarkan sistem pertimbangan materi dan luas ruang lingkup isinya itu jelas kalau jumlah jenis buku Weda itu banyak. Walaupun demikian kita harus menyadari bahwa Weda itu mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh manusia.

Maha Resi Manu membagi jenis isi Weda itu kedalam dua kelompok besar yang disebut

  1. Weda Sruti dan
  2. Weda Smrt

Pembagian dalam dua jenis dipakai selanjutnya untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebugai kitab Weda baik secara tradisional maupun secara institusional ilmiah. Dalam hal ini kelompok Weda Sruti merupakan kelompok buku yang isinya hanya memuat “Wahyu” (sruti) sedangkan kelompok kedua Smrti adalah kelompok yang sifat isinya sebagai penjelasan terhadap “Sruti”. Jadi merupakan “manual”, buku pedoman yang isinya tidak bertentangan dengan sruti.

Kalau kita bnadingkan dengan ilmu politik, “Sruti”, merupakan UUD-nya Hindu sedangkan “Smrti” adalah UU. pokok dan UU. pelaksanaannya adalah Nibandha.
Kedua-duanya merupakan sumber hukum yang mengikat yang harus diterima. Oleh karena itu Bhagawan Manu menegaskan didalam kitabnya Manawadharmaastra II. 10.

Srutistu wedo wijneyo dharmasastram tu wai smrtih. te sarwarthawam imamsye  tathyam dharmahi nirbabhau.

Artinya :

Sesungguhnya Sruti (Wahyu) adalah Weda demikian pula Smrti itu adalh dharmaastra, keduanya harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber dan hukum suci itu. (dharma).

Tentang sistem ini akan lebih tampak kalau kita mendalami tiap-tiap materi isi Weda itu. Untuk mempermudah sistem pembahasan materi isi Weda itu, dibawah ini akan dibicarakan tiap-tiap bidang pembagian oleh Bhagawan Manu, Manawadharmasastra H, 6, 10, yaitu yang membedakan jenis Weda itu kedalam bentuk :

  1. Sruti dan
  2. Smrti.

Untuk dapat memahami selurub materi yang dikodifisir didalam kedua bidang Weda itu, berikut ini akan kami uraikan berturut-turut satu persatunya, sebagai terurai dibawah ini.

  1. SRUTI

Kelompok Śruti, menurut Bhagawan Manu merupakan Weda yang sebenarnya, atau Weda originair. Menurut sifat isinya Weda ini dibagi batas tiga bagian, yaitu :

  1. Bagian Mantra
  2. Bagian Brahmana (Karma Kanda).
  3. Bagian Upanisad/Aranyaka (Jńăna kanda).
  1. Mantra.

Bagian Mantra terdiri atas empat himpunan (samhita) yang disebut catur Weda samhita, yaitu :

      • Rg. Weda atau Rg Wedasamhita.
      • Sama Weda atau Samawedasamhita.
      • Yajur Weda atau Yajurwedasamhita.
      • Atharwa Weda atau Atharwaweda samhita

Dari keempat kelompok Weda itu, tiga kelompok pertama sering disebut-sebut sebagai mantra yang berdiri sendiri. Karena itu disebut Tri Weda.

Pengenalan catur Weda hanya karena kenyataan Weda itu secara sistematik telah dikelompokkan atas empat Weda.

Pembagian empat kelompok ini itu yaitu :

  • Weda Samhita merupakan kumpulan mantra yang memuat ajaran-ajaran umum dalam bentuk pujaan (Rc. atau Rcas). Arc. = memuja (Arc. Rc).
  • Samawedasamhita merupakan kumpulan mantra yang memuat ajaran umum. mengenai lagu-lagu pujaan (saman).
  • Yajur Weda samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran umum mengenai pokok-pokok yajus, (pluralnya Yajumsi). Jenis Weda ini ada dua macam, yaitu:
  • Yajurweda hitam (Krşņa Yajurweda) yang terdiri atas beberapa resensi a.l. Taiyiriya samhita dan Maitrayanisamhita.
  • Yajur weda putih (Śukla yajurweda). yang juga disebut Wajasaneji samhita.
    • Atharwa weda samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis (atharwan).

Kitab Rg. Weda merupakan kumpulan dari sloka-sloka yang tertua. Kitab ini dikumpulkan dalam berbagai resensi seperti resensi Sakala, Baskala, Aswalayana, Sankhyayana dan Mandukeya. Dari lima macam resensi ini yang masih terpelihara adalah resensi Sakala sedangkan resensi-resensi lainnya banyak yang tidak sempurna lagi karena mantra-mantranya hilang. Didalam mempelajari ajaran-ajaran Hindu dewasa ini para sarjana umumnya berpedoman pada resensi Sakala untuk mengetahui seluruh ajaran yang terdapat didalam Rg. Weda itu. Berdasarkan resensi itu. Rg. WEDA samhita terdiri atas 1017 hymn (mantra) atau 1028 mantra termasuk bagian mantra Walakhitanya. Atau disebut pula terdiri atas 10580½ stanza at.au 153826 kata-kata atau 432000 suku kata.

Rg. Weda terbagi atas 10 Mandala yang tidak sama panjangnya. Disamping pembagian atau 10 Mandala, Rg. Weda dibagi pula atas 8 bagian yang disebut “Astaka” Mandala 2 — 8 merupakan himpunan sloka-sloka dan keluarga-keluarga Maha Rsi tunggal sedangkan mandala 1, 9, 10 merupakan himpunan sloka-sloka dari banyak Maha Rsi.

Samaweda terdiri atas mantra-mantra yang berasal dari Rg. Weda. Menurut penelitian Samaweda terdiri atas 1810 Mantra atau kadang-kadang ada yang mengatakan 1875. Samaweda terbagi atas dua bagian yaitu bagian arcika terdiri atas mantra-mantra pujaan yang bersumber dari Rg. Weda dan bagian Uttararcika yaitu himpunan mantra-mantra yang bersifat tambahan. Kitab ini terdiri atas beberapa buku nyanyian pujaan (gana). Dan kitab-kitab yang ada, yang masih dapat kita jumpai a.l. Ranayaniya, Kautuma dan Jaiminiya (Talawakara). Walaupun demikian didalam usaha penulisan kembali kitab Samaweda itu telah diusahakan sedemikian rupa supaya tidak banyak yang hilang.

Yajurweda terdirii atas mantra-mantra yang sebagian besar berasal dari Rg. Weda, ditambah dengan beberapa mantra yang merupakan tambahan baru. Tambahan ini umumnya berbentuk prosa. Menurut Bhagawan Pataňjali, kitab ini terdiri atas 101 resensi yang sebagian besar sudah lenyap. Kita ini terbagi atas dua aliran, yaitu:

  • Yajurweda hitam (Krsna Yajurweda). Kitab ini terdiri atas 4 resensi yaitu:
  • Taithiriyasamhita (Terdiri atas dua aliran yaitu Apastamba dan Hiranyakesin).
    • Yajur Weda putih (śukla yajurweda, juga dikenal Wajasaneyi samhita). Kitab ini terdiri atas 2 resensi yaitu :
  • Kanwa

Antara kedua resensi itu hanya terdapat sedikit perbedaan Yajurweda putih ini terdiri atas 1975 mantra yang isinya umumnya menguraikan berbagai jenis yajna besar seperti Wejapeya, Aswamedha, Sarwamedha dan berbagai jenis yajna lainnya. Bagian terakhir dari Weda ini memuat sloka-sloka yang kemudian dijadikan Isopanisad.

Perbedaan pokok antara Yajurweda Putih dengan Yajurweda hitam hanya sedikit saja Yajurweda putih terdiri atas mantra-mantra dan doa-doa yang harus diucapkan pendeta didalam upacara sedangkan mantra-mantra didalam Yajurweda hitam terdapat pula mantra-mantra yang menguraikan arti Yajna. Bagian terakhir ini merupakan bagian tertua dari Yajurweda itu. Di dalam Weda ini kita jumpai pula pokok-pokok upacara Darsapurnamasa yaitu upacara yang harus dilakukan pada saat-saat bulan purnama dan bulan gelap, disamping berbagai jenis upacara-upacara besar yang penting artinya dilakukan setiap harinya.

Atharwaweda yang disebut Atharwangira, merupakan kumpulan mantra-mantra yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Kitab ini memiliki 5987 mantra (puisi dan prosa). Kitab ini terpelihara dalam dua resensi, yaitu:

  • Resensi Saunaka. Resensi ini paling terkenal dan terdiri atas 21 buku.
  • Resensi Paippalada.
    1. Brahmana (Karma Kanda)

Bagian kedua yang terpenting dan kitab Sruti ini adalah bagian yang disebut Brahmana atau Karma Kanda. Himpunan buku-buku ini disebut Brahmana. Tiap-tiap mantra (Rg. Sama, Yajur, Atharwa) memiliki Brahmana. Brahmana berarti doa. Jadi kitab Brahmana adalah kitab yang berisi himpunan doa-doa yang dipergunakan upacara yajna. Kadang-kadang Brahmana diartikan penjelasan yang menjelaskan arti kata ucapan mantra.

Kitab Rg. Weda memiliki dua jenis buku Brahmana, yaitu Aitareya Brahmana dan Kausitaki Brahmana (Sankhyana Brahmana). Kitab Brahmana yang pertama terdiri atas 40 Bab dan yang kedua terdiri atas 30 Bab.

Kitab Samaweda memiliki kitab Tandya Brahmana yang juga sering dikenal dengan nama Pancawimsa. Kitab ini memuat legenda (ceritra-ceritra kuno) yang dikaitkan dengan upacara yajna. Disamping itu ada pula Sadwimsa Brahmana. Kitab ini terbagi atas 25 buku dimana bagian terakhir yang terkenal adalah kitab Adbhuta Brahmana, merupakan jenis Wedangga yang memuat mengenai ramalan-ramalan dan penjelasan mengenai berbagai mukjizat.

Yajurweda memiliki beberapa kitab Brahmana pula. Yajurweda hitam (Krsna Yajurweda) memiliki Taittiriya Brahmana. Kitab ini merupakan lanjutan Taittiriya samhita Kitab ini yang menguraikan simbolisasi ,,Purusamedha” yang telah diartikan secara salah didalam tradisi Yajurweda putih (Sukla Yajurweda) memiliki Saptatha Brahmana. Nama ini disebut demikian karena kitab ini terdiri atas 100 adhyaya. Bagian terakhir dari kitab ini merupakan sumber bagi kitab Brhadaranyaka upanisad. Didalam kitab Brabmana ini mula-mula kita jumpai ceritera Sakuntala, Pururawa, Urwasi dan ceritera-ceritera tentang ikan. Atharwa weda ini memiliki kitab Gopathabrabmana.

  1. Upanisad dan Arapyaka (Jńăna kanda)

Aranyaka atau Upanisad adalah himpunan mantra-mantra yang membabas berbagai aspek teori mengenai ke-Tuhan-an. Himpunan ini merupakan bagian Jńăna Kanda dari pada Weda Śruti. Sebagaimana halnya dengan tiap-tiap Mantra memiliki kitab Brahmana, demikian pula tiap-tiap mantra ini memiliki kitab-kitab Aranyaka atau Upanisad. Kelompok kitab-kitab ini disebut Rahasiya Jñăna karena isinya membahas hal-hal yang bersifat rahasia.

Didalam penelitian mengenai berbagai naskah kitab suci Hindu Dr. G. Sriniwasa Murti didalam introduksi kitab Saiwa Upanisad mengemukakan bahwa tiap-tiap Sakha (cabang ilmu) Weda merupakan satu upanisad. Dari catatan yang ada:

  • Weda terdiri atas 2l sakha.
  • Sama Weda terdiri atas 1000 sakha.
  • Yajur Weda terdiri atas 109 Sakha

Berdasarkan jumlah sakha yaitu 1180 sakha maka jumlah Upanisad sayogyanya ada sebanyak 1180 buah buku tetapi berdasarkan catatan Muktikopanisad jumlah upanisad yang disebut secara tegas adalah sebanyak 108 buah buku. Adapun perincian daripada kitab-kitab upanisad itu adalah sebagai berikut:

  • Upanisad yang tergolong jenis Rg. Weda, yaitu antara lain:

Aitareya, Kausitaki, Nada-bindu, Atmaprabodha, Nirwana, Mudgala, Aksamalika, Tripura, Saubhagya dan Bahwrca Upanisad, yang semuanya berjumlah sepuluh Upanisad.

  • Upanisad yang tergolong jenis Sama Weda adalah :

Kena, Chandogya, Aruni, Maitrayani, Maitreyi, Wajrasucika, Yogacudamani, Wasudewa, Mahat, Sanyasa, Awyakta, Kondika, Sawirei, Rudraksajabala, Darsana dan Jabali. Semuanya berjumlah enam belas Upanisad.

  • Upanisad yang tergolong jenis Yajurweda, adalah :
    • Untuk jenis Yajur Weda Hitam, terdirj atas Kathawali, Taittiriyaka, Brahma, Kaiwalya, Swetaswatara, Garbha, Narayana, Amrtabindu, Asartanada, Katagnirudra, K ausika, Sarwasara, Sukharahasya, Tejobindu, Dhyanabindu, Brahmawidya, Yogatattwa, Daksinamurti, Skanda Sariraka, Yogasikha, Ekaksara, Aksi, Awadhuta, Katha, Rudrahrdaya, Yogakundalini, Pancabrahma, Pranagnihotra, Waraha, Kalisandarana dan Saraswatirahasya. sernuanya berjumlah tiga puluh dua Upanisad.
    • Untuk Jenis Yajur Putih, terdiri atas: Isawasya, Brhadaranyaka, Jabala, Hamsa, Paramahamsa, Subata, Mantrika, Niralambha. Trisikhibrahmana, Mandalabrahmana, Adwanyataraka, Pingala Bhiksu, Turiyatita, Adhyatma, Tarasara, Yajnawalkya, Satyayani dan Muktika, semuanya berjumlah sembilan belas Upanisad.
  • Upanisad yang tergolong jenis Atharwaweda, yaitu, antara lain: Prasna, Munduka, Mandukya, Athawasira, Atharwasikha, Brhajjabala, Nrsimhatapini, Naradapariwrajaka, Sita, Sarabha, Mahanarayana, Ramarahasya, Ramatapini, Sandilya,
    Paramahamsa pariwrajaka, Annapurna, Surya, Atma, Pasupata, Parabrahmana, Tripuratapini, Dewi, Bhawana, Brahma, Gamapati, Mahawakya, Gopalatapini, Krsna, Hayagriwa, Dattatreya dan Garuda Upanisad, semuanya berjumlah tiga puluh satu Upanisad.

Dengan memperhatikan deretan nama-nama kelompok Mantra, Brahmana dan Upanisad diatas, jelas bahwa kitab Sruti meliputi jumlah yang cukup banyak. Untuk mendalami Dharma, semua buku-buku itu adalah merupakan sumber utama dan kedudukannya mutlak perlu dihayati.

  1. SMRTI 

Smrti adalah Weda juga, karena kedudukannya dipersamakan dengan Weda (Sruti). Manawa. Dharmasastera. II. 10. Srutistu wedo wijňeyo dharmaśastram tu wai smrtih te sarwãrtheswamimămsye tăbhyăm dharmohi nirbabhau.

Artinya :

Sesungguhnya Sruti adalah Weda dan Smrti adalah dharmasastra; keduanya tidak boleh diragukan karena keduanya adalah sumber dari hukum suci. Dan ketentuan itu jelas bahwa Dharmasastra berusaha menunjukkan tingkat kedudukan Smrti sama dengan Sruti. Dalam peterjemahan istilah Smrti itu kadang-kadang mengandung banyak arti seperti :

  • Sejenis kelompok buku Weda yang lahir dan ingatan.
  • Nama untuk menyebutkan tradisi yang bersumber pada kebiasaan yang disebut didalam Weda (Mds. II. 12.).
  • Nama jenis kitab Dharmasastra. Istilah ini lebih sempit artinya jika dibanding dengan istilah Smrti menurut arti kelompok a.

Menurut tradisi dan lazim telah diterima dibidang ilmiah istilah Smrti adalah untuk menyebutkan jenis kelompok Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini didasarkan atas pengelompokan isi materi secara lebih sistematis manurut bidang profesi. Secara garis besarnya, Smrti depat digolongkan kedalam dua kelompok Wedasmrti, yaitu:

  • Kelompok Wedangga (Batang Tubuh Weda)
  • Kelompok Upaweda (Weda tambahan).
  • Kelompok Wedangga.

Adapun kelompok Wedangga ini terdiri atas enam bidang Weda, yaitu :

    • Siksa (Phonetika)
    • Wyakarana (Tata Bahasa)
    • Chanda (lagu)
    • Nirukta (Sinonim dan Antonim)
    • Jyotisa (Astronomi)
    • Kalpa (Ritual).
  1. Sika (Phonetik)

Untuk dapat memahami Weda dengan tepat cabang ilmu Weda yang disebut Siksa penting artinya. Kodifikasi Weda yang diuraikan berdasarkan ilmu phonetika erat sekali hubungannya dengan ilmu Weda Sruti. Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara yang tepat dalam pengucapan mantra serta tinggi rendah tekanan suara. Buku-buku siksa ini disebut Pratisakhya yang dihubungkan dengan berbagai resensi Weda Sruti. Diantara buku-buku Pratiskhya yang ada, antara lain:

  • Wedapratisakhya, himpunan Bhagawan Saunaka berasal dari resensi Sakala.
  • Taittiriyapratisakhyasutra berasal dari resensi Taitiriya dari Krsna Yajur Weda.
  • Wajasaneyipratisakhyasutra himpunan Bhagawan Katyayana berasal dari resensi Madhyandina (Sukla Yajurweda).
  • Samapratisakhya untuk Sama Weda
  • Atharwawedapratisakhyasutra (caturadhyayika) untuk kitab Atharwa Weda.

Penulis-penulis lainnya yang juga membahas Pratisakhya itu antara lain Maha Rsi Bharadwaja, Maha Rsi Wyasa (Abyasa), Maha Rsi Wasistha dan Yajnawalkya.

  1. Wyakarana (Tata Bahasa).

Wyakarana sebagai suplemen batang tubuh Weda dianggap sangat penting dan menentukan karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar. Asal mula teori pengajaran Wyakarana, bersumber pada kitab Pratisakhya.

Diantara pemuka-pemuka agama yang mengkodifikasi tata bahasa itu antara lain
Sakatayana, Panini, Patanjali dan Yaska. Dari nama-nama itu yang terkenal adalah Bhagawan Panini yang menulis Astadhyayi dan Patanjali Bhasa. Dari Bhagawan Patanjali kita mengenal kata bhasa untuk menyebutkan bahasa sanskerta populer dan Daiwiwak (Bahasa para Dewa-Dewa) untuk bahasa sanskerta yang terdapat didalam kitab Weda, mula-mula disebut oleh Panini.

  1. Chanda (lagu).

Chanda adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Peranan Chanda di dalam sejarah penulisan Weda karena dengan chanda itu semua sloka-sloka itu dapat dipelihara turun-temurun seperti nyanyian yang mudah diingat. Di antara berbagai jenis kitab Chanda yang masih terdapat dewasa ini adalah dua buah buku, yaitu :  Nidanasutra dan Chandasutra. Kitab terakhir ini dihimpun oleh Bhagawan Pinggala.

Kelompok jenis kitab Nirukta isinya terutarna memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat didalam Weda. Kitab tertua dan jenis ini dihimpun oleh Bhagawan Yaska bernama Nirukta, ditulis pada tahun + 800 S.M. Kitab ini membahas tiga masalah yaitu :

  • Naighantukakanda, memuat kata-kata yang sama artinya.
  • Naighamakanda (Aikapadika), memuat kata-kata yang berarti ganda.
  • Daiwatakanda (menghimpun nama Dewa-Dewa r yang ada diangkasa, bumi dan surga.
  1. Jyotisa (astronomi).

Kelompok Jyotisa merupakan pelengkap Weda yang isinya memiuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan Yajńa. Isinya yang penting membahas peredaran tata surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh didalam pelaksanaan yadnya.

Satu-satunya buku Jyotisa yang rnasih kita jumpai adalah Jyotisawedăngga yang penulisnya sendiri tidak dikenal. Kitab ini dihubungkan dengan Yajurweda dan Rg. Weda.

Kelompok kalpa ini merupakan kelompok Wedangga yang terbesar dan yang terpenting. Isinya banyak bersumber pada kitab Brahmana dan sedikit pada kitab-kitab Mantra. Menurut jenis isinya kelompok ini terbagi atas beberapa bidang, yaitu:

  • Bidang Śrauta.
  • Bidang Grhya.
  • Bidang Dharma, dan
  • Bidang Sulwa.

Sautra atau Śrautrasütra memuat berbagai ajaran mengenai tatacara melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, yang berhubungan dengan upacara keagamaan baik upacara besar, upacara kecil dan upacara harian.

Demikian pula kitab Gŗhya atau Gŗhyasútra memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yadnya yang harus dilakukan oleh orang-orang yang telah berumah tangga.

Disamping itu terdapat pula jenis kitab-kitab Kalpa yang tergolong dalam bidang Srauta dan Gŗhya yaitu kitab Srăddakalpa dan Pitrimedhaśütra. Kitab ini memuat pokok-pokok ajaran mengenai tata-cara upacara yang berhubungan dengan arwah orang-orang yang telah meninggal.Ada pula kitab Prayascittasutra yang merupakan supllemen dari kitab Atharwa Weda.

Dari semua jenis Kalpa yang terpenting adalah bagian “Dharmasutra”, yang membahas berbagai aspek mengenai peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Demikian pentingnya kitab ini sehingga menimbulkan kesan hahwa yang dimaksud Weda Smrti adalah Dharmasastra. Para penulis Dharmasastra yang terkenal  adalah :

  • Bhagawan Manu.
  • Bhagawan Apastamba.
  • Bhagawan Bhaudhayana.
  • Bhagawan Harita.
  • Bhagawan Wisnu.
  • Bhagawan Wasistha.
  • Bhagawan Waikanasa.
  • Bhagawan Sankha Likhita.
  • Bhagawan Yajnawalkya. Dan
  • Bhagawan Parasara.

Diantara nama-nama itu yang terkenal adalah Bhagawan Manu (Maha Rsi Manu autor Manawadharmasastra) yang karyanya ditulis oleh Bhagawan Bhrgu. Menurut tradisi, tiap yuga mempunyai ciri-ciri khas dan mempunyai dharmasastra tersendiri, antara lain :

  • Manu menulis Manawadharmasastra untuk Satyayuga.
  • Yajnawalkya menulis Dharmasastra untuk Tritayuga.
  • Sankha Likhita menulis Dharmasastra untuk Dwaparayuga, dan
  • Parasara menulis Dharmasastra untuk Kaliyuga.

Walaupun pembagian itu telah ada namun secara materiil isinya overlapping antara yang satu dengan yang lain karena itu sifatnya saling mengisi. Bagian terakhir dari jenis Kalpa adalah kelompok kitab Sulwasutra. Kitab ini memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan (Pura, Candi), bangunan-bangunan lain, dan lain-lain yang berhubungan dengan ilmu arsitektur.

Kelompok jenis ini memiliki beberapa buku antara lain Silpasastra, Kautama, Mayamata, Wastuwidya, Manasara, Wisnudharmatarapurana dan sebagainya.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukanoleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku weda itu banyak. maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua kelompok besar, yaitu :

  1. Weda Sruti dan
  2. Weda Smerti.

Pembagian ini juga dipergunakan untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda, baik yang telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara turuntemurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusionalilmiah. Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu, sedangkan kelompok Smerti isinya bersumber dari Weda Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya tidak bertentangan dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smerti,keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh diragukankebenarannya.

Yoga

BAB I

PENDAHULUAN

Yoga berasal dari bahasa Sanskerta “yuj”, artinya menghubungkan atau hubungan, yakni hubungan yang harmoni dengan objek yoga. Maharsi Patanjali dalam kitabnya, Yogasutra (I:2) mendefinisikan yoga: yogas citta vrtti nirodhah. Artinya mengendalikan gerak-gerik pikiran, atau cara untuk mengendalikan tingkah-polah pikiran yang cenderung liar, bias, dan lekat terpesona oleh aneka ragam objek (yang dikhayalkannya) memberi nikmat. Objek keinginan yang dipikirkan member rahasia nikmat itu lebih sering kita pandang ada di luar diri. Bagi Sang Yogin, inilah pangkal kemalangan manusia (Yoga Marga Rahayu, 2010:6).

Yoga secara harfiah berasal dari suku kata “Yuj” yang memiliki arti menyatukan atau menhubungkan diri dengan Tuhan. Kemudian Patanjali memberikan difinisi tentang Yoga yaitu mengendalikan gerak-gerak pikiran. Ada 2 hal yang penting sebagai seorang praktisi Yoga adalah melatih secara terus-menerus sekaligus tidak terikat dengan hal-hal duniawi. Dengan kedua cara inilah seorang bisa mencapai keberhasilan dalam latihan Yoga (Yoga dan Ayurveda, 2009:23).

Ajaran Yoga adalah anugerah yang luar biasa besarnya dari Rsi Patanjali kepada siapa saja yang melakukan hidup kerohanian. Ajaran ini merupakan bantuan kepada mereka yang ingin menginsyafi kenyataan adanya Roh sebagai asas yang bebas, bebas dari tubuh, indriya, dan pikiran yang terbatas (Darsana, 1995:165).

Yoga sangat bermanfaat, baik itu bagi fisik, mental, maupun spiritual. Fisik: Jaringan kelenjar endokrin yang penting tersebut dikendalikan dan diatur sehingga sejumlah hormon yang berbeda dikeluarkan dari semua kelenjar dalam tubuh. Hal ini memiliki dampak tak langsung pada kesehatan fisik dan juga pada sikap mental kita terhadap kehidupan. Sekalipun satu kelenjar tidak berfungsi, kerugian yang nyata dalam kesehatan kemungkunan akan dialami. Oleh karena itu, adalah sangat penting bahwa jaringan ini dipelihara pada keadaan yang maksimum. Organ-organ tubuh yang sakit dapat diperbaiki, diremajakan kembali, dan didorong untuk melakukan tugas normal mereka melalui latihan asana yang teratur. Otot dan tulang, syaraf, kelenjar, jalan pernafasan, pembuangan, dan system peredaran darah diserasikan sehingga semua system jaringan tersebut saling membantu. Asana membuat tubuh lentur dan mampu mengatur dirinya dengan mudah untuk mengubah lingkungan. Fungsi-fungsi pencernaan dirangsang agar jumlah yang tepat dari getah-getah pencernaan (air liur, ensim, dan lain-lain) mengalir. Sistem simpati, dan parasimpati dibawa kedalam keadaan yang seimbang agar organ-organ dalam yang mereka kendalikan tidak terlalu aktif maupun kurang aktif. Untuk ringkasnya bahwa asana akan memelihara tubuh jasmani kita pada keadaan yang paling baik dan mendorong tubuh yang tidak sehat menjadi sehat. Sedangkan pada mental: yoga asana membuat pikiran kuat dan mampu menahan rasa sakit dan kemalangan. Daya penentu dan konsentrasi perlu dikembangkan. Keseimbangan dan vitalitas menjadi keadaan pikiran normal setelah melaksanakan latihan yoga asana yang teratur. Anda akan mampu menghadapi penderitaan, kegelisahan, dan masalah-masalah dunia dengan tenang tanpa terganggu. Keseimbangan pikiran dikembangkan, hidup menjadi mudah, dan berbagai kesulitan menjadi batu loncatan untuk menyempurnakan kesehatan mental. Latihan yoga asana melepaskan berbagai kemampuan terpendam sehingga seseorang mampu menyebarkan kepercayaan, dan membangkitkan orang lain dengan ucapan, tingkah laku, dan perbuatannya. Sedangkan pada spiritual: yoga asana merupakan langkah ketiga dalam delapan tahapan jalan raja yoga yang tujuannya adalah untuk membuat tubuh kita mantap bagi tehnik-tehnik yang lebih tinggi dari pratyahara (penarikan indra-indra), dharana (konsentrasi), dhyana (meditasi), yang membawa pada puncaknya, yaitu Samadhi (realisasi kosmis) (Asana Pranayama Mudra Bandha, 2002:3&4).

Dalam buku Shidma Yoga dituliskan juga pengertian yang berbeda tentang yoga. Yoga adalah suatu sistem kesehatan paripurna yang bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan fisik, memberikan ketenangan pikiran, dan kedamaian jiwa (Shidma Yoga, 2011: 1).

Tujuan riil (jangka pendek) orang belajar yoga adalah agar menjadi manusia rahayu: sehat dan bahagia lahir-batin, tidak sakit-sakitan, terhindar dari penderitaan. Agar menjadi manusia sadar: dapat melaksanakan tugas hidup sebagaimana mestinya. Sementara tujuan ideal (jangka panjangnya), seperti telah disebutkan diatas adalah agar mendapat pengalaman religious, yakni mengetahui, memahami, dan mengalami kemanunggalan dengan Sang Jati Diri, manunggalnya atman “roh individu” dengan Atman atau Brahman ‘Roh Semesta, Tuhan’. Akan tetapi, bagi pengagum daya magis, sidhi’kekuatan Supranatural’ itulah dijadikan tujuan utamanya, maka ia melaksanakan yoga yang khas (Yoga Marga Rahayu, 2010:9).

Namun dalam buku Asana Pranayama Mudra Bandha dijelaskan juga pengelompokkan asana yang berbeda dengan buku Gheranda Samhita. Dalam buku (Asana Pranayama Mudra Bandha) ini asana telah dibagi menjadi kelompok-kelompok utama yang berbeda. Tidak perlu melakukan semua asana, atau hal yang tidak mungkin bagi orang modern sibuk yang mempunyai waktu luang terbatas. Asana digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu: Pemula, Tingkat menengah, dan tingkat tinggi.

Kelompok pemula seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang sebelumnya tidak pernah melakukan yogasana, yang keadaannya lemah, atau sakit sehingga tidak mampu melakukan latihan-latihan yang sulit. Kelompok ini terdiri dari teknik-teknik dasar yang dirancang untuk membuat tubuh dan pikiran siap melakukan asana dan sikap meditasi. Latihan-latihan ini bukan cara yang lebih rendah daripada asana tingkat tinggi dan sangat berguna didalam memperbaiki kesehatan jasmani. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah rangkaian pavanamuktasana, dan sikap badan sebelum meditasi dan meditasi (Asana Pranayama Mudra Bandha, 2002: 9-10).

Kata asana berarti sikap duduk, yakni duduk dengan sikap sempurna: duduk menurut sistem yoga. Maksudnya orang akan mampu duduk dengan benar dan baik bilamana keadaan fisiknya sehat sempurna. Oleh karena itu, para peminat yoga pertama-tama hendaknya membina kebugaran fisiknya melalui olahraga yoga yang sering disebut yoga asana. Sedikit berbeda dengan pemahaman yang diberikan oleh buku Zoetmulder, buku Yoga sutra tidak mengharuskan sikap duduk tertentu, tetapi menyerahkan sepenuhnya kepada siswa sikap duduk yang paling disenangi dan rileks, asalkan dapat menguatkan konsentrasi dan pikiran dan tidak terganggu karena badan merasakan sakit akibat sikap duduk yang dipaksakan. Selain itu sikap duduk yang dipilih agar dapat berlangsung lama, serta mampu mengendalikan sistim saraf sehingga terhindar dari goncangan-goncangan pikiran. Sikap duduk yang relaks antara lain: silasana (bersila) bagi laki-laki dan bajrasana (metimpuh dalam bhs. Bali, artinya menduduki tumit) bagi wanita, dengan punggung yang lurus dan tangan berada diatas kedua paha, telapak tangan menghadap keatas. Ada berbagi macam gerakan yoga. Tetapi berbagai macam variasi asana itu dapat dikelompokkan dalam posisi duduk, berdiri termasuk didalamnya posisi berdiri terbalik, dan terlentang. Orang dapat memilih beberapa varian asana. Jadi, disesuaikan dengan keadaan fisik peminat yoga. Tidak diperkenankan terlalu memaksakan diri (Swami Sivananda, 1970:67).

Namun dalam buku Asana Pranayama Mudra Bandha dijelaskan juga pengelompokkan asana yang berbeda dengan buku Gheranda Samhita. Dalam buku (Asana Pranayama Mudra Bandha) ini asana telah dibagi menjadi kelompok-kelompok utama yang berbeda. Tidak perlu melakukan semua asana, atau hal yang tidak mungkin bagi orang modern sibuk yang mempunyai waktu luang terbatas. Asana digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu: Pemula, Tingkat menengah, dan tingkat tinggi. Kelompok pemula seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang sebelumnya tidak pernah melakukan yogasana, yang keadaannya lemah, atau sakit sehingga tidak mampu melakukan latihan-latihan yang sulit. Kelompok ini terdiri dari teknik-teknik dasar yang dirancang untuk membuat tubuh dan pikiran siap melakukan asana dan sikap meditasi. Latihan-latihan ini bukan cara yang lebih rendah daripada asana tingkat tinggi dan sangat berguna didalam memperbaiki kesehatan jasmani. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah rangkaian pavanamuktasana, dan sikap  badan sebelum meditasi dan meditasi (Asana Pranayama Mudra Bandha, 2002:9-10).

Dalam menjalankan yoga ada tahap-tahap yang harus ditempuh yang disebut dengan Astangga Yoga. Astangga Yoga artinya delapan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan yoga. Adapun bagian-bagian dari Astangga Yoga yaitu Yama (pengendalian), Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan), Pratyahara (menarik semua indrinya kedalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan), Dhyana (mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (telah mendekatkan diri, menyatu atau kesendirian yang sempurna atau merialisasikan diri).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Yoga sebagai sebuah cara atau jalan untuk mengendalikan pikiran yang terobyektifkan serta kecendrungan alami pikiran dan mengatur segala kegelisahan-kegelisahan pikiran agar tetap tak terpengaruh sehingga bisa mencapai penyatuan antara kesadaran unit dan kesadaran kosmik (Yoga Sutra: 1).

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ASANA

Anggota Ketiga atau unsur ketiga dari YOGA dikenal sebagai asana atau sikap badan. Inilah jawaban dari pertanyaan; Dalam sikap atau kedudukan badan bagaimanakah, seorang yogin harus maju dengan usahanya dalam bidang yoga?

Patanjali memberikan dalam hubungan ini hanhya tiga Sutra:

Sthira sukham – asanam (46)

Artinya:

Sikap adalah apa yang mendorong kemantapan dan perasaan senang (46).

Prayatna – Saithilya – ananta samapattibhyam (47)

Artinya:

Dengan menurunkan pemaksaan tenaga dan dengan merenungkan Ananta (ke tak terhinggaan) (47).

Tato dvandva – anabhighatah (48)

Artinya:

Karenanya tak terganggu lagi oleh pasangan-pasangan (yang bertentangan satu sama lain) (48).

(Sadhana Pada)

Patanjali tidak memaksakan sikap–sikap tertentu. Ia berpendapat bahwa sikap manapun untuk menguasai pikiran, yang tidak terlalu memaksa anggota badan, dan  yang dapat dipertahankan seorang yogin,  adalah baik baginya. Dengan bertolak dari kondisi ini, seorang yogin harus menentukan sendiri sikap mana yang cocok untuk tujuanya. Jadi, tak ada sikap yang diwajibkan dan yang diharuskan bagi semua orang sebagai aturan umum.

Jumlah sikap–sikap dapat di pilih sesukanya sendiri dan kemungkinan untuk memilh adalah  cukup luas. Seorang yogin harus mengambil keputusan sendiri menurut bentuk tubuhnya, jenis ototnya terutama dalam anggota bawah badan, berapa lamanya ia ingin mempertahankan suatu sikap dan faktor–faktor lain yang serupa.

Ia harus memperhatikan kekurangan kekuranganya dalam bidang annamaya dan pranamaya kosa. Bilamana seorang yang mulai melatih meras kesulitan, maka janganlah ia bersusah hati tentang hal itu, ia dapat menemukan sendiri bagi dirinnya dalam sikap-sikap yang mana ia akan  dapat maju dalam latihannya.

Patanjali menganggap tiap asana sebagai sukha asana (asana yang menyenangkan), yang tidak memaksa untuk membantu untuk menstabilkan badan dan pikiran, keduanya. Istilah “sthira” berarti stabil, tetap,tanpa keragu-raguan, tanpa paksaan, tanpa ketegangan (46). Dalam sutra yang berikut istilah itu dijelaskan lebih lanjut sebagai “prayatna- saithilya” yang berarti suatu keadaan atau kondisi yang tidak memerlukan pengerahan kekuatan khusus, badan mengambil sikap tanpa bergerak dan dikuasai penuh (47).

Didalam sutra ini, kita menemukan dua perkataan lain: Ananta sama pattibhyam yang sering menimbulkan salah paham. Perkataan ini tidak berarti bahwa seorang dapat mengambil sikap-sikap hanya dengan mengamati sikap burung dan binatang lain. Bentuk badan mahluk itu berlainan dan khusus. Manusia adalah manusia dan merak adalah merak. Sikap seekor merak dalam keadaan alamiah adalah cocok bagi dia dan belum tentu cocok atau perlu atau dikehendaki untuk manusia. Sikap merak, ular, penyu, kelajengking, semuanya bukanlah merupakan sikap-sikap yang diperlukan oleh seorang yogin.

Bila mana saya bicara disini tentang seorang yogin, maka saya tidak maksudkan seorang yang melatih asana-asana melulu untuk kesehatannya, atau seorang yang hanya bertujuan membebaskan badannya dari beberapa kekurangan. Asana-asana yang dengan kurang tepat sering disebut “asana-yoga” haya merupakan latihan badan dan manfaatnya terletak dalam adalah sikap-sikap yang dikombinasikan dengan pranayama dan meditasi, dengan maksud untuk menguasai pusaran-pusaran pikiran dan mendapat ketenangan, supaya kita dapat maju kea rah perenungan dan samaadhi (jadi asana hendaknya dikombinasikan dengan penguasaan napas dan carilah irama anda sendiri. Bermeditasilah pada setiap asana).

Asana-yoga baik pula untuk penyesuaian diri pada perubahan- perubahan lingkungan. Seorang harus bebas dari pengaruh lingkungan, ia harus menahan perubahan hawa yang kadang–kadang panas, dingin, lembab, atau kering dan tetap tenang terhadap keadaan dingin dan panas, sakit dan senang, terang dan gelap, manis dan pahit, mewah dan sederhana. Pasangan–pasangan bertentangan demikian dikenal sebagai dvandva dan seorang yogin tidak boleh menghiraukan pertentangan atau dvanva itu. Pendirian yang acuh tak acuh itu dikenal sebagai dvandva – anabhigata. Latihan asana membantu untuk mencapai sikap mental demikian itu. Hal ini diberitahukan kepada kita oleh Patanjali dalam sutra ketiga (II. 48) dalam hubungan dengan asana-asana itu.

Permulaan YOGA diuraikan  dengan baik sekali dalam Svetasvatara Upanisad.

“Tahan badan dengan mantapdengan ketiga (bagian atas) tegak. Dan biarkanlah indera–indera dan pikiran masuk ke dalam jantung. Seorang bijaksana harus dengan perahu Brahman menyabrangi.

Semua arus yang menakutkan (8).

Sesudah menguasai napasnya disini dalam badan dan sesudah menhentikan gerakan–gerakan,

Orang harus bernapas melalui hidung dengan napas yang diperlahankan.

Seperti kereta dengn kuda nakal,

Pikiran orang bijaksana itu tidak akan disimpang-siurkan (9).

Disuatu tempat bersih dan rata, bebas dari kerikil, batu, dan api. Berdekatan dengan bunyi air atau hal-hal lain yang berdekatan,

Yang mendukug perenungan dan tidak merangsang mata.

Disuatu tempat terpencil yang terlindungi terhadap angin, seorang harus melatih yoga (10).

Kabut, asap, matahari, api, angin,

Kunag-kunang, petir, kristal, bulan,

Inilah permulaan-permulaan yang nampak,

Yang dihasilkan oleh manifestasi Brahman dalam YOGA (11).

Bilamana ke-lima nilai YOGA telah tercapai,

Yang muncul dari tanah, air, api, udara, dan ruang,

Tidak sakit, tidk tua, tidak mati dia,

Yang telah mencapai badan yang terbentuk dari api “YOGA” (12).

Keringanan, kesehatan, kemantapan,

Kebersihan wajah, dan kenyamanan suara

Kelembutan badan keminimalan pengluaran

Mereka mengatakan ini merupaan tahap pertama dalam kemajuan YOGA (13).

Kalimat- kalimat Upanisad itu memberikan petunjuk singkat mengenai soal- soal yang berikut:

  1. Pemilihan tempat untuk melatih yoga;
  2. Pemilihan iklim dan kondisi lingkungan;
  3. Jenis penyesuaian badan;
  4. Jenis sikap mental;
  5. Kedudukan dan sikap badan;
  6. Petunjuk-petunjuk pertama sebagai tiang- semboyan diperjalanan (tanda–tanda yang menunjukkan jalan).

Suatu tempat yang ideal untuk melakukan YOGA adalah suatu tempat dimana alam tersenyum paling manis, ditepi laut, ditepi sungai dilereng gunung atau bukit, ditengah hutan, didekat sebuah kolam atau danau, disebuah taman atau kebun, kalau mungkin berdekatan dengan sungai kecil, aliran air, air terjun, dibaah pohon rindang dan sebagainya.

Dalam hubungan ini dikatakan dalam Sruti:

“Kecerdasan yang membedakan dengan tegas dan budi yang tetap dapat tercapai oleh orang bijaksana yang melatih dalam goa gunungdan berdekatan dengan sungai dan laut”

(Yajurveda XXVI. 15)

Tempat latihan harus rapi  dan bersih, bebas dari batu dan krikil, bebas dari duri dan tusukan, bebas dari debu dan tiupan angin kencang. Udara hendaknya jangan terlalu kering atau terlalu basah; jangan terlalu panas atau terlalu dingin. Tempatnya harus terlindung dari hujan. Udara harus bersih. Keadaan lingkungan harus bebas dari kesibukan sehari-hari dan gangguan kehidupan di kota.

Bilamana tidak ada tempat sunyi, orang juga dapat duduk teras atau atap rumah, dari mana kelihatan binatang–binatang atau warna–warna fajar dan senja. Kamar-kamar modern dengan AC juga cukup baik, asalan cukup luas dan dihiasi dengan mebel alamiah. Hiasan yang dibuat oleh manusia hendaknya dihindarkan dan diganti dengan benda-benda yang langsung diambil dari alam. Jangan ada patung atau lukisan yang menggambarkan kebesaran dalam sejarah atau mitos ditempat latihan yoga, keagungan Tuhan harus di resapi dan bukankebesaran manusia dan perbuatanya. Manusia ada tempatnya dalam masyarakat, begitu pula perbuatanya  dan namanya yang harum, tetapi jangan ditempat YOGA.

Seorang yang melatih Yoga, dalam keadaan-keadaan sukar, harus menentukan sendiri dengan bebas jalan mana yang akan ditempuh olehnya untuk menghadapi rintangan- rintangan.

Bagaimana pakaian seorang yogin?

Hal ini merupakan soal pribadi. Ia boleh memilih sendiri antara telanjang bulat, atau pakaian ringan yang cocok dengan hawa lingkungan. Pilihhan tergantung pula dari kesehatan dan ketahanan seorang yogin. Normal dan dalam kondisi yang dicita-citakan, seorang yogin harus cukup tabah terhaadap dvandva dan harus keball terhadap perubahan lingkungan. Tetapi ingatlah, seorang yogin tidak melawa alam, ia bukanlah pemberontak. Alam terlalu kuat, terlalu berkuasa untuk selalu ditentang. Dan karena itu, seorang yogin menerima kekalahan dengan senang hati, tetapi ia menjadi tabah dan dengan segala kerendahan hati ia mohon berkat alam untuk latihannya.

Pakaian hendaknya dibatasi pada keperluan minimal. Biasanya sebuah cawat sudah mencukupi, bilamana latihan harus ditampilkan di muka orang lain. Bilamana sendirian, sebuah cawat pun tidak diperlukan dan mungkin mengganggu sehingga dapat ditanggalkan pula. Latihan yoga tidak dimaksudkan sebagai tontonan untuk orang lain. Sikap seorang yogin adalah murni dan suci terhadap badanya sendiri. Seorang yogin tidak merasa malu karena telanjang dan tidak menghiraukan telanjangnya orang lain, ia tidak mendapat ransangan indera sexual dari badan jasmani dan rohaninya sendiri. Tetapi ia harus waspada dalam  segala detil. Ia adalah hakim dirinya sendiri.

Dari telanjang bulat sampai berpakaian dapat dipakai apa saja. Tetapi pakaian tak boleh mengganggu dalam usaha mencapai kemantapan, ketabahan, dan ketenangan pikiran; pakaian tidak boleh mengganggu napas bebas. Bilamana hawanya dingin dan berangin, sebaiknya pintu, jendela, dan pakaian disesuaikan.

Seorang yogin juga tidak diharuskan menyediakan waktu khusus untuk latihannya. Bulan manapun, hari manapun, jam manapun, dapat dipilih untuk latihan dan untuk Samadhi. Dengan sendirinya dinegeri tropica jam-jam pagi buta (satu atau dua jam sebelum matahari terbit)  adalah paling baik untuk mulai dan sebelum matahari menjadi panas hendaknya latihan diakhiri.

Sebelum mulai, seorang yogin harus menentukan bagi dirinya sendiri bahwa ia sudah tidur cukup lama. Ingatlah bahwa pemusatan pikiran, renungan, samadhi, dan kemantapan pikiran, adalah berlaianan sekali dari perasaan ngantuk, setengah tidur dan sebagaianya. Maka dari itu perlu sekali bahwa seorang yogin sudah cukup tidur sebelum ia mulai dengan latihannya. Tidur nyenyak selama empat sampai tujuh jam akan mencukupi dalam kebanyakan hal. Bilamana seorang tidur lebih dari apa yang diperlukan maka badan akan merasa lesu. Seorang yogin mulai latihan pada saat keaktifan yang tertinggi. Maka dari itu waktu pagi buta adalah paling baik untuk melatih, atau kadang-kadang larut malam, bilamana semua orang sudah tidur. Begitulah pula bilamana seorang yogin mengakhiri latihannya ia tidak merasa lelah, tapi sebaliknya gembira, segar, dan senang.

Seorang yogin harus selalu bersih dan karena itu ada baiknya untuk mandi dahulu sebelum mulai latihan, atau cuci muka, tangan dan kaki. Bilamana hawa panas ada baiknya untuk mandi dengan air dingin.

Sebelum mulai, seorang yogin berdoa kepada Tuhan untuk mohon bantuan dalam membersihkan dan menyembuhkan dirinya dari segala kelemahan. Ia dapat mengucapkan mantra suci yang berikut dari Atharvaveda:

“Nih duh armanyah”:

Semoga semua kekurangan dan kelemahan hilang.

“Urja madhumati vak”:

Semoga pembicaraanku manis dan kuat.

“Madhumatim vacam-udeyam”:

Semoga pembicaraanku selalu mengungkapkan kata-kata manis.

“Susrutau karnau, bhadra-srutau karnau bhadram slokam sruyasam”:

Semoga kedua telingaku tak mendengar keburukan, semoga pendengaranku selalu suci dan utama, semoga didengarkan hal yang baik dan ramah–tamah.

“Rujas ca venas-ca ma hasistam”:

Samoga sinar dan kemegajhan tidak meniggalkan diriku.

Asatapam me hrdayam:

Semoga hatiku bebas dari kesusahan.

“Ma mam Pranah hasim”:

Semoga prana-ku tidak meniggalkan diriku.

“Apanah avahaya ma para-gat”:

Semoga apana-ku tidak meniggalkan diriku di belakang.

“Svasti – adya – usaso dosas – ca sarva apah sarvagano asiya”:

Oh, air (Tirta) ! Semoga hari ini berbahagia bagiku; semoga wara nugraha dilimpahkan kepadaku sepanjang hari dan malam dari segala sudut dan segala jenis.

(Atharva : dari XVI, ii sampai iv)

Kini dengan kepercayaan diri dan Tuhan diatas, si pelajar, si penganut, sang yogin yang sedang berkembang, boleh mulai menjalankan beberapa latihan agar badan dan pikirannya sehat, tangkas, dan cakap. Latihan dalam rumah disebut pula asanas atau siakp- sikap yang bilamana dilakukan, menjamin seorang cakap untuk latihan yoga. Latihan ini untuk memelihara kebugaran fisik bukan merupakan asana yoga selaku demikian. Yoga mulai dengan asana, pranayama, dan JAPA, yang ketiganya diselaraskan dan dikombinasikan sati sama lain.

Dibawah ini akan diuraikan beberapa asanas (bukan asana-yoga), tetapi dapat amat membantu dalam memperkembangkan dadan dan menghilangkan rasa kaku dari otot, urat, dan tulang. Asanas ini menyelaraskan sistem urat saraf, membantu dalam meluruskan otot-otot kaki, punggung, leher, tulang belakang, dan pinggang. Latihan ini melancarkan peredaran darah dan membantu pekerjaan kelenjar intern, khususnya kelenjar thyroid. Beberapa asana melatih pinggang dan menghindarkan gangguan perut besar (misalnya halasana). Berat badan dinormalkan dan metabolisme (pergantian zat) diperbaiki dengan sirsa-asana (sikap terbalik); untuk tulang belakang, untuk rasa sakit seperti encok, rasa kaku di otot dan urat pinggang, amat baik melatih dhanuh-asana atau sikap sebagai busur. Untuk menghilangkan gemuk yang berlebihan, untuk tulang belakang, untuk perut amat berguna melakukan pascimottana-asana. Supta vajra-asana amat berguna untuk meluruskan paha dan perut; asana itu memperluas rangka dada, menghindarkan konstipasi (sembelit) dan memperbaiki pencernaan. Untuk lumbaga (sakit pinggang) kami anjurkan halasana, salabha-asana dan sava-asana.

Dalam hal wanita ada asana tertentu yang dianjurkan untuk memperbaiki gangguan haid; bhujangga-asana; hala-asana, matsya-asana, pascimottana-asana, dan sarvanga-asana. Tetapi bilamana gangguannya yang keterlaluan, maka lebih baik asana ini ditinggalkan. Selama waktu kotoran kain lebih baik beristirahat dan jangan melakukan asana yang berat. Duduklah seenaknya saja dengan melatih nafas.

Biasanya saya tidak menasehatkan orang yang menderita sakit jantung untuk melakukan latihan ini. Sedikit pemijatan otot-otot di sekitar jantung dan baiknya; orang dapat berdiri dan memegang sebuah tembok disudut dengan kedua tangan, lalu melambaikan badan berturut-turut ke kiri dank ke kanan, kira-kira lima puluh sampai seratus kali; latihan ini amat baik untu otot-otot jantung.

Untuk orang yang terlalu gemuk dianjurkan bhujangga-asana, hala-asana, pascimottana-asana, pada-hasta-asana, dan salabha-asana. Terdapat penyakit wasir orang dapat melatih hala-asana, matsya-asana, dan sarvanga-asana. Tidak seorangpun dapat membantu anda dalam hal memilih asana. Sifatnya lebih bersifat prepentif (menghindarkan) daripada kuratif (menyembuhkan). Orang harus selalu sedikit berhati-hati terhadap pernyataan-pernyataan tentang penyembuhan. Ingatlah bahwa tak dapat diharapkan mujizat, orang harus melatih dengan tekun dan seksama sambil memperhatikan hasilnya.

Janganlah berlatih berlebihan, terutama bilamana usia anda sudah lanjut (55 tahun atau lebih) atau bilamana anda menderita tekanan darah tinggi, sakit jantung, tuberculose atau kanker, ataupun bilamana anda ada luka-luka atau keseleo.

2.2 ATURAN DALAM ASANA

  1. Sebelum melakukan asana, lakukan mandi setengah (vyapaka saoca) ataupun mandi biasa. Mandi setengah juga harus dilakukan sebelum meditasi regular harian, jika asana dilakukan segera setelah mandi harian maka tidak perlu lagi melakukan mandi setengah untuk kedua kalinya.
  2. Jangan melakukan asana diruang terbuka, karena ini bisa menyebabkan kontak langsung dan karenanya mengakibatkan masuk angin. Ketika melakukan asana di dalam ruangan perhatian harus diberikan agar jendela tetap terbuka sehingga pertukaran udara lancer.
  3. Jangan biarkan asap memasuki ruangan. Semakin sedikit asap semakin baik.
  4. Pria harus menggunakan kaopiina (laungota, sejunis pakaian dalam pria) dan seharusnya tidak ada pakaian lain lagi yang dikenakan selain ini. Wanita harus menggunakan pakaian dalam dan bra yang ketat.
  5. Lakukan asana di atasa selimut atau alas.jangan lakukan asana di atas lantai tanpa alas. Karena bisa menyebabkan masuk angin dan sejumlah hormone yang dihasilkan pada saat melakukan asana bisa saja rusak.
  6. Lakukan asana hanya pada saat nafas mengalir melalui lubang kiri ataupun kedua lubang hidung, jangan lakukan asana saat hanya lubang hidung kanan yang terbuka.
  7. Konsumsi diet sattvika. Tetapi bagi mereka yang merasa kesulitan untuk menghentikan kebiasaan mengkonsumsi makanan rajasika, bisa untuk beberapa lama mengkonsumsi sepotong kecil myrobalan (myrobalan jenis kecil lebih baik), atau bahan lain yang punya manfaat yang serupa, setelah makan. Tetapi bagaimanapun prosedur ini tidak berlaku di daerah beriklim dingin.
  8. Jangan cukur rambut di ketiak dan di selangkangan.
  9. Kuku di jemari tangan dan kaki harus dipotong pendek.
  10. Jangan melakukan asana pada saat perut masih penuh. Dilarang melakukan asana dua setengah sampai tiga jam setelah makan.
  11. Setelah melakukan asana lakukan pemijatan dengan seksama pada daerah lengan, kaki dan seluruh tubuh, khususnya bagian tulang sendi.
  12. Setelah selesai pemijatan lakukan shavasana (sikap mayat/relaksasi) selama paling tidak dua menit.
  13. Setelah shavasana jangan bersentuhan langsung dengan air selama paling tidak sepuluh menit.
  14. Pelaku asana seharusnya tidak memijat tubuhnya dengan minyak. Jika inginkan sedikit minyak bisa saja dioleskan dengan halus di permukaan tubuh.
  15. Setelah berlatih asana, disarankan untuk berjalan-jalan di tempat yang sunyi selama beberapa lama.
  16. Setelah selesai asana tidak boleh langsung melakukan praktek pranayama.
  17. Jika perlu untuk keluar ruangan segera setelah selesai asana dan jika suhu tubuh belum turun kembali ke suhu normalnya, atau jika terdapat perbedaan antara suhu ruangan dengan suhu di luar, maka tutuplah badan dengan baik saat keluar. Jika dimungkinkan tarik nafas dalam-dalam saat masih didalam ruangan dan keluarkan nafas setelah tiba di luar. Dengan jalan demikian maka masuk angin akan terhindarkan.
  18. Tidak ada larangan bagi praktisi asana untuk berolah raga atau lari, tetapi tidak boleh dilakukan segera setelah selesai asana.
  19. Tidak ada aturan akan lubang hidung bagi sejumlah asana, berikut:

Padmasana (pose lotus), siddhasana (pose sempurna), ardhasiddhasana (pose setengah siddha), bhojanasana (duduk kaki bersilang), viirasana (pose pemberani), diirgha pranama (pose sujud), yogasana (pose yoga), dan bhujaungasana (pose ular).

  1. Untuk semua asana tersebut dimana tidak ada aturan akan lubang hidung maka juga tidak ada batasan jenis diet.
  2. Selama menstruasi, mengandung dan dalam masa satu bulan setelah melahirkan, wanita tidak boleh melakukan asana atau latihan yang lain. Khusus asana yang diperuntukan dalam dhyana (meditasi) bisa dilakukan dalam kondisi apa saja. Padmasana, siddhasana, dan viirasana adalah asana yang tepat untuk dhyana dan dharana.

2.3 SIKAP ASANA

  1. SARVANGA – ASANA (SIKAP BERDIRI DI ATAS BAHU)

Sikap atau asana ini banyak menyerupai latihan “sepeda” yang terkenal dan banyak dilakukan oleh para olahragawan; untuk latihan sepeda itu anda lalu mengangkat pinggang dan menyokongnya dengan tangan, kemudian kaki digerakkan seperti orang mengendarai sepeda. Perbedaan sarvanga-asana dari latihan sepeda adalah bahwa kaki tidak digerakan, kaki tinggal lurus dan sikap dipertahankan. Pada akhir sarvanga-asana, anda dapat melakukan latihan sepeda pula; hal ini ada baiknya.

Asana itu dapat dilakukan di atas lantai bersih, di atas sebuah tikar, atau di atas tempat tidur kayu (atau panggung, takhat). Berbaringlah diatas punggung, ada baiknya meletakan sebuah selimut yang dilipat dibawah tengkuk. Lengan diluruskan disamping badan dengan tapak tangan diatas tanah.

Angkat kaki dan pinggang perlahan-lahan tanpa memisahkan kaki satu dan yang lain sampai tercapai sudut siku-siku dengan lantai. Untuk mencapai sudut siku-siku, anda harus mengangkat kaki, pinggang, punggung, dan badan secara vertikal. Tempatkanlah tangan dibawah pinggang dan dukunglah sikapnya dengan lengan atas atau siku. Kaki dan punggung harus vertikal, bilamana badan anda normal. Tetapi bilamana anda terlalu gemuk atau berusia lanjut, maka mungkin anda tidak daapat mencapai sikap vertikal. Janganlah menghirau hal itu. Berusahalah untuk berdiri sedapat mungkin vertikal tanpa terlalu memaksakan diri. Ingatlah bahwa sikap vertikal hanya merupakan cita-cita. Dalam hal itu hanya kepala, tengkuk dan lengan atas dan siku berada diatas tangan. Bagian atas dada tertekan terhadap dagu.

Dengan sikap vertikal ini, cobalah untuk memandang langit-langit dan merasakan seakan-akan mencoba untuk menyentuhnya dengan jari-jari kaki. Sebagai permulaan cobalah sikap ini selama sepuluh detik dengan mengucapkan mental (tanpa suara), satu kali ke-tujuh-(saptaka) wyahrti, ialah:

OM Bhuh OM Bhuvah Om Svah

OM Mahah OM Janah OM Tapah OM Satya

(10 detik)

Sesudah tiga hari cobalah sikapnya lebih vertikal (tegak), tetapi jangan memaksa, dan perpanjanglah waktunya menjadi dua puluh detik atau dua kali vyahrti saptaka yang tersebut diatas. Kemudian perpanjanglah waktunya tiap minggu dengan sepuluh detik. Akhirnya bertahanlah dalam sarvanga-asana selama tiga menit (15 sampai 20 vyahrti saptaka). Hasil ini sudah cukup untuk seseorang. Saya pribadi ingin menasehati tiap orang untuk jangan melampaui sepuluh menit. Setelah pelaksanaan yang baik, anda sendiri merasa bahwa penyokongan lengan tidak diperlukan lagi.

  1. HALA – ASANA (sikap bajak)

Sarvanga-asana dapat diikuti dengan hala-asana. Berbaringlah dengan punggung di lantai seperti dalam hal sarvanga-asana.

Rapatkan kaki, angkatlah perlahan-lahan sampai vertikal (tegak); kini dalam sikap ini cobalah membawa kaki lurus ke belakang sampai mengenai tanah di belakang kepala. Inilah sikap Bajak, karena rupanya seperti sebuah bajak India.

Dalam sikap ini tahanlah lengan kaku dengan tapak tangan menekan lanta. Kaki jangan berpisah, terutama di lututnya. Bilamana kaki mencapai tanah, cobalah mendorongnya ke belakang.

Ingatlah, bilamana badan anda gemuk, maka tak mungkinlah jari kaki anda mencapai tanah di belakang kepala anda. Jangan lah hal ini dihiraukan cobalah melaksanakan hala-asana biarpun hanya sampai separo jarak yang semestinya.

Tahanlah sikap ini satu vyahrti saptaka penuh dan janganlah lebih dari tiga sampai lima saptaka. Satu menit lamanya mencukupi untuk seorang. Jangan memaksa diri dengan melampaui titik yang masih tercapai dengan mudah. Sesudah latihan ini kembalikanlah kaki dengan perlahan-lahan dalam sikap semula. Berbaringlah dengan tenang di atas tanah dan tarik napas dalam-dalam.

  1. BHUJANGGA – ASANA (sikap ular kobra)

Untuk sikap ini, berbaring lah dengan muka ke bawah, punggung ke atas, tapak tangan di atas setinggi bahu. Dahi anda mengenai tanah dan kaki ditahan kaku dan rapat selama latihan. Tegangkan juga bokong anda dengan sedapat mungkin rapat.

Kini angkatlah perlahan-lahan kepala anda dari tanah, seperti ular kobra yang mengangkat kepala. Tahanlah kaki dan perut sampai pinggang rapat di atas tanah. Hanya badan di atas pinggang yang di angkat.

Kini angkatlah dan turunkanlah kepala semudah mungkin. Sambil mengangkat kepala, mukak, leher, dan badan – atas mengikutinya. Cobalah melihat langit-langit dengan mata (pasti dengan sudut enam puluh derajat terhadap kaki langit). Demikianlah anda menyerupai seekor ual kobra yang mengangkat kepalanya.

Cobalah sebanyak mungkin menggunakan punggung tanpa terlalu memaksakan diri. Pada permulaan tangan anda akan selalu harus membantu. Siapa tahu, sesudah melatih cukup lama, barangkali anda tidak akan memerlukan lagi bantuan tangan.

Cobalah menahan sikap kobra ini selama sepuluh detik atau satu vyahrti saptaka pada permulaan dan lambat laun dapatlah di tingkatkan menjadi satu menit atau enam vyahrti saptaka.

Sesudah melakukan asana ini bertiaraplah di lantai dengan muka ke bawah seperti pada permulaan. Ulanggilah asana ini sampai tiga atau lima kali. Akhirnya redakan diri dengan bertiarap sambil bernafas dalam dan beristirahat sedikit. Kemudian baiklah dengan punggung di atas lantai atau tikar dan adakan latihan nafas.

  1. DHANUH – ASANA (sikap busur)

Untuk sikap ini bertiaraplah. Luruskan lengan dan tangan di atas kepala, luruskanlah pula kaki diujung yang bertentangan, kaki menyentuh kaki, lutu menyentuh lutut, tangan menyentuh tangan, badan lurus seluruhnya. Kini bawalah lengan dan tangan ke belakang, angkatlah kaki dan peganglah kedua pergelangan kaki setinggi mungkin, pada waktu yang sama bengkokkanlah bagian muka badan, seolah-olah ingin menentuh tapak kaki dengan belakang kepala.

Cobalah pada permulaan awal menahan sikap ini selama sepuluh detik. Lepaskanlah pergelangan kaki, tiarap seperti pada permulaan, lalu ulangilah sikapnya selama sepuluh detik. Lakukan latihan ini selama satu minggu.

Selama minggu yang berikutnya anda akan dapat bertahan kira-kira setengah menit dan sesudah melatih sebulan, anda akan dapat bertahan satu setengah menit, yakni selama menghitung sampai seratus, atau anda dapat 15 kali mengucapkan Vyahrti saptaka. Saya menganjurkan untuk jangan melebihi dua menit dengan asana ini.

Dalam melatih asana ini anda dapat beristirahat beberapa kali dengan tidak melepaskan pergelangan kaki. Saya menasehati anda untuk tiap 30 detik perlahan-lahan memutarkan leher dan kepala, seolah-olah anda ingin mendapat pandangan lengkap dari tembok muka atau kaki langit di depan.

Putaran leher ini akan sangat bermanfaat bagi anda. Sesudah menyelesaikan latihan ini, lepaskanlah pergelangan kaki, tiaraplah, istirahatkan diri dan tarik nafas dalam. Kini lakukan lagi suatu Bhujangga-asana (sikap kobra).

Dalam pelaksanaan Dhanuh-asana sebetulnya kedua kaki harus dirapatkan, tetapi tiadalah salah bilamana kaki dipisahkan sedikit satu dari yang lain dan kemudian dikumpulkan lagi. Pada akhir latihan, kaki harus diturunkan, sambil masih memegang pergelangan kaki dengan tangan dan tumit diturunkan sampai menyinggung bokong.

  1. SALABHA – ASANA (sikap belalang)

Tiaraplah di atas tikar atau lantai, muka ke bawah, di atas perut. Luruskan lengan dan tangan disamping badan dengan buka jari ke bawah. Tapak kaki terbuka ke atas. Dengan menekan lengan dan tangan terhadap lantai, angkatlah kedua kaki. Tahan kaki tinggi selama sepuluh detik (satu vyahrti saptaka). Mula-mula kaki di angkat 100 kemudian sesudah melatih dua minggu sampai 200, akhirnya sampai 300 dan kadang-kadang bahkan sampai 450. Sikap ini menyerupai seekor belalang dan karena itu disebut sikap belalang.

Salabha-asana lebih mudah dilaksanakan, bilamana kedua belah tangan diletakan di atas tanah, lurus di sebelah badan dengan tapak tangan ke atas. Punggung tangan dan lengan bawah lalu dapat dipakai untuk menekan tanah, bilamana mengangkat kaki dan bagian bawah badan.

  1. PASCIMOTTANA – ASANA (sikap merengang ke muka)

Berbaringlah atas punggung, kaki lurus dan rapat. Lalu naikakanlah badan perlahan-lahan sampai duduk. Hanya badan bagian atas yang boleh bergerak janganlah kaki. Sesudah bernapas dalam, keluarkan napas sepenuh mungkin dan bungkukanlah ke muka sambil memegang jari kaki dengan jari tangan. Bila mungkin singgunglah lutut dengan muka.

Orang yang kurus dapat dengan mudah menyinggung lutut dengan mukanya, tetapi orang yang gemuk akan mengalami kesulitan untuk melakukannya. Janganlah hal ini dihiraukan, sejauh mungkin tanpa memaksa diri.

Orang-orang yang amat gemuk, mungkin tidak dapat memegang jari kaki dengan jari tangan. Tidak apa. Berbuatlah sejauh yang anda bisa dan peganglah pergelangan kaki. Tahanlah sikap ini lima sampai tujuh detik sambil mengucapkan vyahrti saptaka secara mental. Lambat laun anda akan dapat memperpanjang sikap ini, tetapi saya anjurkan jangan lebih lama dari satu menit atau tujuh saptaka.

Lalu lepaskan jari kaki, duduk biasa tarik napas dalam, beberapa kali dan beristirahat setengah menit.

  1. PADA – HASTA – ASANA (Berdiri membungkuk ke muka)

Sesudah melakukan Pascimottana-asana (yang diuraikan diatas) orang dapat selanjutnya melakukan suatu asana yang hampir sama, ialah Pada Hasta Asana, yang dilaksanakan sambil berdiri. Berdirilah tegak dengan tangan di angkat ke atas. Lalu perlahan-lahan dan seenak-enaknya membungkuk ke muka sambil menurunkan tangan dan kepala serta badan bagian atas. Bagian bawah badan dan kaki tinggal tegak. Kini terunkanlah tangan dan cobalah menyinggung jari kaki.

Pada beberapa hari pertama anda mungkin tidak dapat mencapai jari kaki, tetapi setelah melatih sedikit, anda akan dapat melaksanakannya. Tahanlah sikap ini lama sampai sepuluh detik (satu vyahrti saptaka) dan cobalah menyinggung lutut anda dengan kepala.

Sesudah itu beristirahatlah beberapa detik dan ulangilah asana ini tiga sampai lima kali. Selesaikanlah asana ini dengan dua atau tiga kali pranayama (tarik dan keluarkan nafas).

  1. ARDHA – MATSYENDRA – ASANA (sikap berputar)

Duduklah diatas lantai dan luruskan kaki anda. Kini angkatlah dan bengkokkan kaki kiri dan letakan di lipat paha terhadap perinenum (diantara dubur dan kandung buah-zakar). Bawalah kaki kanan ke atas kaki kiri dan letakan diatas lantai. Tangan kiri lalu memegang jari kaki kanan di luar lutuk kanan. Putarlah badan dan kepala untuk dapat melakukannya, tangan kanan yang bebas ditaruh dibelakang dengan tapak keluar. Sikap ini mempengaruhi tulang belakang dari sudut baru, karena memutarnya dari sisi.

Tahanlah sikap ini bermula beberapa detik. Setelah melatih beberapa hari sikap ini dapat diperpanjang sampai 15 detik (dua vyahrti saptaka), 30 detik (4 saptaka) dan akhirnya satu menit (7 sampai 8 saptaka). Maksimal saya menasehatkan dua menit dan jangan lebih. Untuk dapat melaksanakan asana ini diperlukan latihan dengan agak sabar.

James Hewitt mengusulkan suatu perubahan dengan memakai kursi, bagi mereka yang mengalami kesulitan untuk melaksanakan secara murni. Ia mengatakan; mereka yang mengalami kesulitan dapat mencapai hasil yang sama dengan duduk diatas sebuah kursi, lalu memutar diri dan memegang ujung-ujung kursi dengan kedua tangannya. Jangan gerakan kaki dan pinggang. Putar kepala dan bagian atas badan sejauh mungkin tanpa terlalu memaksa.

  1. VAJRA – ASANA (sikap teguh)

Berlututlah dengan kedua lutut rapat dan bokong bersandar diatas kaki yang tapaknya terbuka keatas. Letakkanlah kedua tangan diatas lutut.kepala tinggal tegak dan punggung lurus.

Asana ini harus dilatih terus sampai tidak dialami kesulitan lagi untuk melaksanakannya, tetapi selanjutnya asana ini harus diikuti suatu asana lain yang bernama Supta-Vajra (sikap panggul).

  1. SUPTA – VAJRA – ASANA (sikap panggul)

Sesudah Vajra-asana langsung disusul Supta-vajra-asana. Duduklah dalam sikap Vajra-asana, lalu rebah perlahan-lahan ke belakang tanpa merubah kaki. Tangan dan siku harus dipakai untuk membantu dan menghindarkan badan jatuh. Turunkan bahu sampai tercapai lantai, tangan boleh diluruskan ke atas kepala dengan tapak ke atas. Asana ini agak sulit bagi mereka yang badannya belum lemas. Saya tidak dapat langsung menganjurkannya kepada siapapun; orang yang sudah mahir dapat melaksanakannya dan menahan sikap ini 10 detik (1 saptaka). Sesudah latihan berbulan-bulan lamanya orang dapat memperpanjangnya sampai 90 detik.

  1. DHANUH – VAJRA – ASANA (sikap busur teguh)

Duduklah dalam sikap Vajra-asana. Angkat tangan dan dibawa ke belakang, lalu bungkuklah perlahan-lahan ke belakang, kaki tinggal tetap. Cobalah memegang tumit kaki dengan tangan. Badan anda lalu membengkok seperti busur.

Tahanlah sikap ini selama 10 detik (satu saptaka) dan lambat laun perpanjanglah sampai setengah menit. Cobalah untuk menaruh tangan dibelakang kaki di atas lantai, kalau mungkin tanpa terlalu memaksa.

  1. MAYURA – ASANA (sikap merak)

Sikap ini sukar dan memerlukan keberanian. Hanya orang dengan badan ringan dan kuat dapat melaksanakannya.

Duduklah berlutut dengan lutut terpisah. Letakanlah tapak tangan diatas lantai dengan jari yang menunjuk ke kaki, pergelangan tangan satu disamping yang lain.

Majukan badan kedepan dan luruskan kaki sampai badan mencapai keseimbangan dalam sikap lurus sambil bertumpu pada tangan dan siku.

Tahanlah sejenak, lima detik mencukupi. Anda dapat lambat laun memperpanjangnya menjadi 30 detik. Turunkanlah kaki perlahan-lahan, bertumpu pada lutut, istirahatkan tangan dan siku. Bernapaslah dalam-dalam.

  1. PADMA – ASANA (sikap teratai)

Duduklah dengan nyaman di atas tikar atau diatas lantai. Tahan badan tegak dan tetap. Taruh tiap kaki diatas paha yang lain dengan tapak ke atas. Orang-orang gemuk akan mengalami kesulitan, tetapi setelah latihan berulang kali, sikap ini dapat dilanjutkan berjam-jam lamanya. Maka dari itu sikap ini baik sekali untuk pranayama, meditasi, dan kontemplasi. Orang yang mengalai kesulitan dapat melaksanakannya setengah jalan, yaitu: kaki tidak diletakan diatas paha yang lain, tetapi diantara kedua paha dengan menutup kemaluan. Mereka dapat bertahan dalam sikap ini selama 10 detik (satu saptaka) dan lambat laun memperpanjangnya menjadi satu menit (8saptaka).

  1. MATSYA – ASANA (sikap ikan)

Sikap ini dapat mengikuti sikap padma-asana. Duduklah dalam padma-asana, bengkokkan badan ke belakang sampai badan bersandar kepada kepala dan cobalah memegang jari kaki.

Punggung membengkok sebagai busur dan dada menonjol ke atas. Bilamana lelah, berbaringlah dengan lengan dibawah kepala. Sikap ini disebut sikap ikan, karena orang berpendapat bahwa orang dapat terapung dalam sikap ini dalam sungai atau laut.

  1. BADDHA – PADMA – ASANA (sikap teratai guru)

Sikap ini dapat menyusuli sikap padma-asana dalam latihan kita. Duduklah dalam padma asana, silangkan tangan di belakang punggung dan peganglah ujung jari kaki kalau mungkin. Dengan sendirinya sikap ini amat sulit untuk dilaksanakan, tetapi cobalah sedapat-dapatnya. Bilamana dikatakan tadi peganglah “jari-jari kaki” maka yang dimaksudkan bahwa lengan kanan mencoba memegangi jari kaki kanan dan jari kaki kiri dipegang dengan tangan kiri. Tahanlah diri dalam sikap ini selama 10 sampai 30 detik.

  1. KUKKUTA – ASANA (sikap ayam jantan)

Sikap ini dapat juga menyusuli sikap padma-asana. Duduklah dalam sikap padma-asana dengan kaki bersilang di atas paha. Lalu perlahan-lahan masukkan tangan diantara lutut dan paha. Tahan kaki bersilang di atas paha dan cobalah mengangkat diri dengan bersandar pada tapak tangan. Jadi anda berdiri diatas tangan dengan kaki bersilang di atas paha. Bilamana badan anda ringan dan anda sudah mahir dalam sikap padma-asana maka sikap ayam jantan ini tidak akan menimbulkan banyak kesulitan. Duduklah dalam sikap ini selama 30 detik sampai 2 menit. Cobalah membuat beberapa langkah dengan tapak tangan.

  1. UTTANA – KURMAKA – ASANA (sikap penyu)

Sikap ini dapat menyusul sikap Kukkuta-asana. Duduklah dalam sikap padma-asana, masukanlah tangan diantara lutut dan paha seperti dalam sikap Kukkuta-asana, tetapi kali ini janganlah berdiri diatas tangan, melainkan mencoba memegang tengkuk dan pertahankan keseimbangan sambil bersandar pada bokong dan belakang punggung.

Asana ini memerlukan banyak latihan dan hanya dapat dilaksanakan oleh orang dengan badan ringan dan langsing.

  1. SIRSA – ASANA (sikap badan terbalik)

Dalam sastra sikap ini dan manfaatnya banyak dibicarakan. Dalam hal ini anda harus berdiri tegak, bukan atas kaki, melainkan atas kepala. Pada permulaan awal anda dapat bersandar pada tembok. Selalu letakkanlah bantal empuk dibawah kepala supaya jangan sakit (dapat pula dipakai selimut atau handuk tebal yang dilipat.

Sebagian dari tekanan badan atas kepala dapat didukung dengan tangan. Dengan latihan sedikit beberapa hari saja, anda sudah dapat berdiri atas kepala. Anda pada permulaan dapat minta bantuan seorang kawan untuk mempertahankan keseimbangan.

Pada permulaan asana ini dilaksanakan selama 10 detik saja (satu vyahrti saptaka), kemudian tingkatkanlah sampai tiga puluh detik. Ada orang yang sudah mahir yang mempertahankan sikap ini sampai lima belas menit, tetapi pada umumnya saya nasehati untuk jangan berdiri lebih dari tiga menit dalam sikap ini. Janganlah memaksa diri. Pada akhir asana ini darah mengalir ke kepala. Sesudah turun dari sikap ini, berbaringlah dalam sikap sava-asana selama lima menit sambil melakukan pranayama perlahan-lahan.

Sambil kembali dari sikap ini anda mungkin merasa pusing sedikit, tetapi hal ini tak perlu dipikirkan dan segera akan hilang.

Tidak perlu bagi anda untuk melatih semua asana ini. Terserah kepada anda untuk memilih asana-asana. Misalnya anda dapat mulai dengan sarvanga asana (satu menit) lalu meneruskan dengan hala-asana sedapat mungkin. Lalu beristirahat 15 detik. Lalu laksanakanlah bhujangga-asana dan lanjutkanlah dengan dhanuh-asana selama setengah sampai dua menit. Kemudian beristirahat secukupnya. Kemudian cobalah pascimottana-asana (satu menit) dan satu atau dua asana pilih sendiri.

Ada ratusan sikap-sikap lagi selain yang diuraikan diatas; anda dapat memikirkannya sendiri untuk melatih tiap bagian badan.

Tetapi perhatikanlah, jangan pernah terlalu memaksa dan melelahkan diri. Kelemahan anggota badan ada batasnya, jangan coba-coba melampauinya. Anda tidak dapat melawan alam. Cobalah untuk berdamai dengan alam; hadapilah alam dengan rayuan, berhati-hati dan cinta.

Potensi (kemampuan) manusia memang benar sekali, tetapi dalam batas-batas yang ditentukan oleh alam bagi anda. Anda adalah hakim diri sendiri. Belajarlah latihan-latihan ini dari seorang yang sudah yang sudah mahir dan berpengalaman dalam melatihnya.

Petunjuk jalan yang paling baik adalah keadaan badan dan kemampuan mental anda sendiri. Badan anda merupakan sebuah peralatan suci sang diberikan kepada kita dengan beberapa kontrol yang perlu diperhatikan. Ingatlah badan ini kepunyaan anda sendiri dan anda mempunyai hak khusus untuk mempergunakannya. Badan ini dapat merupakan sumber kepuasan bagi anda, tetapi dapat pula merupakan neraka bagi anda, bilamana anda melalaikannya atau tidak memperdulikannya.

2.4 RILEKS

RILEKS (mengistirahatkan diri), sesudah melakukan suatu latihan badan yang berat adalah amat penting, bahkan hampir sama pentingnya dengan latihannya sendiri. Dalam masa kita sekarang ini yang teknologi dan ilmiah, kita bergerak dengan cepat dalam segala jurusan dan dengan demikian kita terlalu memaksakan sistem urat-saraf.

Keadaan ini memaksa penggunaan obat-obat penenang, obat tidur, alkohol, pertolongan seorang dokter ahli jiwa, dan sebagainya. Kebanyakan orang zaman sekarang menderita neurasthenia (sakit jiwa ringan) dan akhirnya banyak orang mewndapat sakit jantung, kanker, dan penyakit lainnya. Kita lebih banyak dilelahkan secara mental rohani dari pada fisik (jasmani) maka dari itu kita harus mengetahui cara bagaimana kita harus rileks.

Salah satu sikap yang amat membantu untuk rileks atau istirahat adalah sikap sawa-asana atau sikap mayat. Anda harus bersikap seolah-olah badan anda mati. Berbaringlah di atas punggung dengan kaki lurus. Letakan lengan dan tangan dismping badan.

Tutulah mata dan mulut. Bernapaslah perlahan-lahan, sama sekali jangan bergerak; berikanlah perintah mental (dalam pikiran) kepada semua anggota badan satu per satu, dari jari kaki sampai puncak kepala untuk beristirahat dan rasakanlah keredaan bagian-bagian badan itu satu per satu. Dengan sendirinya hal ini sulit dan memerlukan latihan. Untuk menggiatkan badan dalam sarvanga-asana lebih mudah daripada mendiamkan dan meredakan seluruh badan dalam sava-asana.

Sesudah anda dapat rileks fisik (jasmani) selama satu setengah menit, cobalah kini rileks mental (rohani); kosongkan segala pikiran kalau mungkin, buanglah segala pikiran, terutamayang menggangu; suatu tugas yang tidak mudah. Bilamana anda tak dapat melepaskan sesuatu pikiran, cobalah untuk menggantinya dengan suatu pikiran lain; kenangkanlah kasih sayang Tuhan; atau perbuatan baik seseorang terhadap diri anda, pikirkanlah sesuatu yang mulia. Lambat laun bersikaplah seperti tidur.

Anda mengetahui bagaimana seseorang meninggal dunia, tidak sekaligus, mula-mula kakinya menjadi dingin dan kematian berjalan terus berangsur-angsur dari bawah ke atas. Dalam sava-asana anda harus meredakan segenap badan dalam urutan yang sama, dari bawah ke atas.

Brhadaranyaka Upanisad memberikan uraian berikut mengenai seorang yang meninggal dunia. Dalam bahasa sehari-hari di Indonesia orang sering memakai perkataan “rileks” dalam arti “santai”, tetapi di sini dimaksudkan meredakan diri rohani dan jasmani dengan melepaskan segala ketegangan dan tekanan.

“Bilamana diri ini menjadi lemah dan pikiran menjadi kabur, bilamana demikian, napas-napas berkumpul dikelilingnya. Ia mengambil pada dirinya satuan-satuan tenaga itu dan turun ke dalam jantung. Bilamana pribadi dalam mata pergi dari situ, kembali (ke matahari) maka ia tidak mengenal bentuk-bentuk”,

“Ia menjadi satu”, kata mereka, “ia tidak meliat”,

“Ia menjadi satu”, kata mereka, “ia tidak mencium”,

“Ia menjadi satu”, kata mereka, “ia tidak mengecap”,

“Ia menjadi satu”, kata mereka, “ia tidak berbicara”,

“Ia menjadi satu”, kata mereka, “ia tidak mendengar”,

“Ia menjadi satu”, kata mereka, “ia tidak berpikir”,

“Ia menjadi satu”, kata mereka, “ia tidak meraba”,

“Ia menjadi satu”, kata mereka, “ia tidak mengetahui”,

“Ujung jantungnya menjadi bercahaya. Dengan cahaya itu berangkatlah diri sejati, entah melalui mata, atau melalui kepala, atau melalui bagian badan lainnya.

“Sesudahnya bilamana ia ke luar, kehidupan (prana) ke luar pula, semua napas keluar. Ia menjadi satu dengan kecerdasan. Segala apa yang mempunyai kecerdasan berangkatlah dengannya. Pengetahuannya, karyanya, kecerdasannya yang dahulu (naluri) memegangnya”.

(Brhada, IV, iv.1,2)

James Hewit dalam buku Yoganya telah menguraikan masalah rileks, sebagai berikut:

  1. Kulit kepala dan dahi
  2. Mata dan bola mata
  3. Rahang dan mulut
  4. Kerongkongan
  5. Bahu
  6. Dada
  7. Bisef (otot lengan atas)
  8. Bagian perut
  9. Lengan bawah
  10. Tangan dan jari-jari tangan
  11. Pangkal paha
  12. Kaki dan jari-jari kaki
  13. Keher
  14. Punggung atas
  15. Otot-otot bahu
  16. Trisef (tulang tangan)
  17. Bokong
  18. Otot paha
  19. Otot betis

Untuk melakukan sikap mayat diberikan nasehat supaya berbaring di lantai diatas sebuah selimut yang di lipat (jadi tanpa memakai bantal). Lepaskanlah segala pakaian yang menekan atau menggaggu. Baiklah berbaring telanjang sama sekali.

Untuk melakukan sikap mayat diberikan nasehat supaya berbaring di lantai diatas sebuah selimut yang di lipat (jadi tanpa memakai bantal). Lepaskanlah segala pakaian yang menekan atau menggaggu. Baiklah berbaring telanjang sama sekali.

Untuk rileks tidak mutlak perlu berbaring. Orang dapat juga rileks sambil duduk diatas kursi, bilamana anda berada dalam mobil atau bis. Tetapi rileks yang demikian itu tidak bersifat meneluruh. Pada waktu malam atau sesudah makan siang, anda dapat rileks dengan memegang buku suci, atau mungkin anda membaca syair, atau anda mengucapkan beberapa baris bagi diri sendiri. Istirahatkanlah semua otot sedapat mungkin. Istirahatkanlah pikiran anda. Cobalah menggunakan beberapa saat untuk rileks dalam kehidupan anda yang amat sibuk. Rileks tidak ada taranya untuk memulihkan seseorang, untuk mengembalikan kekuatannya. Dengan sendirinya tidur nyenyak merupakan rileks yang paling sempurna. Tetapi tidur merupakan suatu keadaan wajar yang setimpal, tidur tak dapat disuap dengan memakai obat.

Sikap paling baik untuk pranayama adalah siddha-asana. Tempatkanlah kaki kiri di antara dubur dan kandung buah zakar. Taruhlah kaki kanan diatas paha kiri. Duduklah tegak dan dengan nyaman. Lepaskan dan istirahatkan lengan dan tangan sekehendaknya sendiri.

2.5 PRANAYAMA

Patanjali memberikan definisi latihan prana atau energi vital yang dibutuhkan oleh setiap individu untuk hidup sehat. Ia hanya memperkenalkan empat (4) teknik pernafasan yang berguna untuk kesehatan, yaitu:

  1. Menarik dan menahan nafas
  2. Mengeluarkan nafas dan menahan nafas
  3. Menahan nafas seketika
  4. Menahan saat nafas keluar dan juga tahan nafas yang ada di dalam

Empat pranayama ini kemudian dikembangkan oleh para yogi dalam beberapa buku seperti Gheranda Samhita dan Hathayogapradipika, yang menjadi 8 jenis Pranayama.

Apakah Ada Doa atau Mantra dalam Pranayama?

Patanjali maupun teks-teks yang otentik sama sekali tidak diperkenalkan mantra-mantra atau doa-doa maupun kalimat-kalimat tertentu yang harus diucapkan saat melakukan latihan fisik yoga atau Asana hingga nama-nama dalam gerakan badan tersebut menggunakan bahasa Sansekerta walaupun seperti Padmasana yaitu bentuk gerakan badan seperti teratai, Ustrasan: diambil dari onta, Gomukhasan: diambil dari gerakan sapi, Sarpasan: diambil dari ular, Dhanurasan: diambil dari bentuk busur, oleh karena itu latihan fisik yang terdapat dalam teks-teks otentik yoga tidak diperkenalkan doa atau mantra kepada siapapun. Demikian pula gerakan tersebut tidak ada kaitan atau mewakili Dewa, ataupun bentuk pemujaan tertentu melainkan murni merupakan latihan fisik untuk hidup sehat.

Apakah Gerakan-Gerakan Yoga/Pranayama Ini Ada Dalam Buku Suci Hindu atau Pada Buku Veda?

Teknik gerakan Asana maupun Pranayama tidak tertulis pada Veda. Tidak ada satu mantra yang tertulis pada keempat Veda terutama Asana maupun Pranayama sehingga sangat jelas yoga merupakan sebuah metode untuk hidup sehat yang bisa diterapkan oleh siapa saja. Delapan jenis pranayama ini bertujuan untuk melatih pernafasan yang merupakan kunci hidup sehat. Tanpa latihan pernafasan tidak seorang pun di dunia ini mampu mengendalikan pikiran. Filsafat Pranayama adalah semakin manusia belajar teknik pernafasan, nafas semakin panjang dan dalam yang berjumlah 21.600 kali dalam 24 jam. Bila manusia bernafas lebih cepat maka lebih mudah terserang penyakit dan dapat mengurangi umur. Jika bernafas panjang dan dalam maka hidup akan lebih sehat dan tentunya akan berumur panjang.

Apakah Pada Saat Melakukan Pranayama Ada Doa atau Mantra-Mantra Tertentu?

Dalam empat teknik pernafasan yang diperkenalkan Patanjali sama sekali tidak menyebutkan kalimat-kalimat tertentu yang diucapkan, namun dalam teks-teks lainnya seperti Geranda Samhita dan Hathayogapradipika dijelaskan bahwa nafas manusia pun mengeluarkan sebuah kata. Pada saat manusia menarik nafas mengeluarkan suara SO, dan saat mengeluarkan nafas berbunyi HAM. Dalam bahasa Sansekerta SO berarti energi kosmik, dan HAM berarti diri sendiri (saya). Ini berarti setiap detik manusia mengingat diri dan energi kosmik. Anda bisa mengeceknya dengan nafas anda sendiri, apakah pada saat menarik nafas mengeruarkan suara SO dan HAM pada saat mengeluarkan nafas? Dalam teks Gheranda Samhita suara tersebut tidak termasuk dalam kategori mantra karena mantra harus terdiri dari dua baris, dan beberapa kalimat memiliki irama dan susunan kalimat yang sempurna dengan tujuan pemujaan kepada Dewa tertentu.

  1. Prinsip Pranayama

Nafas Semakin Pendek, Umur Semakin Berkurang

Pernafasan adalah sesuatu hal yang paling penting dalam aspek kehidupan. Sebuah fakta yang sangat mengejutkan bahwa banyak orang biasanya melupakan hal yang penting ini, yaitu “pernafasan” dan hanya mengingat hal-hal yang lainnya. Para Yogi ribuan tahun yang lalu memberdayakan pernafasan. Yogi Gheranda menyatakan “setiap orang dalam kondisi badan yang sehat, menarik nafas sebanyak 21.600 per hari”.

Jika pernafasan dikembangkan melalui latihan Pranayama maka akan bisa membuat umur panjang. Dan apabila menarik nafas sebanyak 21.600 per hari maka umur kita akan semakin pendek. Dalam filsafat yoga dikatakan: selama kita tidak mengerti tentang sistem pernafasan sebagaimana mestinya, kita tidak akan bisa hidup sehat dan berumur panjang. Latihan pernafasan tidak hanya penting untuk tubuh kita melainkan juga membantu meningkatkan ketenagan pikiran. Jika seseorang ingin hidup damai, ia harus melatih pernafasannya. Pada jaman sekarang, dimana hidup penuh dengan tekanan, kita mesti ingat dengan napas kita. Kita terjebak dengan kehidupan yang penuh dengan setres, yang sebenarnya bisa kita atasi dengan cara melatih pernafasan kita secara teratur. Patanjali, pendiri sistem yoga mengatakan, Pranayama adalah bagian penting ketiga dari yoga. Tanpa mendalami latihan Pranayama seseorang takkan mampu membersihkan dan menjernihkan tubuh dan pikirannya. Jika seseorang yang ingin maju dalam meditasi maka Pranayama sangat penting untuk dilakukan sebelum memulai meditasi.

  1. Manfaat Penting Pranayama

Pranayama merupakan sains tentang bagian dalam dari tubuh yang berkaitan langsung dengan energi kosmis yang memiliki kekuatan energi vital. Energi vital ini dilatih secara keseluruhan setiap pagi oleh para praktisi yoga. Pada saat energi vital ini dilatih dengan benar melalui prana maka kita akan memiliki full energy dan disucikan dengan api suci energi vital prana.

  1. Latihan Pranayama

Ada hubungan yang sangat penting antara Prana dan pernafasan. Prana tidak hanya masuk melalui pernafasan yang kita hirup, tapi juga terserap melalui chakra-chakra dan semua lubang tubuh kita. Karena itu kita perlu melakukan latihan pernafasan yang benar, sesuai dengan tujuan yang kita inginkan. Sebab lain tehnik pernafasan akan memberikan efek yang berbeda pula. Dalam latihan pranayama ini perlu sekali bimbingan Guru yang berwenang. Sebab tidak sama antara bernafas dengan Pranayama. Pranayama adalah kita melakukan pembersihan tubuh dan penghimpunan energi di dalam tubuh. Perlu tehnik dari Guru. Tiap orang juga memiliki kemampuan dan tehnik tidak sama, karena tiap orang tidak sama kondisi fisik dan mentalnya. Guru akan bisa melihat perbedaan ini. Jadi, jangan coba-coba lakukan tehnik dibawah ini sebelum mendapat tuntunan langsung dari seorang Guru yang terlatih.

Cara berlatih Pranayama, posisi tulang tegak dan rileks, tulang iga di naikan, menarik nafas pelan dan dalam, irama pernafasan yang teratur, waktu istirahat antara pernafasan teratur pula.

  1. Nadi Suddhana

Sebelum mulai melatih pranayama, kita harus melakukan tahap awal, yaitu membersihkan nadi- nadi halus. Agar pranayama yang kita hirup dapat masuk dengan baik ke jaringan tubuh kita. Hanya dengan demikian saja kita dapat memperoleh manfaat yang besar dalam pranayama. Pada umumnya pembersihan nadi itu merupakan kombinasi antara suatu pola pernafasan tertentu dengan suatu bija mantra Om, kenapa? Karena Om adalah pemberi kekuatan pada setiap manusia. Jadi, Om adalah maifestasi Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam vibrasi.

Caranya duduklah dengan sikap Padamsana atau Siddhasana, renungkanlah guru mu atau lihat foto guru mu dengan sujud, hormat, dan bakti pada guru mu. Tutup hidung kanan, tari nafas melalui lubang hidung kiri dengan megucapkan bija mantraOM” 1 kali, tahan dengan Om 4 kali dan keluarkan nafas dengan Om 2 kali, lakukan sebanyak 7 kali putaran. Lanjutkan dengan menutup hidung kiri, tari nafas melalui lubang hidung kanan dengan megucapkan bija mantraOM” 1 kali, tahan dengan Om 4 kali dan keluarkan nafas dengan Om 2 kali, lakukan sebanyak 7 kali putaran. Dan selanjutnya lakukan silih berganti antara hidung kanan dan kiri. Tariklah nafas melalui lubang hidung kiri (Ida) sambil dalam hati mengucapkan bija mantra YANG“ sebanyak 16 kali, diteruskan dengan menahan nafas dengan di sertai pengucapan bija mantra YANG“ di dalam hati sebanyak 64 kali, lalu mengeluarakn nafas melaui lubang hidung kanan (pingala) dengan mengcakan bija mantra YANG“ selam 32 kali. Api diangkat dari manipura cakar dan dipersatuakan dengan partiwi (alam). Kemudian menyusul penghisapan nafas melalui lubang hidung kanan panggala dengan bija mantra HRANG” sebanyak 16 kali, menahan nafas dengan bija mantra HRANG“ sebanyak 64 kali,  disusul dengan pengeluaran nafas dengan bija mantra HRANG“ sebanyak 32 kali. Selanjutnya pandanglah ujung hidung dan bayangkan cahaya rembulan,dan menghisap nafas melalui hidung kiri (Ida) dengan bija mantra TRANG“ sebanyak 16 kali menahan nafas dengan bija mantra VANG“ sebanyak 64 kali, dan fisualisasikan dirimu dengan nectar (air kehidupan/amerta), lalu di swlisasikan nadi-nadi mu telah di cuci bersih. Lalu keluarkan nafas melalui hidung kanan (pingala) dengan bija mantr VANG“ sebanyak 32 kali dan visualisasikan dirimu telah diperkuat.

  1. Sukha Purwaka

Sukha Purwaka adalah pranayama yang menyenagkan dan ringan, caranya sama dengan Nadi Suddhana, yaitu duduklah dalam sikap padmasana atau siddhasana. Tutup lubang hidung kanan dengan jempol tangan kanan.Menghisap nafas dengan melalui lubang hidung kiri dengan japa OM sebanyak tiga kali. Bayangkan bahwa sebenarnya anda menghisap prana. Lalu tutup lubang hidung kiri dengan jari manis dan kelingking tangan kanan. Tahan nafas dengan bija OM sebanyak 12 kali. Waktu menahan nafas bayangkan prana mengalir ke Muladhara cakra dan membangunkan Kundalini. Lepaskan jempol kanan dan keluarkan nafas melalui hidung kanan (pingala) dengan bija OM sebanyak enam kali.

Ulangi prosedur diatas tapi dimulai dengan menarik nafas dari hidung kanan. Ulangi dengan menarik nafas dari hidung kiri. Demikianlah prosedur latihan itu dilakukan secara bergantian sebanyak enam kali.Ke 6 kali latihan ini merupakan satu badak pranayama. Mula-mula lakukanlah enam badak pranayama dinpagi hari dan enam badak pada malam hari. Perlahan-lahan ditambah hingga 20 badak setiap kali duduk berlatih.Imbang pernafasan yaitu,menghisap,menahan,dan mengeluarkan nafas adalah 1:4:2. Jadi kalau menghisap,nafas lima kali OM,maka menahan nafas 20 kali Om,dan mengeluarkan nafas 10 kali OM.

Perlahan-lahan boleh tambah sendiri penahan nafas itu. Hati-hati melakukan penahanan nafas (kumbhaka),lakukan seenak mungkin, jangan memaksa diri, jangan terburu-buru lakukanlah dengan sabar. Dalam prana yama ini, konsentrasi yang mendalam mengambil baghian yang penting untuk membangkitkan kundalini. Teknik ini bisa dikombinasikan dengan mula bandha.

  1. Bhastrika

Latihan ini adalah pengeluaran nafas dengan cepat dan keras secara berturut-turut. Caranya duduklah dalam sikap padmasana atau siddhasana. Tutp mulutmu hisap dan keluarkan dengan cepat nafasmu 20 kali secara berturut-turut. Besarkan dan kempoiskan dada kalau mengisap dan mengeluarkan nafas. Setelah 20 kali, hisaplah nafas dalam dan tahan nafasmu selama mungkin dan seenaknya lalu nafas dikeluarkan dengan perlahan-lahan. Ini adalah satu babak dari Bhastrika.

Mula-mula kamu lakukan 10 kali pengisapan dan pengeluaran nafas secara berturut-turut untuk satu babak, jumlah ini kemudian ditambah sesuai kemajuan. Demikian pula namanya menahan nafas, semakin lama semakin terpanjang waktunya, tapi lakukan semua latihan ini dengan seenak dan sempurna. Mula-mula lakukanlah 3 babak untuk permulaan, jika sudah biasa lakukanlah 20 babak pagi hari dan 20 babak malam hari.

Penyebab penyakit

Di dalam tubuh kita memiliki lima jenis prana yang utama dan lima macam sub bagian prana dimana masing-masing prana bekerja sama dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya untuk mempertahankan tubuh dalam kondisi yang sehat. Jika terdapat gangguan di dalam tubuh akibat makanan maka prana ini akan segera menempati bagian tubuh tertentu. Akar penyebab dari segala macam penyakit di dalam tubuh adalah ketidak seimbangan energi prana atau energi vital. Prana semacam ini dapat membentuk udara dan mengganggu perut dan pencernaan, sehingga perut bisa menghasilkan gas beracun yang sewaktu-waktu bisa naik ke atas menuju kepala dan mengakibatkan sakit pada bagian kepala, seperti pusing, migren, vertigo, penyakit mata, setres, dan lain-lain. Jika udara itu turun kebagian bawah perut maka akan mengakibatkan penyakit tulang, rematik, dan tekanan darah rendah. Inilah yang menjadi akar dari segala macam penyakit yang ada di dalam tubuh kita, jika prana tidak berfungsi dengan benar. Orang-orang yang menderita perut kembung dan gangguan jantung merupakan korban dari ketidak seimbangan prana ini. Untuk menyeimbangkan sepuluh macam prana di dalam tubuh ikutilah teknik-teknik utama untuk menaggulangi masalah ini. Panjang umur dan sehat ini tergantung pada diri kita sendiri, jika kita bisa mengontrol nafas dengan baik dan mengerti tentang pernafasan maka kita akan hidup sehat.

Bagaimana umur kita bisa berkurang?

Jika seseorang selalu dalam keadaan marah, maka secara otomatis pernafasannya makin cepat. Secara tidak langsung itu berarti telah mengurangi umur secara perlahan-lahan. Sebuah contoh: jika Anda menarik nafas kurang lebih 21.600 kali perhari, tapi pada saat marah maka nafas akan bergerak lebih cepat dari pada biasanya. Itu berarti Anda menggunakan nafas lebih dari 21.600 kali dan Anda telah meminjam nafas untuk hari esok. Inilah yang menyebabkan umur Anda berkurang setiap hari. nafas semakin cepat apabila anda merupakan salah satu korban dari rasa takut, setres, cemas, dan situasi ini juga bisa mengurangi umur. Salah satu faktor penting yang dapat mengurangi umur adalah terlalu banyak melakukan hubungan seks, dimana nafas semakin cepat pada saat melakukan hubungan seks, dibandingkan dalam keadaan biasa. Apabila Anda terlalu sering melakukan hubungan seks maka Anda telah mengurangi umur Anda setiap hari.

Bagaimana cara untuk umur panjang?

Jika seseorang telah melakukan latihan pernafasan secara teratur maka bisa bernafas panjang dan dalam. Berarti jika kebutuhan nafas kira-kira 21.600 perhari, lalu Anda menggunakan 21.000 perhari, maka Anda telah menghemat pernafasan sebanyak 600 nafas setiap hari, jadi lebih lama dan dalam Anda bernafas, maka lebih lama pula Anda hidup dalam keadaan sehat dan panjang umur. Jika seseorang tidak pernah marah dan pikiran tenang serta menbuat dirinya tenang sepanjang waktu, berarti Anda akan mendapatkan umur yang panjang.

Jika Anda mengembangkan kualitas kasih sayang untuk persaudaraan dan kebaikan semua orang, maka secara pisikologi Anda akan merasa nyaman. Mereka yang suka marah, kejam dan mementingkan diri-sendiri. Jika kehidupan seks dapat di kontrol secara teratur dan dapat dikurangi, hari demi hari, maka inilah Yogi sejati yang telah mengatasi pikiran dan menjadi pemenag dari pikiran dan jiwa yang suci. Seorang praktisi yoga selalu melakukan diet vegetarian termasuk melatih tubuh, melatih pernafasan, dan melatih mental, maka hidup terasa lebih sehat dan kita dapat memulai hidup damai dan panjang umur.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Yoga sebagai sebuah cara atau jalan untuk mengendalikan pikiran yang terobyektifkan serta kecendrungan alami pikiran dan mengatur segala kegelisahan-kegelisahan pikiran agar tetap tak terpengaruh sehingga bisa mencapai penyatuan antara kesadaran unit dan kesadaran kosmik.

Asana berarti “posisi yang membuat orang merasa nyaman” – “Sthirasukhamasanam” Asana adalah sejenis latihan yang jika di lakukan secara rutin akan membuat tubuh tetap sehat dan kuat serta menyembuhkan banyak penyakit. Namun asana tidak di resepkan secara umum untuk mengobati penyakit; hanya penyakit-penyakit yang menciptakan halanhngan di jalan meditasi mungkin bisa di sembuhkan melalui bantuan asana tertentu, sehingga sadhana (latihan sepiritual) bisa dilaksanakan dengan lebih mudah.

Sudah jelas kenapa nafas (pranayama) itu sangat penting untuk kita semua. Hidup dalam kondisi sehat dan panjang umur. Marilah kita mulai berlatih pernafasan setiap pagi di saat matahari terbit untuk membersihkan dalam tubuh dan juga pikiran dengan latihan pernafasan yang teratur. pada saat kita mengisi (charge) nafas kita dengan energi vital setiap pagi, begitu halnya Anda men-“charge” H.P Anda. Sendiri sekali anda belajar untuk bernafas panjang dan dalam di kehidpan anda ke sehari-hari, maka secara otomatis Anda telah membersihkan penyakit, seperti penakit yang berkaitan dengan perut, kepala dan juga berkaitan dengan jantung. Semua energi prana yang Anda latih menjadikan Anda sebagai bagian dari energi kosmis Tuhan dan sekali Anda memahami bahwa nafas ini adalah energi tertinggi yang biasa disebut Tuhan atau pun bentuk dan sebutan lainya maka Anda tidak akan melupakan kekuatan hidup, energi vital, energi ilahi dan tanpa anugrah dari energi ini tak satupun bisa bertahan hidup. Dan juga berarti Anda telah memahami diri Anda sendiri.

Susila

BAB I

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang

Tata susila atau etika diartikan juga sebagai peraturan tingkah laku yang baik dan mulia yang harus dijadikan pedoman hidup oleh manusia namun, di dalam kehidupan serba modern orang-orang masih cenderung untuk melakukan perbuatan yang di luar dari batas moral. Maka dari itu orang-orang harus mengerti serta memahami pengertian dari susila tersebut. Susila yang diajarkan dalam Agama Hindu biasanya dipelajari melalui kitab-kitab suci Agama Hindu, selain itu ada juga  lontar-lontar yang berhubungan dengan ajaran susila seperti Slokantara.

Slokantara adalah untaian sloka-sloka dalam  masalah etika agama Hindu yang memberi tuntunan kepada kita mengenai hal-hal yang patut dan tidak patut dilakukan. Maka dari itu Slokantara berisi tentang ajaran Susila atau Etika dalam Agam Hindu.

  • Rumusan Masalah

Dalam latar belakang dapat ditarik permasalahan sebagai berikut :

  1. Apakah pengertian dari Etika ?
  2. Bagaimana Etika dalam Slokantara ?
    • Tujuan Masalah

Adapun tujuan dari pembutan makalah ini adalah:

  1. Untuk mengetahui Pengertian dari Etika.
  2. Untuk mengetahui Etika dalam Slokantara.
    • Manfaat

Adapun manfaat dari permasalahan tersebut adalah:

  1. Memahami  pengertian dari Susila .
  2. Memahami Etika dalam Slokantara.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika

Kata etika barasal dari bahasa Yunani “ethos” yang mempunyai banyak arti seperti watak, perasaan, sikap, perilaku, karakter, tata karma, tata susila, sopan santun, cara berpikir, dan lain-lain. Sementara itu bentuk jamak dari kata “ethos” adalah “ta etha” yang berarti adat kebiasaan. Jadi, etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan atau sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak atau moral (W.J.S. Purwadarmita, 1966).

Pengertian etika lebih jauh diuraikan juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi tahun 1988 (Bertnes, 2004). Dalam kamus tersebut membedakan tiga makna mengenai etika, yaitu:

  1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
  2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
  3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat.

Untuk memperoleh gambaran yang lebih luas baiksebagai ilmu, adat kebiasaan, dan system nilai, berikut ringkasan berbagai definisi mengenai etika (I Gede A.B. Wiranata, SH, MH., 2005):

  1. Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak atau moral.
  2. Etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana seharusnya manusia hidup dalam masyarakat mengenai apa yang baik dan apa yang buruk.
  3. Etika adalah kesusilaan, perasaan batin atau kecenderungan hati seseorang untuk berbuat kebaikan.
  4. Etika memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika menghubungkan penggunaan akal budi individu dengan obyektivitas guna menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain.
  5. Etika adalah studi tentang kehendak manusia yaitu kehendak yang berhubungan dengan keputusan tentang yang benar dan yang salah dalam tindak perbuatan manusia berhubungan dengan prinsip-prinsip yang mendasar nilai-nilai hubungan antar manusia.
  6. Etika berkaitan dengan apa yang benar dan yang salah dengan perilaku manusia.
  7. Etika mempelajari tingkah laku manusia bukan saja untuk menemukan kebenaran, tetapi juga kebaikan atas perilaku manusia.
  8. Dengan melihat etika berasal dari akar kata bahasa Yunani ethos yang berarti adat istiadat atau kebiasaan yang baik, etika berkembang menjadi suatu studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Etika juga berkembang menjadi suatu studi tentang kebenaran dan ketidak benaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia.

Dalam agama Hindu etika disebut juga “susila”. Kata “susila” berasal dari dua suku kata, yakni “su” dan “sila”. Su artinya baik dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik. Karena itu dalam agama Hindu, etika dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan, apa yang harus dikerjakan atau dihindari, sehingga tercipta hubungan yang baik diantara sesama manusia. Etika itu sendiri adalah tata laku atau perbuatan yang baik dan biasanya disebut sila. Ilmunya dinamakan ilmu tentang susila atau tata susila. Etika adalah rasa cinta, rasa kasih sayang dimana seseorang yang menerima etika itu adalah karena ia mencintai dirinya sendiri dan menghargai orang lain (Gede Pudja, MA, SH., 1984).

Tata susila diartikan juga sebagai peraturan tingkah laku yang baik dan mulia yang harus dijadikan pedoman hidup oleh manusia. Tujuanya adalah untuk memelihara hubungan baik yang selaras dan serasi diantara sesama manusia, sehingga tercapailah kehidupan masyarakat yang aman dan sentosa. Tata susila juga membina watak manusia untuk bisa menjadi anggota keluarga dan anggota masyarakat yang baik, menjadi putra bangsa yang berpribadi mulia. Disamping itu tata susila juga menuntun seseorang untuk mempersatukan dirinya dengan sesame manusia (Prof. Dr. IB. Mantra, 1992).

2.2 Etika Dalam Lontar Slokantara

Slokantara artinya untaian sloka-sloka. Dalam slokantara dibahas masalah etika agama Hindu yang memberi tuntunan kepada kita mengenai hal-hal yang patut dan tidak patut dilakukan. Secara keseluruhan Slokantara berisi 84 sloka (Prof. Dr. Tjok. Rai Sudharta, MA, 1997).

Beberapa sloka Slokantara yang ada hubungannya dengan Etika atau Susila, yaitu sebagai berikut:

  1. Sloka 3

Nasti satyat paro dharmo

nanrtat patakam param

triloke ca hi dharma syat

tasmat satyam na lopayet

Artinya:

Tiada dharma yang lebih tinggi dari kebenaran

Tiada dosa yang lebih rendah dari dusta

Dharma harus dilaksanakan

Kebenaran hendaknya tidak dilanggar

Penjelasan:

Kebenaran adalah hukum hidup manusia. Karena itu kebenaran dikatakan sebagai sumber dan jalan menuju kesempurnaan hidup. Kembalikanlah kekuatan anda ke bawah kekuasaan kebenaran.

  1. Sloka 5

Trnakusamuditanam kancanaih kim mrganam

phalatarumuditanam ratnabhirvanaranm

asurabhimmuditanam gandhibhih sukaranam

naca bhavati naranamtu priyam tasvisesam

Artinya:

Kijang perlu rumput muda, bukan emas

Kera perlu buah-buahan, bukan mutiara

Babi perlu makanan busuk, bukan bunga

Bagi manusia berbuat baiklah yang utama.

Penjelasan:

Manusia hendaknya menghindari diri dari perbuatan yang tidak baik, dari perilaku yang menghantarkannya ke neraka. Semua manusia harus berusaha berbuat baik supaya tidak terjerumus ke dalam neraka, supaya bisa masuk sorga apa lagi mencapai moksa. Manusia yang mengerti masalah ini dikatakan sebagai manusia yang tahu ajaran dharma.

  1. Sloka 6

Yo dharmasilo jitamanaroso

vidyavinito na paropatapi

svadaratustah paradaravarji

na tasya loke bhayamasti kincit

Artinya:

Manusia yang setia pada kewajiban

Mengatasi kesombongan dan kemarahan

Manusia yang bijaksana dan rendah hati

Manusia yang puas dan setia kepada istrinya

Baginya tidak perlu ada yang ditakuti di dunia.

Penjelasan:

Manusia harusnya setia melaksanakan ajaran dharma. Mereka harus teguh menjalankan kebenaran, tidak boleh sombong. Manusia juga harus mendalami ilmu tentang ajaran susila, untuk mengetahui mana yang baik dan tidak baik, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Manusia hendaknya juga tidak menyakiti orang lain. Dengan memahami semua itu, maka orang itu tidak akan mengenal rasa takut. Ia pun tidak boleh mengutuk orang yang berbuat jahat kepadanya. Jika sudah demikian orang itu akan dikatakan sebagai manusia utama.

  1. Sloka 7

A cirena parasya bhuyasim

viparitam viganayya catmanah

ksayayuktimupeksate krti

kurute tatpratikaramanyatha

Artinya:

Orang budiman yang tinggi ilmunya

Tidak menghiraukan segala usaha jahat

Dan tipu muslihat untuk menjatuhkannya

Jika tidak berbudi, dia membalas dendam.

Penjelasan:

Manusia harus teguh melaksanakan ajaran kebaikan dan kebenaran. Manusia tidak boleh membalas dendam kepada orang yang berbuat curang kepada kita. Orang yang hendak berbuat jahat dan bahkan ingin membunuh kita pastilah akan menderita dan terkena kutukan oleh perbuatannya sendiri. Kejahatan itu akan berbalik ke sumber asalnya. Ganjaran yang setimpal pasti akan diterima untuk dosa yang telah diperbuatnya. Balas dendam memang harus dihindarkan, sedangkan memaafkan kesalahan orang lain itulah yang harus dipupuk. Berbuat kesalahan adalah manusiawi dan memaafkan adalah sifat yang mulia.

  1. Sloka 10

Suvarnapuspam prthivim

bhunjanti catvaro narah

upayajnasca surasca

krtavidyah priyamvadah

Artinya:

Ada empat golongan manusia bahagia

Orang yang tahu tujuan dan cara hidup

Orang yang pemberani, orang bijaksana

Dan yang pandai berbicara lagi ramah.

Penjelasan:

Manusia yang dapat hidup bahagia adalah mereka yang berbudi luhur, orang yang suka menolong, orang yang bijaksana, lemah lembut, adil, pemberani, dan selalu berbakti kepada Tuhan itulah orang yang akan mendapatkan ketentraman dan kebahagiaan didunia.

  1. Sloka13

Artha grhe nivartante

smasane mitravandhavah

sukrtam duskrtam

caiva chayavadanugacchati

Artinya:

Setelah mati kekayaan akan tinggal dirumah

Kawan dan saudara ikut sampai di kuburan

Hanya karma, perbuatan baik dan buruk

Mengikuti jiwa di kelahiran mendatang.

Penjelasan:

Kekayaan tidak akan terbawa mati. Yang dibawa ketika orang meninggal adalah karma yang baik ataupun yang buruk. Hanya perbuatan baik atau buruk itulah yang akan dibawa ke akhirat atau pada saat meninggal. Karma itu mengikuti jiwa. Karma itu merupakan kawan sejati jiwa. Karena itu maka selama manusia hidup sebaiknya selalu berbuat baik, berbuat kebajikan agar tercipta karma baik sebagai bekal di akhirat nanti. Jika selama hidupnya perbuatan atau karmanya baik, maka manusia bisa mendapatkan tempat disorga bahkan mencapai nirwana atau moksa. Dan sebaliknya jika manusia tersebut selalu melakukan perbuatan yang tidak baik maka ia akan mendapatkan tempat dineraka.

  1. Sloka 59

Ahimsa brahmacarya ca

suddhiraharalaghavam

astainyamiti pancaite

yama rudrena bhasitah

Artinya:

Tidak menyakiti, menguasai hawa nafsu

Suci, makan sederhana, tidak mencuri

Adalah lima macam keharusan

Yang ditetapkan oleh Tuhan

Penjelasan:

Ada lima keharusan yang wajib dilaksanakan oleh umat Hindu. Lima keharusan itu adalah tidak menyakiti atau tidak membunuh (Ahimsa), tetapi untuk kepentingan yajna membunuh diperbolehkan, tidak mengikuti hawa nafsu (Brahmacarya), menjaga diri agar selalu bersih dan suci (Suddha), makan makanan yang sederhana (Aharalaghawa), dan tidak mencuri (Asteneya).

  1. Sloka 60

Vadanam bahuvakyam nam

vacanani punah-punah

jnanagamyena dusita na

grahitavya vicaksnaih

Artinya:

Caci maki, suka membual

Ingkar janji dan nafsu tanpa batas

Semua itu hendaknya tidak dibiasakan

Karena tidak berguna jika dilaksanakan

Penjelasan:

Manusia, terutama para pemimpinnya diharapkan tidak megeluarkan ucapan-ucapan atau melakukan perbuatan yang tidak patut, seperti mencaci maki (Wada), suka membual (Bahuwakya), ingkar janji (Wacanapunah-punah), dan terlalu banyak memenuhi hawa nafsu tanpa pertimbangan (Jnanagamya).

  1. Sloka 68

Sura sarasvati laksmi

ityeta madakaranam

madayanti na cetansi sa

eva puruso matah

Artinya:

Minuman keras, kepandaian, kekayaan

Ketiganya ini menyebabkan manusia mabuk

Manusia yang tidak mabuk oleh ketiganya

Adalah manusia yang sejati

Penjelasan:

Dari ketiga hal diatas yang menyebabkan manusia menjadi lupa diri, lupa daratan atau mabuk. Ketiga kemabukan dimaksud adalah mabuk karena minuman keras (Sura), mabuk karena kepandaiannya (Saraswati), dan mabuk karena kekayaannya (Laksmi). Manusia bijaksana tidak akan mabuk oleh minuman keras, kepandaian, dan kekayaannya itu. Orang yang tidak mabuk karena tiga hal tadi disebut sebagai manusia sejati (Purusa). Orang yang seperti ini pasti dicintai dan dihormati oleh orang lain.

  1. Sloka 71

Agnido visadatharvau

sastrghno darathikramah

pisunastatra tadrani

sadete hyatatayinah

Artinya:

Orang yang suka membakar rumah dan meracun

Yang suka membunuh dan memperkosa wanita

Yang suka mengadu domba dan main black magic

Ke enam perbuatan itu termasuk dalam atatayi

Penjelasan:

Ada enam perbuatan yang digolongkan sebagai perbuatan jahat. Enam perbuatan jahat ini dinamakan Sad Atatayi (enam dosa atau kejahatan besar). Perbuatan itu adalah membakar rumah, tempat persembahyangan, kota dan lain-lain (Agnida), suka membunuh (Sastraghna), suka memperkosa wanita (Daratikrama), suka memfitnah, berkhianat atau mengadu domba (Rajapisuna), suka meracun orang lain (Wisada), dan suka main black magic, ilmu sihir (Atharwa).

  1. Sloka 79

Doso pyasti guna pyasti

nirdosa naiva jayate

kardamadiva padmasya

nale doso sti kantakaih

Artinya:

Ada kebaikannya ada pula keburukannya

Tidak ada manusia lahir bebas dari kesalahan

Seperti bunga seroja yang tumbuh di lumpur

Tangkainya memiliki bulu yang gatal

Penjelasan:

Di dunia ini tidak ada manusia yang luput dari kesalahan. Pada dasarnya setiap orang mempunyai kelebihan, tetapi juga mempunyai kelemahan. Kelemahan itulah menunjukan bahwa dia itu manusia.

  1. Sloka 84

Sukhasyanantaran

duhkhasyanantaran sukham

cakravajjagatah sarva

vartate sthatarajanggamam

Artinya:

Duka datang setelah suka

Suka datang mengikuti duka

Semua makhluk di dunia ini

Mengalami perputaran suka dan duka

Penjelasan:

Suka dan duka, kesenagan dan kesedihan itu selalu datang tak pernah berpisah. Baik orang kaya maupun orang miskin pernah mengalaminya. Tidak seorang pun dapat menghindarinya, manusia lalu berusaha berbuat baik, melaksanakan tapa, brata, yoga, samadhi, sampai berdana punia dan melaksanakan ajaran dharma lainya dengan maksud agar dapat mencapai kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan kesedihan yang sekecil-kecilnya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan atau sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak atau moral.

Etika adalah rasa cinta, rasa kasih sayang dimana seseorang yang menerima etika itu adalah karena ia mencintai dirinya sendiri dan menghargai orang lain.

Slokantara artinya untaian sloka-sloka. Dalam slokantara dibahas masalah etika agama Hindu yang memberi tuntunan kepada kita mengenai hal-hal yang patut dan tidak patut dilakukan. Secara keseluruhan Slokantara berisi 84 sloka.

3.2 Saran

Dengan membaca makalah ini, pembaca disarankan lebih tertarik membaca lontar-lontar Agama Hindu salah satunya Lontar Slokantara dan disarankan pula mengetahui dan memahami ajaran Etika atau Susila.

Psikologi Pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang Masalah

Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar. Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.

Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak lepas dari individu yang lainnya. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu disertai dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun interaksi dengan tuhannya, baik itu sengaja maupun tidak disengaja.

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme(Slavin, 2000).

  • Rumusan Masalah
  1. Apa itu psikologi pendidikan?
  2. Faktor apa saja yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa?
  3. Bagaimana peranan psikologi dalam proses belajar mengajar?
    • Tujuan
  4. Untuk mengetahui Pengertian Psikologi Pendidikan.
  5. Untuk mengetahui proses dan hasil belajar siswa.
  6. Untuk mengetahui peran Psikologi dalam proses belajar mengajar.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Psikologi Pendidikan

Psikologi dan Pendidikan. Secara etimologis, istilah psikologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata psyche berarti ”jiwa”, dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang mempelajari tentang gejala- gejala kejiwaan. Namun apabila mengacu pada salah satu syarat ilmu yaitu adanya objek yang dipelajari maka tidaklah tepat mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa karena jiwa bersifat abstrak. Oleh karena itu yang sangat mungkin dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yaitu dalam wujud perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan dasar ini maka psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Menurut Whiterington (1982:10) bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Itu artinya bahwa tindakan-tindakan belajar yang berlangsung secara terus menerus akan menghasilkan pertumbuhan pengetahuan dan perilaku sesuai dengan tingkatan pembelajaran yang dilalui oleh individu sendiri melalui proses belajar-mengajar. Karena itu untuk mencapai hasil yang diharapkan, metode dan pendekatan yang benar dalam proses pendidikan sangat diperlukan. Kalau kita berbicara tentang individu yaitu manusia, maka kita akan bertemu dengan beberapa keunikan perilaku/jiwa (psyche), dan faktor ini akan berhubungan erat bahkan menentukan dalam keberhasilan proses belajar. Didasari pada begitu eratnya antara tugas psikologi (jiwa) dan ilmu pendidikan, kemudian lahirlah suatu subdisiplin yaitu psikologi pendidikan (educational psychology). Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Dari dua definisi ini maka jelas fokus dari psikologi pendidikan adalah proses belajar mengajar.

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).

  1. Faktor Fisiologis

Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik. Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks. Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal. Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah  faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar. Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.

  1. Faktor Psikologis

Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah. Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.

  1. Perhatian

Dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya. Strategi pembelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.

  1. Pengamatan

Cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang baik masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran. Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut.

  1. Ingatan

Secara teoritis ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni:

  1. Menerima kesan,
  2. Menyimpan kesan, dan
  3. Memproduksi kesan.

Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya. Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama. Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai. Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan.

  1. Berfikir

Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut:

  1. Pembentukan pengertian,
  2. Penjalinan pengertian-pengertian, dan
  3. Penarikan kesimpulan.

Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri

  1. Motif

Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu. Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain. Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.

2.3 Peranan Psikologi Dalam Proses Belajar Mengajar

Dalam bukunya, Drs. Alex Subor, M,si.2 mendefinisikan bahwa Psikologi Pendidikan adalah subdisiplin psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam situasi pendidikan, yang meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan mengajar. Secara garis besar, umumnya batasan pokok bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam 3 yaitu:

  1. Mengenai belajar, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta didik dan sebagainya.
  2. Mengenai proses belajar, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar peserta didik dan sebagianya.
  3. Mengenai situasi belajar, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik.

Sementara menurut Samuel Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam psikologi pendidikan, yaitu:

  1. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan.
  2. Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir.
  3. Lingkungan yang bersifat fisik.
  4. Perkembangan siswa.
  5. Proses-proses tingkah laku.
  6. Hakikat dan ruang lingkup belajaran.
  7. Faktor-faktor yang memperngaruhi belajar.
  8. Hukum-hukum dan teori-teori belajar.
  9. Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/ evaluasi.
  10. Tranfer belajar, meliputi mata pelajaran.
  11. Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran.
  12. Ilmu statistic dasar.
  13. Kesehatan rohani.
  14. Pendidikan membentuk watak.
  15. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah.
  16. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar.

Dalam proses belajar-mengajar dapat dikatakan bahwa ini inti permasalahan psikiologis terletak pada anak didik. Bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang pendidik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara pengetahuan- pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik.” Guru dalam menjalankan perannya sebagai pendidik bagi peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.

Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan-pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat:

  1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.

Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran.

  1. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.

Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.

  1. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.

Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya.

BAB III

PENUTUP

  • Kesimpulan

Sebagi objek sasaran dalam proses belajar mengajar adalah anak didik sebagai manusia individu yang memiliki perilaku, karakteristik dan kemampuan yang berbeda satu sama lain, maka dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memperhatikan faktor psikologi karena pendidikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang diperolah melalui belajar mengajar, tidak dapat dipisahkan dari psikologi. Guru sebagai pendidik/pengajar menjadi subjek yang mutlak harus memiliki pengetahuan psikologi sehingga proses belajar mengajar bisa berjalan dengan baik, setidaknya dalam meminimalisir kegagalan dalam menyampaikan mataeri pelajaran.

  • Saran

Agar mahasiswa atau calon guru lebih memahami psikologi pendidikan dan dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami  oleh peserta didik atau siswanya.

Media Pembelajaran

BAB I

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang

Media Pembelajaran berasal dari dua buah kata yaitu Media dan Pembelajaran. istilah media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata “Medium” yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan (Akhmad sudrajat, 2008). Sedangkan dalam bahasa Arab, media disebut  “Wasil” bentuk jamak dari “wasilah” yakni sinonim “Al-wats” yang artinya “Tengah” (Yudhi Munadi, 2008, 6).

Banyak pakar tentang media pembelajaran yang memberikan batasan tentang pengertian media salah satunya menurut Assosiasi Teknologi dan Komunikasi (Association of Education and Communication Technology/ AECT) yang dikutip oleh Rohani (1997 : 2) “media adalah segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan/informasi”.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi. Menurut Wikipedia, pengertian pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pengertian pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Tujuan pembelajaran (instructional objective) adalah perilaku hasil belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu. Hal ini didasarkan berbagai pendapat tentang makna tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional.

Tujuan pembelajaran merupakan arah yang hendak dituju dari rangkaian aktivitas yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk perilaku kompetensi spesifik, aktual, dan terukur sesuai yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu.

Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif (Yudhi Munadi, 2008, 7-8).

Istilah Sosiologi berasal dari kata; Socius dan Logus. Socius berarti teman / kawan. Logus berarti ilmu. Dapat dikatakan secara lebih luas sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat. Secara umum, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dan proses-proses social yang terjadi di dalamnya antar hubungan manusia dengan manusia, secara individu maupun kelompok, baik dalam suasana formal maupun material, baik statis maupun dinamis.

Landasan sosiologis adalah suatu landasan yang mengaitkan kurikulum dengan kebutuhan dan keberadaan masyarakat dengan penekanan utama pada kemampuan fungsi kurikulum serta ikut memecahkan aneka problem yang dihadapi masyarakat, seperti masalah ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, pelestarian sumber daya alam, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kurikulum harus ada relevansinya dengan kehidupan dan kebutuhan masyarakat.

Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyrakat tersebut.

  • Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah Pengertian Dari Media Pembelajaran?

1.2.2 Apakah Pengertian Dari Landasan Sosiologis?

  • Tujuan

1.3.1 Untuk Mengetahui Pengertian Media Pembelajaran.

1.3.2 Untuk Mengetahui Pengertian Landasan Sosiologis.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Media Pembelajaran

Media Pembelajaran berasal dari dua buah kata yaitu Media dan Pembelajaran. istilah media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata “Medium” yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan (Akhmad sudrajat, 2008). Sedangkan dalam bahasa Arab, media disebut  “Wasil” bentuk jamak dari “wasilah” yakni sinonim “Al-wats” yang artinya “Tengah” (Yudhi Munadi, 2008, 6).

Media merupakan alat yang harus ada apabila kita ingin memudahkan sesuatu dalam pekerjaan. Media merupakan alat Bantu yang dapat memudahkan pekerjaan. Setiap orang pasti ingin pekerjaan yang dibuatnya dapat diselesaikan dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan.

Menurut Santoso S. Hamidjojo dalam Amir Achsin (1980), media adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang menyebar ide, sehingga ide atau gagasan itu sampai pada penerima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa media merupakan pengantar atau penghubung, yakni yang mengantarkan atau menghubungkan dan menyalurkan sesuatu hal dari satu sisi ke sisi yang lainnya.

Banyak pakar tentang media pembelajaran yang memberikan batasan tentang pengertian media. Menurut Assosiasi Teknologi dan Komunikasi (Association of Education and Communication Technology/ AECT) yang dikutip oleh Rohani (1997 : 2) “media adalah segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan/informasi”. Sedangkan pengertian media menurut Djamarah (1995 : 136) adalah “media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai Tujuan pembelajaran”. Menurut Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar. Selanjutnya Mc. Luhan dalam Arif S. Sadiman (1984) berpendapat bahwa media adalah sarana yang juga disebut channel, karena pada hakekatnya media memperluas atau memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengarkan, dan melihat dalam batas-batas jarak, ruang, dan waktu yang hampir tak terbatas lagi.

Menurut Kit Lay Bourne (1985 : 82) menyatakan, bahwa penggunaan media tidak harus membawa bungkusan berita-berita semua, siswa cukup dapat mengawasi suatu berita. Dari pendapat tersebut dapat dihubungkan bahwa penyampaian materi pelajaran dengan cara komunikasi masih dirasakan adanya penyimpangan pemahaman oleh siswa. Masalahnya adalah  bahwa siswa terlalu banyak menerima sesuatu ilmu dengan verbalisme. Apalagi dalam proses belajar mengajar yang tidak menggunakan media dimana kondisi siswa tidak siap, akan memperbesar pekuang terjadinya verbalisme.

Menurut Arief S. Sadiman (1984 : 6) mengatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan  pesan serta merangsang siswa untuk belajar seperti film, buku dan kaset. RE Clark (1996 : 62) mengungkapkan bahwa “ the of of media to encourage student to invest more afford in hearing has along history ”

Heinich dan kawan-kawan (1996 : 8) mengartikan media sebagai perantara yang mengantar informasi dari sumber kepada penerima. Dengan demikian televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah tergolong media. Apabila media tersebut membawa pesan-pesan atau informasi yang mengandung maksud dan tujuan pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran.

Secara lebih khusus Briggs dalam Trini Prastati (2005 : 4)  mengatakan media sebagai sarana fisik untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran. Sarana fisik tersebut dapat berupa buku, tape rekorder, kaset, kamera video, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Sependapat dengan pendapat di atas, Wang Qiyun & Cheung Wing Sum (2003: 217), menyatakan bahwa dalam konteks pendidikan, media biasa disebut sebagai fasilitas pembelajaran yang membawa pesan kepada pembelajar. Media dapat dikatakan pula sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual dan peralatannya, sehingga media dapat dimanipulasi, dilihat, dibaca, dan didengar.

Menurut Soeparno ( 1987:8 ) menyebutkan ada beberapa alasan memilih media dalam proses belajar mengajar, yakni:

  1. Ada berbagai macam media yang mempunyai kemungkinan dapat kita pakai di dalam proses belajar mengajar,
  2. Ada media yang mempunyai kecocokan untuk menyampaikan informasi tertentu,
  3. Ada perbedaan karakteristik setiap media,
  4. Ada perbedaan pemakai media tersebut,
  5. Ada perbedaan situasi dan kondisi tempat media dipergunakan.

Selanjutnya ditegaskan oleh Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4), yaitu:

“Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar”.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi. Menurut Wikipedia, pengertian pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pengertian pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Istilah Pembelajaran lebih menggambarkan usaha guru untuk membuat belajar para siswanya. Kegiatan pembelajaran tidak akan berhasil jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para siswanya. Berikut ini adalah pengertian dan definisi pembelajaran menurut beberapa ahli:

  1. KNOWLES

Pembelajaran adalah cara pengorganisasian peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.

  1. SLAVIN

Pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh pengalaman.

  1. WOOLFOLK

Pembelajaran berlaku apabila sesuatu pengalaman secara relatifnya menghasilkan perubahan kekal dalam pengetahuan dan tingkah laku.

  1. CROW & CROW

Pembelajaran adalah pemerolehan tabiat, pengetahuan dan sikap.

  1. RAHIL MAHYUDDIN

Pembelajaran adalah perubahan tingkah laku yang melibatkan ketrampilan kognitif yaitu penguasaan ilmu dan perkembangan kemahiran intelek.

  1. ACHJAR CHALIL

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

  1. COREY

Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus.

  1. A. KIMBLE

Pembelajaran merupakan perubahan kekal secara relatif dalam keupayaan kelakuan akibat latihan yang diperkukuh.

  1. MUNIF CHATIB

Pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, antara guru sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi.

Tujuan pembelajaran (instructional objective) adalah perilaku hasil belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu. Hal ini didasarkan berbagai pendapat tentang makna tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional. Menurut Magner (1962) mendefinisikan tujuan  pembelajaran sebagai tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh  peserta didik sesuai kompetensi. Sedangkan  Dejnozka dan Kavel (1981) mendefinisikan tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan spefisik  yang dinyatakan dalam bentuk perilaku yang diwujudkan dalam bentuk tulisan  yangmenggambarkan hasil belajar yang diharapkan.

Pengertian lain menyebutkan bahwa, tujuan pembelajaran adalah pernyataan mengenai keterampilan atau konsep yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta didik pada akhir priode pembelajaran (Slavin, 1994). Tujuan pembelajaran merupakan arah yang hendak dituju dari rangkaian aktivitas yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk perilaku kompetensi spesifik, aktual, dan terukur sesuai yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu.

Pengertian mengenai media pembelajaran banyak sekali diungkapkan oleh para pakar pendidikan. Beberapa pakar menyebutkan diantaranya, (Akhmad Sudrajat, 2008):

  1. Menurut Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
  2. Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya.
  3. National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.

Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.

Dari buku yang pernah saya baca menjelaskan bahwa “media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.” (Yudhi Munadi, 2008, 7-8)

2.1.1 Jenis – Jenis Media Pembelajaran

Banyak sekali jenis media yang sudah dikenal dan digunakan dalam penyampaian informasi dan pesan – pesan pembelajaran. Setiap jenis atau bagian dapat pula dikelompokkan sesuai dengan karakteristik dan sifat – sifat media tersebut. Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang baku dalam mengelompokkan media. Jadi banyak tenaga ahli mengelompokkan atau membuat klasifikasi media akan tergantung dari sudut mana mereka memandang dan menilai media tersebut.

Penggolongan media pembelajaran menurut Gerlach dan Ely yang dikutip oleh Rohani (1997 : 16), yaitu:

  1. Gambar diam, baik dalam bentuk teks, bulletin, papan display, slide, film strip, atau overhead proyektor.
  2. Gambar gerak, baik hitam putih, berwarna, baik yang bersuara maupun yang tidak bersuara.
  3. Rekaman bersuara baik dalam kaset maupun piringan hitam.
  4. Benda – benda hidup, simulasi maupun model.
  5. Instruksional berprograma ataupun CAI (Computer Assisten Instruction).

Penggolongan media yang lain, jika dilihat dari berbagai sudut pandang adalah sebagai berikut:

  1. Dilihat dari jenisnya media dapat digolongkan menjadi media Audio, media Visual dan media Audio Visual.
  2. Dilihat dari daya liputnya media dapat digolongkan menjadi media dengan daya liput luas dan serentak, media dengan daya liput yang terbatas dengan ruang dan tempat dan media pengajaran individual.
  3. Dilihat dari bahan pembuatannya media dapat digolongkan menjadi media sederhana (murah dan mudah memperolehnya) dan media komplek.
  4. Dilihat dari bentuknya media dapat digolongkan menjadi media grafis (dua dimensi), media tiga dimensi, dan media elektronik.

2.1.2 Manfaat Media Pembelajaran

Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri lagi keberadaannya, karena dengan adanya media pembelajaran dapat memudahkan guru dalam proses pembelajaran yakni menyampaikan pesan-pesan atau meteri-materi pembelajaran kepada siswanya. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka materi pembelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh siswa, terutama materi pembelajaran yang rumit dan komplek.

Setiap materi pembelajaran mempunyai tingkat kesukaran yang berfariasi. Peda satu sisi ada bahan pembelajaran yang tidak memerlikan media pembelajaran, tetapi disisi lain ada bahan pembelajaran yang memerlukan media pembelajaran. Materi pembelajaran yang mempunyai tingkat kesukaran tinggi tentu akan sukar dipahami oleh siswanya, apalagi oleh siswa yang kurang menyukai materi pembelajaran yang disampaikan.

Secara umum manfaat media pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih efektif dan efisien. Menurut Harjanto (1997 : 245) manfaat media pembelajaran secara umum adalah:

  1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis ( tahu kata – katanya, tetapi tidak tahu maksudnya).
  2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.
  3. Dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif siswa.
  4. Dapat menimbulkan persepsi yang sama terhadap suatu masalah.

Selanjutnya menurut Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4), yaitu:

  1. Membuat konkrit konsep yang abstrak, misalnya untuk menjelaskan peredaran darah.
  2. Membawa obyek yang berbahaya atau sukar didapat di dalam lingkungan belajar.
  3. Manampilkan obyek yang terlalu besar, misalnya pasar, candi.
  4. Menampilkan obyek yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang.
  5. Memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat.
  6. Memungkinkan siswa dapat berinteraksi langsung dengan lingkungannya.
  7. Membangkitkan motivasi belajar.
  8. Memberi kesan perhatian individu untuk seluruh anggota kelompok belajar.
  9. Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.
  10. Menyajikan informasi belajar secara serempak (mengatasi waktu dan ruang).
  11. Mengontrol arah maupun kecepatan belajar siswa.

Sedangkan secara lebih khusus manfaat media pembelajaran menurut Ardiani Mustikasari (2008) adalah:

  1. Penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan

Dengan bantuan media pembelajaran, penafsiran yang berbeda antar guru dapat dihindari dan dapat mengurangi terjadinya kesenjangan informasi diantara siswa dimanapun berada.

  1. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik

Media dapat menampilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan dan warna, baik secara alami maupun manipulasi, sehingga membantu guru untuk menciptakan suasana belajar menjadi lebih hidup, tidak monoton dan tidak membosankan.

  1. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif

Dengan media akan terjadinya komukasi dua arah secara aktif, sedangkan tanpa media guru cenderung bicara satu arah.

  1. Efisiensi dalam waktu dan tenaga

Dengan media tujuan belajar akan lebih mudah tercapai secara maksimal dengan waktu dan tenaga seminimal mungkin. Guru tidak harus menjelaskan materi ajaran secara berulang-ulang, sebab dengan sekali sajian menggunakan media, siswa akan lebih mudah memahami pelajaran.

  1. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa

Media pembelajaran dapat membantu siswa menyerap materi belajar lebih mandalam dan utuh. Bila dengan mendengar informasi verbal dari guru saja, siswa kurang memahami pelajaran, tetapi jika diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh, merasakan dan mengalami sendiri melalui media pemahaman siswa akan lebih baik.

  1. Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja

Media pembelajaran dapat dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar dengan lebih leluasa dimanapun dan kapanpun tanpa tergantung kepada seorang guru. Perlu kita sadari waktu belajar di sekolah sangat terbatas dan waktu terbanyak justru di luar lingkungan sekolah.

  1. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar

Proses pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga mendorong siswa untuk mencintai ilmu pengetahuan dan gemar mencari sendiri sumber-sumber ilmu pengetahuan.

  1. Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif

Guru dapat berbagi peran dengan media sehingga banyak mamiliki waktu untuk memberi perhatian pada aspek-aspek edukatif lainnya, seperti membantu kesulitan belajar siswa, pembentukan kepribadian, memotivasi belajar, dan lain-lain.

2.1.3 Fungsi Media Pembelajaran

Levie & Lents dalam Azhar Arsyad (2007: 16) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris.

  1. Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Media gambar atau animasi yang diproyeksikan melalui LCD (Liquid Crystal Display) dapat memfokuskan dan mengarahkan perhatian mereka kepada pelajaran yang akan mereka terima. Hal ini berpengaruh terhadap penguasaan materi pelajaran yang lebih baik oleh siswa.
  2. Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat keterlibatan emosi dan sikap siswa pada saat menyimak tayangan materi pelajaran yang disertai dengan visualisasi. Misalnya, tayangan video gambar simulasi kegiatan pengelolaan arsip, video penggunaan mesin-mesin kantor, dan sejenisnya.
  3. Fungsi kognitif media visual terlihat dari kajian-kajian ilmiah yang mengemukakan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
  4. Fungsi kompensatoris dari media pembelajaran dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa media visual membantu pemahaman dan ingatan isi materi bagi siswa yang lemah dalam membaca.

2.1.4 Prinsip – Prinsip Memilih Media Pembelajaran

Setiap media pembelajaran memiliki keunggulan masing – masing, maka dari itulah guru diharapkan dapat memilih media yang sesuai dengan kebutuhan atau tujuan pembelajaran. Dengan harapan bahwa penggunaan media akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran.

Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu:

  1. Harus adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media pembelajaran.

Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong. Lebih khusus lagi, apakah untuk pembelajaran kelompok atau individu, apakah sasarannya siswa TK, SD, SLTP, SMU, atau siswa pada Sekolah Dasar Luar Biasa, masyarakat pedesaan ataukah masyarakat perkotaan. Dapat pula tujuan tersebut akan menyangkut perbedaan warna, gerak atau suara. Misalnya proses kimia (farmasi), atau pembelajaran pembedahan (kedokteran).

  1. Karakteristik Media Pembelajaran.

Setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari keunggulannya, cara pembuatan maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik media pembelajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya pemilihan media pembelajaran. Disamping itu memberikan kemungkinan pada guru untuk menggunakan berbagai media pembelajaran secara bervariasi.

  1. Alternatif Pilihan,

yaitu adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan atau dikompetisikan. Dengan demikian guru bisa menentukan pilihan media pembelajaran mana yang akan dipilih, jika terdapat beberapa media yang dapat dibandingkan.

Selain yang telah penulis sampaikan di atas, prinsip pemilihan media pembelajaran menurut Harjanto (1997 : 238), yaitu:

Tujuan, Keterpaduan (validitas), Keadaan peserta didik, Ketersediaan, Mutu teknis, Biaya. Selanjutnya yang perlu kita ingat bersama bahwa tidak ada satu mediapun yang sifatnya bisa menjelaskan semua permasalahan atau materi pembelajaran secara tuntas.

2.2 Pengertian Landasan Sosiologis

Secara etimologi, Sosiologi berasal dari kata; Socius dan Logus. Socius berarti teman/kawan. Logus berarti ilmu. Dapat dikatakan secara lebih luas sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat. Secara umum, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dan proses-proses social yang terjadi di dalamnya antar hubungan manusia dengan manusia, secara individu maupun kelompok, baik dalam suasana formal maupun material, baik statis maupun dinamis.

Secara khusus, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan antara individu atau kelompok. Hubungan yang terjadi karena adanya proses sosial dilakukan oleh pelaku dengan berbagai karakter, dilakukan melalui lembaga sosial dengan berbagai fungsi dan struktur sosial. Keadaan seperti ini ternyata juga terdapat dalam dunia olahraga sehingga sosiologi dilibatkan untuk mengkaji masalah olahraga.

Beberapa definisi sosiologi menurut para ahli:

  1. Pitirim Sorokin

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial, misalnya antara gejala ekonomi dan agama, keluarga & moral, hukum dan ekonomi, gerak masyarakat dan politik, dan sebagainya. Hubungan dan saling pengaruh antara gejala – gejala sosial & gejala non sosial. Misalnya gejala – gejala geografi biologis dan sebagainya.

  1. Mayor Polak

Sosiologi adalah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan.

  1. Roucek & Warren

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia dalam kelompok.

  1. Selo Soemardjan & Soelaeman Soemardi

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial & proses – proses sosial. Termasuk perubahan – perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur – unsur sosial yang pokok. Proses sosial adalah pengarah timbal balik antara berbagai segi kehidupan.

  1. William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff

Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi social.

  1. A.A. Van Doorn dan C.J. Lammers

Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan peroses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.

Inti dari definisi diatas mempunyai kesamaan yaitu sosiologi adalah hubungan/interaksi antar manusia dalam masyarakat. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari/dikaji interaksi manusia dengan manusia lain dalam kelompok (keluarga, kelas sosial masyarakat) dan produk – produk yang timbul dari interaksi tersebut seperti nilai, norma serta kebiasaan – kebiasaan yang dianut oleh kelompok/masyarakat tersebut.

Hakikat Sosiologi, yaitu:

  1. Sosiologi adalah suatu ilmu sosial dan bukan merupakan ilmu pengetahuan alam ataupun ilmu pengetahuan kerohanian.
  2. Sosiologi bukan merupakan disiplin yang normatif akan tetapi adalah suatu disiplin yang kategoris, artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini dan bukan mengenai apa yang terjadi atau seharusnya terjadi.
  3. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang murni (pure science) dan bukan merupakan ilmu pengetahuan terapan atau terpakai (apllied science).
  4. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang konkrit.
  5. Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum.
  6. Sosiologi merupakan pengetahuan yang empiris dan rasional.
  7. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang khusus.

Cirri-ciri sosiologi, yaitu:

  1. Empiris, adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu. Sebab ia bersumber dan diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
  2. Teoritis, adalah peningkatan fase penciptaan tadi yang menjadi salah satu bentuk budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi muda.
  3. Komulatif, sebagai akibat dari penciptaan terus – menerus sebagai konsekuensi dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori – teori itu akan berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
  4. Nonetis, karena teori ini menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta individu – individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.

Landasan sosiologis adalah suatu landasan yang mengaitkan kurikulum dengan kebutuhan dan keberadaan masyarakat dengan penekanan utama pada kemampuan fungsi kurikulum serta ikut memecahkan aneka problem yang dihadapi masyarakat, seperti masalah ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, pelestarian sumber daya alam, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kurikulum harus ada relevansinya dengan kehidupan dan kebutuhan masyarakat.

Berkomunikasi merupakan kegiatan manusia, sesuai dengan nalurinya yang selalu ingin berhubungan satu sama lain, saling interaksi dan saling membutuhkan. Keinginan untuk berhubungan diantara sesamanya sesungguhnya merupakan naluri manusia yang ingin hidup berkelompok atau bermasyarakat. Dengan adanya naluri tersebut, maka komunikasi dapat dikatakan merupakan bagian hakiki dari kehidupannya yang senantiasa hidup bermasyarakat. Dengan kata lain, manusia akan kehilangan hakikatnya sebagai manusia bila ia tidak melakukan kegiatan komunikasi dengan sesamanya. Komunikasi pun dipandang sebagai proses, yaitu suatu proses pengoperan dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung makna.

Dengan demikian, proses belajar mengajar dilihat dari sudut pandang komunikasi tidak lain adalah proses penyampaian pesan, gagasan, fakta, makna, konsep dan data yang sengaja dirancang sehingga dapat diterima oleh penerima pesan atau komunikan. Guru sebagai komunikator menyampaikan pelajaran sebagai pesan kepada siswa-siswa sebagai komunikan. Selama komunikasi itu berjalan, terjadilah proses psikologis di mana terjadi kegiatan saling mempengaruhi di antara komunikator dan komunikan. Inilah yang disebut interaksi.

Wilbur Schramm menjabarkan pengertian umum komunikasi ke dalam tiga kategori pokok dengan beberapa istilah khasnya, yaitu:

  1. Encoder

yaitu komunikator, guru yang mempunyai informasi tertentu dan benar, mampu mengirimkan informasi tersebut secara tepat pada kecepatan optimal, dan sampai kepada penerima informasi, yaitu para siswanya.

  1. Sign/signal

yaitu pesan, berita, atau pernyataan tertentu yang ditujukan kepada dan diterima oleh seseorang atau kelompok orang penerima.

  1. Decoder

yaitu komunikan yang dalam konteks pendidikan adalah siswa yang menerima pesan tertentu, mampu memahami isi pesan yang diterimanya.

Tujuan pokok berkomunikasi adalah mengubah hubungan asli antara diri kita dengan linkungandi tempat kita berada. Dengan demikian, maka tujuan komunikasi yang utama adalah mempengaruhi orang lain atau mempengaruhi lingkungan fisik kita dan menjadikan diri kita sebagai agen yang dapat mempengaruhi, agen yang bias menentukan terhadap lingkungan kita untuk dijadikan sesuatu yang kita kehendaki.

Ada beberapa prinsip yang memegang peran penting untuk menjadikan proses komunikasi lebih efektif sehingga tujuan komunikasi bias dicapai, yaitu:

  1. Makna di dalam proses komunikasi, bukan merupakan suatu arti yang terletak di dalam pesan, melainkan berada di luar pesan itusebagai sesuatu yang bersifat eksternal.
  2. Gangguan hambatan, di dalam komunikasi merupakan salah satu unsur yang dapat menghambat keefektifan komunikasi.
  3. Hambatan psikologis
  4. Hambatan fisik
  5. Hambatan cultural
  6. Hambatan lingkungan
  7. Peranan empati dalam proses komunikasi.
  8. Konsep diri dalam proses komunikasi.
  9. Umpan balik dalam proses komunikasi.

Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyrakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya, yaitu:

  1. Paham Individualisme

Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing – masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain.  Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri,  antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat.

  1. Paham Kolektivisme

Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya.

  1. Paham Integralistik

Paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat. Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan juga merupakan relasi. Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.

BAB III

PENUTUP

  • Kesimpulan

Media merupakan alat yang harus ada apabila kita ingin memudahkan sesuatu dalam pekerjaan. Media merupakan alat Bantu yang dapat memudahkan pekerjaan. Setiap orang pasti ingin pekerjaan yang dibuatnya dapat diselesaikan dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi.

Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.

Inti dari landasan sosiologis yaitu komunikasi insani, karena berkomunikasi merupakan kegiatan manusia, sesuai dengan nalurinya yang selalu ingin berhubungan satu sama lain, saling interaksi dan saling membutuhkan. Selain itu, Komunikasi pun dipandang sebagai proses, yaitu suatu proses pengoperan dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung makna. Pada kenyataannya komunikasi memegang peranan yang sangat penting di dalam setiap aspek kehidupan manusia, misalnya dalam memberikan perintah, mengajukan permintaan, kegiataan belajar mengajar, hubungan kebudayaan, eknomi, dan poitik.

  • Saran

Dengan mengetahui secara singkat tentang landasan sosiologi, maka diharapkan bagi para pendidik dapat mengembangkan fungsi-fungsi sosiologi pendidikan dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional.

Purnama, Tilem, Kajeng Kliwon

BAB I

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang

Setiap Agama di dunia memiliki Hari Suci, begitu pula dengan Agama Hindu. Hari Suci dalam Agama Hindu disebut Rerahinan. Rerahinan berasal dari suku kata, “Re” dan kata “Rai”, dan akhiran “An”. Suku kata Re yang memiliki arti “Reinkarnasi” (manifestasi), sedangkan kata Rai artinya “Kecil”. Dengan demikian kata Rerahinan mengandung maksud, memperingati suatu hari suci dengan melaksanakan upacara pemujaan secara Kanista (sederhana) namun tidak mengurangi nilai – nilai keluhurannya, seperti Rerahinan Purnama, Tilem, Kajeng Kliwon, Buda Kliwon, Tumpek, Buda Cemeng Wage, Aggara Kasih, Buda Manis, dan lain sebagainya.

Salah satu Hari Suci atau Rerainan Agama Hindu adalah Rerahinan Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon. Rerahinan Purnama jatuh setiap 30 hari atau 29 hari sekali. Pada hari ini  seluruh pura – pura di Bali biasanya ramai oleh umat yang melakukan persembahyangan. Pada rerahinan purnama beryogyalah Sang Hyang Candra (bulan) yang merupakan hari penyucian oleh Sang Hyang Rwa Bhineda yaitu Sang Hyang Surya dan Sang Hyang Candra.

Tilem dirayakan setiap malam pada waktu bulan mati (Krsna Paksa). Hari suci Tilem dirayakan setiap 30 atau 29 hari sekali. Pada hari suci Tilem, bertepatan dengan Sanghyang Surya beyoga memohonkan keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widhi.

Kajeng Kliwon adalah pertemuaan antara Tri Wara dan Panca Wara, dimana tri waranya adalah Kajeng dan panca waranya adalah Kliwon. Hari suci Kajeng Kliwon dirayakan setiap 15 hari.

Hari Suci Purnama dan Tilem bermakana memohon berkah dan karunia dari Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) yang telah menerangi dunia beserta isinya. Makna dari Kajeng Kliwon adalah Agar mendapat keselamatan, kesentosaan, kesempurnaan dan hidup berbahagia, patutlah petunjuk – petunjuk tadi dilakukan dengan penuh keyakinan, dengan hati bhudi yang suci hening dan dengan rasa tulus ikhlas.

Persembahan pada hari suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon dimaksudkan agar umat Hindu yang tekun melaksanakan persembahan dan pemujaan pada hari suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon, ketika meninggal rohnya tidak diberikan jalan yang sesat (neraka), namun sebaliknya agar diberikan jalan ke swarga loka oleh Sang Hyang Yamadipati dan juga untuk menyeimbangkan Bhuana Agung dan Bhuana Alit.

  • Rumusan Masalah
    • Apakah Pengertian dari Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon?
    • Apakah Manfaat dari Pelaksaan Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon?
    • Apakah Tujuan dari Pelaksaan Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon?
    • Apa Saja Jenis-jenis dari Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon?
  • Tujuan penulisan
    • Tujuan Umum

Pembuatan tugas ini bertujuan agar mahasiswa atau para pembaca dapat mengetahui segala sesuatu  mengenai Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon. Diharapkan pula mahasiswa atau para pembaca dapat menerapkan makna Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon dalam kehidupan sehari-hari.

  • Tujuan Khusus
  1. Untuk Mengetahui Pengertian dari Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon.
  2. Untuk Mengetahui Manfaat dari Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon.
  3. Untuk Mengetahui Tujuan dari Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon.
  4. Untuk Mengetahui Jenis-jenis dari Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon.
    • Manfaat Penulisan
      • Manfaat Teoritis
  1. Menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman, serta bahan dalam penerapan ilmu metode dalam penyusunan papper, khususnya mengenai Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon.
  2. Dapat dijadikan bahan perbandingan untuk tugas selanjutnya.
    • Manfaat Praktis

Agar mahasiswa atau para pembaca mengetahui Pengertian, Makna, Tujuan, Jenis-jenis Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon dan juga dapat melaksanakannya.

BAB II

PEMBAHASAN

  • Pengertian Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon
  1. Purnama

Sesuai dengan namanya pelaksanaan Upacara ini berlangsung saat bulan Purnama, yaitu jatuh pada setiap malam bulan penuh (Sukla Paksa). Rerahinan Purnama jatuh setiap 30 hari atau 29 hari sekali. Pada hari ini  seluruh pura – pura di Bali biasanya ramai oleh umat yang melakukan persembahyangan. Pada rerahinan purnama beryogyalah Sang Hyang Candra (bulan) yang merupakan hari penyucian oleh Sang Hyang Rwa Bhineda yaitu Sang Hyang Surya dan Sang Hyang Candra. Rerahinan purnama merupakan sebuah momentum guna mengintrospeksi diri, bersujud dihadapan Ida Sang Hyang Widhi dan kembali kepada (Rwa Bhineda) sekala dan niskala. Disamping itu pada rerahinan purnama vibrasi suci akan terpancar dari sinar rembulan sehingga sangat baik untuk melaksanakan yoga Samadhi. Pada hari ini umat melakukan persembahyangan di mulai dari Merajan, Merajan Dadia, Pura Kayangan Tiga dan jika memungkinkan sangat baik untuk melakukan Tirta Yatra.

  1. Tilem

Tilem adalah rerahinan atau hari suci bagi umat Hindu, dirayakan untuk memohon berkah dan karunia dari Ida Sang Hyang Widhi. Tilem dirayakan setiap malam pada waktu bulan mati (Krsna Paksa). Hari suci Tilem dirayakan setiap 30 atau 29 hari sekali. Pada hari suci Tilem, bertepatan dengan Sanghyang Surya beyoga memohonkan keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widhi. Pada hari suci demikian itu, sudah seyogyanya para rohaniawan dan semua umat manusia menyucikan dirinya lahir batin dengan melakukan upacara persembahyangan dan menghaturkan yadnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi.

  1. Kajeng Kliwon

Kajeng Kliwon adalah pertemuaan antara Tri Wara dan Panca Wara, dimana tri waranya adalah Kajeng dan panca waranya adalah Kliwon. Hari suci Kajeng Kliwon dirayakan setiap 15 hari. Pada hari kajeng kliwon banyak masyarakat bali mengangap sebagai hari yang keramat. Padahal sesungguhnya menurut Sastra Agama, tentang kekeramatan dan kesakralan dari hari kajeng kliwon adalah pengaruh dari pertemuan harinya yaitu pertemuan antara Tri Wara dan Panca Wara yang memiliki kekuatan Religiomagis, yaitu:

  1. Hari Kajeng (Tri Wara), yaitu merupakan prabhawanya Sang Hyang Durga Dewi sebagai perwujudan dari kekuatan “Ahamkara”, yang memanifestasikan kekuatan Bhuta, Kala, dan Durga di Bumi.
  2. Hari Kliwon (Panca Wara), yaitu merupakan hari prabhawanya Sang Hyang Siwa sebagai perwujudan kekuatan Dharma yang memanifestasikan kekuatan Dewa.

Dengan demikian menyatunya kekuatan Siwa dengan kekuatan Durga, maka lahirlah kekuatan Dharma Wisesa sehingga dari sini lahirnya Kesidhian, Kesaktian, dan Kemandhian yang selalu dikendalikan oleh kekuatan Dharma (Lontar Kala Maya Tattwa).

Oleh karena itulah umat Hindu secara tekun dan kontinyu menghaturkan persembahan serta memuja Hyang siwa, untuk memohon kekuatan kesidian, kesaktian, kemandhian, serta kedharman sebagai kebutuhan dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.

  • Makna Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon
  1. Purnama

Hari raya Purnama bermakana memohon berkah dan karunia dari Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) yang telah menerangi dunia beserta isinya dan kebersihan lahir dan batin dalah satu ujud keimanan, kebersihan secara manusia secara lahir dan batin sangatlah penting, pada badan yang bersih tidak aka nada kotoran yang melekat, dalam jiwa yang bersih akan timbuk pikiran yang bersih, dengan perkataan yang dan perbuatan yang baik dan bersih akan timbul pikiran yang baik/bersih yang akan dapat ganjaran yang baik juga. Kebersihan hati juga adalah satu hal yang pokok dan sangat penting terutama saat memohon berkah dan anugrah kepada Sang Pencipta (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Pada saat bulan purnama penuh menurut Agama Hindu, Dewa dan Widyadara – widyadari turun mebersihkan dan menyucikan alam semesta beserta isinya.

Kebersihan diri mrmpunyai peran penting dalam kehidupan untuk mencapai keselarasan, baik itu untuk diri sendiri, orang lain, lingkungan maupun terhadap Tuhan atau Ida Sanh Hyang Widhi. Dengan kebersihan diri, kita akan di berikan kemudahan kebahagian, maka kita sebagai umat hindu seendaknya menjaga dan memelihara terutama kebersihan hati dan pikiran, karena dengan itu semua hidup ini akan terasa lebih bermakana baik di mata dunia maupun di hadapan Tuhan.

  1. Tilem

Pada waktu hari suci tilem umat Hindu berusaha mendekatkan diri kehadapan Brahman atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dengan melakukan persembahyangan berupa canang sari. Maksud dan tujuannya adalah dalam memuja Brahman atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan bunga – bunga yang menyimbolkan “Wasana“, secara harfiah kita berserah diri di hadapan-NYA yang merupakan sari dari keberadaan kita yang alami. Ketika kita mengambil bunga untuk persembahyangan kelima jari – jari tangan menjuntai ke bawah, hal ini menunjukkan bahwa manusia masih terikat oleh keduniawian, dan masih terikat oleh benda – benda material, serta masih dipengaruhi oleh rasa emosional yang tinggi. Selanjutnya bunga – bunga tersebut juga dibawa keatas oleh jari – jari tangan yang tercakup, hal ini menyimbolkan bahwa seseorang mempersembahkan karma wasananya ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan kata lain kecenderungan yang mengarah pada hal – hal yang berbau duniawi kini diarahkan menuju Brahman atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Bulan tilem juga sering di istilahkan dengan hati atau pikiran manusia yang sedang menyusut, dengan perumpamaan yang berbasis pada kekuatan kala atau waktu. Jika pikiran seseorang sedang keruh, dirasuki oleh sifat – sifat angkara murka, maka diistilahkan dengan bulan yang dewatanya sedang menyusut menuju pada kegelapan (Tilem). Hal ini hampir dialami oleh setiap orang, sehingga pada bulan tilem banyak orang yang masih bingung dan meraba – raba dalam kegelapan karena manusia ada dalam pengaruh maya atau kepalsuan. Pengaruh maya atau kegelapan disimboliskan dengan bulan mati atau tilem yang selalu bertarung dalam pikiran manusia, jika Atma Tatwa yang menang atau lebih dominan maka seseorang akan menjadi bijaksana, welas asih dan berbudi pekerti yang luhur, jika Maya Tatwa yang menang atau lebih dominan maka egonya muncul, ingin selalu lebih unggul, mudah sekali dihinggapi oleh sifat – sifat buruk. Hari suci tilem dirayakan dengan tujuan untuk menumpas kegelapan tersebut berupa hawa nafsu jahat yang disebut dengan Sad Ripu, yaitu: Kama (hawa nafsu), Kroda (kemarahan), Lobha (ketamakan), Moha (keterikatan), Mada (kesombongan), dan Matsarya (iri hati atau kebencian).

  1. Kajeng Kliwon

Makna dari Kajeng Kliwon adalah agar mendapat keselamatan, kesentosaan, kesempurnaan dan hidup berbahagia, patutlah petunjuk – petunjuk tadi dilakukan dengan penuh keyakinan, dengan hati bhudi yang suci hening dan dengan rasa tulus ikhlas.

Bilamana hal ini dilalaikan, maka rumah tangga menjadi kacau, penyakit datang menyerang silih berganti,  bahaya maut selalu mengintai. Dewa – Dewa dan Bhatara- Bhatari pergi berlarian, tidak mau tinggal disanggah atau pemerajan. Konon Sang Tiga buchari bermohon kehadapan Sanghyang Durgha Dewi, memohon berkah untuk membuat bahaya, mengundang semua desti, teluh, terangjana yang mengakibatkan timbulnya kekacauan dan merajalelanya seribu satu macam penyakit penyakit yang selalu mengancam jiwa keluarga. Selanjutnya Sang Bhuta Kala selalu menggoda, anggota keluarga kemasukan Sang Butha Kala, dimakan (ditadah) oleh rakyatnya Sang Hyang Kala dan rakyatnya Sanghyang Durgha Dewi.

  • Tujuan Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon
  1. Purnama

Umat Hindu meyakini Bahwa kelahirannya di dunia ini tidak terlepas dari pengaruh karma masa lalunya. Sisa- sisa karma dimana hidup yang terdahulu disebut dengan karma wasana. Maka pada saat Purnama ini kita juga hendaknya mengadakan pembersihan secara lahir bathin. Karena itu, disamping bersembahyang mengadakan puja bhakti kehadapan Hyang Widhi untuk memohon anugrahNya, juga kita hendaknya mengadakan pembersihan dengan air (mandi yang bersih). Menurut pandangan Hindu bahwa air merupakan sarana pembersihan yang amat penting di dalam kehidupan manusia. Air disamping merupakan sarana pembersih, juga sebagai pelebur kekotoran.

Adbhirgatrani suddhyati, manah satyena suddhyati

vidyatapobhyam bhutatma, buddhir jnanena suddhyati

(Manavadharmasastra V.109)

Artinya:

Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa manusia dengan pengetahuan (pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dengan kebijaksanaan (pengetahuan) yang benar. 

Kondisi bersih secara lahir bathin di dalam kehidupan ini sangat perlu, karena di dalam tubuh dan jiwa yang bersih akan muncul pemikiran, perkataan dan perbuatan yang bersih pula, sehingga tercapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Jadi kebersihan sangat penting artinya untuk bisa tercapai suatu kebahagiaan, lebih-lebih dalam hubungannya dengan pemujaan kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Suci), maka kebersihan (kesucian) secara lahir bathin merupakan syarat mutlak.

  1. Tilem

Persembahan hari Tilem dimaksudkan agar umat Hindu yang tekun melaksanakan persembahan dan pemujaan pada hari Tilem, ketika meninggal rohnya tidak diberikan jalan yang sesat (neraka), namun sebaliknya agar diberikan jalan ke swarga loka oleh Sang Hyang Yamadipati (Lontar Purwana Tattwa Wariga).

Oleh karena itu menurut petunjuk sastra Agama Hindu ”Lontar Purwa Gama” menuntun umat Hindu agar selalu ingat melaksanakan suci laksana, khususnya pada hari Purnama dan hari Tilem, untuk mempertahankan serta meningkatkan kesucian diri, terutama para Wiku, untuk mensejahterakan alam beserta isinya karena semua mahluk akan kembali ke hadapan yang Maha Suci, tergantung dari tingkat kesucian masing-masing.

Proses penyucian diri, menurut petunjuk Sastra Agama yang penekannya pada, ”Suci Laksana”, karena pada pelaksanaannya mengandung makna yang sangat tinggi, dalam arti pada penekanan tersebut sudah terjadi penyatuan dari pelaksanaan Catur Yoga, sehingga atas kekuatan dari Catur Yoga tersebut dapat menyucikan Stula Sarira (badan Kasar), dan Suksma Sarira (badan halus) dan Antahkarana Sarira (Atma), yang ada pada diri manusia khususnya umat Hindu.

  1. Kajeng Kliwon

Tujuan dari pelaksanaan rahinan Kajeng Kliwon adalah mengembalikan keseimbangan alam niskala dari alam bhuta menjadi alam dewa (penuh sinar), sedangkan Sekalanya manusia selalu berbuat Tri Kaya Parisudha. Dengan demikian diharapan dunia ini menjadi seimbang dan juga hendaknya manusia lebih yaitu umat Hindu sendiri melaksanakan yadnya disaat kajeng kliwon agar keseimbangan dunia ini tidak tergoyahkan ataupun tercemar dari hal yang negatif atau hal – hal yang tidak diinginkan baik secara sekala maupun niskala.

  • Jenis-jenis Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon
  1. Purnama
  2. Purnama Sasih Kasa atau Sasih Sarwanja
  3. Punama Sasih Karo atau Sasih Badrawada
  4. Punama Sasih Katiga atau Sasih Asuji
  5. Purnama Sasih Kapat atau Sasih Kartika

Pada hari Purnama Kapat ini merupakan beryoganya Sang Hyang Purusa Sangkara yang diiringi oleh para Dewa, Rsigana, Dewa Pitara atau leluhur semuanya. Hari ini umat Hindu melakukan pemujaan kepadaNya, khusus untuk para pandhita wajib melakukan yoga dengan Suryasewana dan Candrasewana. Dalam melakukan pemujaan kepada Sang Hyang Candra patut mempersembahkan penek jenar, prayascita luwih, pareresikan, daging ayam, dan menghaturkan pula segehan agung. Untuk para widyadara dan widyadari di haturkan sesayut widyadari di tempat tidur dan untuk para leluhur juga menghaturkan suci lengkap. Untuk para bhuta dipersembahkan segehan agung 1 soroh. Semua itu dilakukan sebagai wujud bhakti untuk memohon kedirgayusan dan kesucian.

  1. Purnama Sasih Kalima atau Sasih Margasira
  2. Purnama Sasih Kenem atau Sasih Posya
  3. Punama Sasih Kapitu atau Sasih Magha
  4. Purnama Sasih Kawulu atau Sasih Phalguna

Pada sasih kawulu ini merupakan waktu turunnya para bhuta kala ke dunia yang ingin menggoda manusia, karena umat manusia hendaknya menyucikan diri pikiran untuk menjaga ketentraman dunia.

  1. Purnama Sasih Kesanga atau Sasih Caitra
  2. Purnama Kedasa atau Sasih Waisaka

Purnama sasih Kedasa dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Sunya Amerta pada Sad Kahyangan Wisesa. Piodalan Bhatara Turun Kabeh di Pura Besakih dilakasanakan setiap Purnama sasih Kedasa.

  1. Purnama Sasih Desta atau Sasih Jyesta

Purnama sasih Jiyesta (Purnama kesebelas), oleh umat Budha di peringati sebagai hari suci waisak. Hari suci waisak biasanya jatuh diantara purnama jiyesta, untuk mengenang dan menghormati ajaran-ajaran Sang Budha Sidarta Gautama. Oleh para pengikutnya semu wejangan wejangan dan ajaran-ajarannya di tuangkan dalam kitab yang bernama “Tripitaka”. Sidarta Gautama mencapai Kebudhaan (penecerahan/nirwana). Sejak saat itu Sidarta mengajarkan ajaran kebudhaan pada umat manusia, sampai akir hayatnya. Maka sampai saat ini hari suci itulah Agama Budha berkembang dengan pesatnya.

  1. Punama Sasih Sadha atau Sasih Asadha

Punama Kesadha (keduabelas) bagi umat Hindu di Pegunangan Tengger, Malang, Jawa Timur. Begitu dirayakan dengan khusuk dan hidmat. Upacara persembahan sesaji ke kawah Gunung Bromo yang terkenal dengan upacara Kesodho adalah untuk mengenang dan menghormati seorang insane yang luar biasa yang bernama Dewa Kusuma. Demi memenuhi janji orang tuanya (Roro Anteng dan Joko Seger), Dewa kusuma rela di cemplungknan ke kawah Gunung Bromo sebagai sesaji/persembahan. Maka demikian lah hingga sekarang dan samoai saat ini suku Tenger di Malang masih melangsungkan adat istiadat member sesaji kedalam kawah Gunung Bromo. Pengorbanan Dewa Kusuma sungguh mulia dan perpuji. Dia iklas melaksanakan yajna itu demi kebahagiaan orang tua dan saudara-saudaranya.

  1. Tilem
  2. Tilem Sasih Kasa atau Sasih Sarwanja
  3. Tilem Sasih Karo atau Sasih Badrawada
  4. Tilem Sasih Katiga atau Sasih Asuji
  5. Tilem Sasih Kapat atau Sasih Kartika
  6. Tilem Sasih Kalima atau Sasih Margasira
  7. Tilem Sasih Kenem atau Sasih Posya
  8. Tilem Sasih Kapitu atau Sasih Magha

Sehari sebelum Tilem Sasih Kapitu disebut Hari Raya Siwaratri, malam ini adalah malam yang paling gelap dalam 1 tahun. Pada malam harinya umat hindu melakukan brata Siwaratri yang terdiri dari Mona Brata yang artinya tidak berbicara, Upawasa yang artinya tidak makan dan minum, dan Jagra yang artinya tidak tidur dari pagi sampai pagi kembali. Pada malam ini Bhatara Siwa melakukan Yoga Samadhi, yang hendaknya umat Hindu mengikuti pula dengan melakukan penyucian diri melalui palukatan atau prayascita. Keesokan harinya yaitu pada tilem kapitu umat Hindu melakukan pabersihan diri kembali serta melakukan pemujaan di sanggah atau parhyangan masing – masing.

  1. Tilem Sasih Kawulu atau Sasih Phalguna

Pada tilem sasih kawulu ini merupakan waktu turunnya para Bhuta kala ke dunia yang ingin menggoda manusia, karenanya umat manusia hendaknya menyucikan pikiran untuk menjaga ketentraman dunia. Disamping itu pikiran perlu memuja Bhatara dengan menghaturkan saji berupa sesayut, tipat sirikan menurut neptu hari, dagingnya palem udang, sayur talas,daun cabai bun, daun gamongan, daun kencur, dan kacang ijo semuanya diurap, daun dapdap (delundung) sesuai urip hari, sambel gente, untu – untu, jagung, keladi, ketela, tebu, semua direbus. Buah buahan seperti Buni, Sentul, Rambutan, Salak, serta tetebus tadah pawitra. Semua sesaji itu dihaturkan pada Tilem Kaulu.

  1. Tilem Sasih Kesanga atau Sasih Caitra

Tilem Kesanga adalah hari pesucian para dewa bertempat di tengah – tengah samudra, sambil ngambil intisari air hayat (sarining amertha kamandalu). Tilem kesanga  (kesembilan) dirayakan untuk menyambut tahun baru saka. Adapun rentetan upacaranya adalah: tiga hari sebelum nyepi dilakukan upacara mekiis atau melis kepantai (laut), ke sungai yang dianggap suci, ke danau atau sumber – sumber air lainnya. Dengan mengusung pratima – pratima (benda – benda sakral) yang ada di pura – pura. Diiiringi dengan kekidung dan gambelan bleganjur.

  1. Tilem Sasih Kedasa atau Sasih Waisaka
  2. Tilem Sasih Desta atau Sasih Jyesta
  3. Tilem Sasih Sadha atau Sasih Asadha
  4. Kajeng Kliwon
  5. Kajeng Kliwon Enyitan
  6. Kajeng Kliwon Uwudan

Kajeng Kliwon Uwudan adalah Kajeng Kliwon yang jatuh pada Pangelong atau periode hingga 15 hari setelah Purnama. Kajeng kliwon merupakan hari pemujaan terhadap Sanghyang Siwa, yang diyakini pada hari tersebut Sang Hyang Siwa bersemadi. Rerainan kajeng kliwon dipercaya sebagai hari yang keramat. Pada hari kajeng kliwon umat menghaturkan segehan yang dihaturkan kepada Sang Hyang Dhurga Dewi, di tanah segehan dihaturkan kepada Sang Bhuta Bucari, Sang Kala Bhucari dan Sang Dhurga Bucari.

BAB III

PENUTUP

Dengan membaca papper ini disarankan agar para pembaca mengerti dan bisa memahami tentang Pengertian dari Hari Suci Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon dan juga mengetahui tentang Makna, Tujuan, dan Jenis-jenis Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon. Dengan demikian para pembaca juga bisa mengamalkan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dewa Yadnya

BAB I

PENDAHULUAN

Panca Yadnya adalah lima macam yadnya yang dilakukan oleh umat Hindu yang terdiri dari Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya dan Bhuta Yadnya. Dalam pelaksanaan yadnya ini, di samping didasari oleh rasa ketulusan dan keikhlasan juga didukung oleh tata pelaksanaan yang disebut upacara serta sarana yang melengkapi pelaksanaan yadnya yang disebut dengan upakara atau bebanten. Jadi upacara yadnya adalah tata cara atau pelaksanaan suatu yadnya yang dilakukan oleh umat Hindu dengan tulus ikhlas. Sedangkan upakara adalah segala sarana yang dipersembahkan.

Pada dasarnya pelaksanaan yadnya tidak bisa lepas dari Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya. Setiap pelaksanaan yadnya, umat Hindu melakukan permohonan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi-Nya dan menghaturkan sesajen kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar pelaksanaan yadnya berjalan lancar serta memperoleh waranugraha yang diharapkan. Pelaksanaan yadnya khususnya Dewa Yadnya sudah sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari pelaksanaan secara sederhana sampai dengan tingkatan yang kebih tinggi.

Upacara Dewa Yadnya adalah upacara pemujaan dan persembahan sebagai wujud bakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan segala manifestasi-Nya, yang diwujudkan dalam bermacam-macam bentuk upacara. Upacara ini bertujuan untuk mengucapkan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas kasih, rahmat dan karunia-Nya sehingga kehidupan dapat berjalan damai. Upacara Dewa Yadnya umumnya dilaksanakan di Sanggah-sanggah, Pamerajan, Pura, Kayangan dan tempat suci lainnya. Upacara Dewa Yadnya ada yang dilakukan setiap hari dan ada juga yang dilakukan pada hari-hari tertentu. Contoh dari upacara Dewa Yadnya yang dilakukan setiap hari adalah puja tri sandya dan yadnya sesa. Sedangkan upacara Dewa Yadnya yang dilakukan pada hari-hari tertentu seperti Galungan, Kuningan, Saraswati, Siwaratri, Purnama dan Tilem, dan piodalan lainnya.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dewa Yadnya

Dewa Yadnya adalah persembahan yang tulus ikhlas kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta segala bentuk manifestasi-Nya. Dewa berasal dari kata Div yang artinya sinar atau cahaya suci. Seperti halnya cahaya yang berasal dari matahari, demikianlah para Dewa adalah sumber dari sang pencipta yaitu Sang Hyang Widhi Wasa.

Dewa sebagai manifestasinya Tuhan memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda seperti misalnya Dewa Wisnu, Dewa Brahma, Dewa Iswara dan yang lainnya memiliki kekuasaan yang berbeda, tetapi para Dewa tetap bersumber dari Tuhan. Dengan demikian pemujaan dan persembahan yang ditujukan kepada para Dewa pada dasarnya adalah ditujukan kepada Tuhan.

2.2 Makna dan Tujuan Pelaksanaan Dewa Yadnya

Pelaksanaan Dewa Yadnya adalah karena adanya hutang kepada Sang Hyang Widhi Wasa yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya termasuk di dalamnya adalah manusia. Manusia bisa memanfaatkan isi alam ini dengan semuanya bersumber dan diciptakan oleh Tuhan. Hutang ini disebut dengan Dewa Rna. Atas dasar itu umat Hindu sewajibnya berbhakti kepada Sang Hyang Widhi dengan melaksanakan persembahan dalam bentuk Dewa Yadnya.

Pelaksanaan Dewa Yadnya dapat dilakukan dengan berbagai bentuk. Aktivitas kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan menjadi Yadnya dengan cara melaksanakan semua aktivitas yang didasari oleh kesadaran, keikhlasan, penuh tanggung jawab dan menjadikan aktivitas tersebut sebagai persembahan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagaimana sabda Tuhan melalui Bhagawad Gita dalam sloka seperti :

Yajòàathàt karmano ‘nyatra loko ‘yaý karma-bandhanah,

Tad-artham karma kaunteya mukta-saògaá samàcara (Bhagawad Gita, III.9)
Artinya:
Kecuali kerja yang dilakukan sebagai dan untuk tujuan pengorbanan, dunia ini terbelenggu oleh kegiatan kerja. Oleh karena itu, wahai putra Kunti (Arjuna), lakukanlah kegiatanmu sebagai pengorbanan dan jangan terikat dengan hasilnya.

Pelaksanaan Dewa Yadnya memiliki tujuan antara lain :

  1. Untuk menyatakan rasa terima kasih kepada Tuhan.
  2. Sebagai ungkapan rasa bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
  3. Sebagai jalan untuk memohon perlindungan dan waranugraha serta permohonan pengampunan atas segala dosa.
  4. Sebagai pengejawantahan ajaran Weda.

Pada dasarnya Yadnya itu bertujuan untuk membayar hutang (Rna) yaitu hutang budi dan hutang kepada Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa). Karena berkat Yadnya kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, alam semesta beserta isinya ini diciptakan. Para Dewa adalah cahaya atau sinar Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) yang dikuasakan untuk menjaga alam semesta beserta isinya. Karena itu para Dewa harus dipuaskan dengan pelaksanaan yadnya-yadnya yang sudah ditentukan dalam Veda. Selanjutnya ada berbagai jenis Yadnya yang  dilakukan manusia untuk mencapaikan perasaan atau pengharapannya, misalnya untuk memohon penyucian, permohonan maaf tentunya dengan berbagai jenis persembahannya dengan tujuan akhir dipersembahkan kepada Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa).

Perlu diketahui bahwa segala kebutuhan hidup masyarakat disediakan oleh para Dewa sebagai administrator-administrator alam semesta. Tidak ada seorangpun di dunia ini dapat membuat sesuatu untuk dirinya sendiri, misalnya manusia tidak dapat membuat beras, demikian juga air, api, udara, tanah dan eter. Tanpa kekuatan Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) tidak mungkin ada sinar matahari, hujan, angin dan lain sebagainya yang berlimpah-limpah dan tanpa ada unsur itu seseorang tidak dapat hidup. Jadi Yadnya yang kita persembahkan adalah sebagai wujud balas budi serta wujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala karunia-Nya.

2.3 Pelaksanaan Upacara Dewa Yadnya

      Pelaksanaan dari upacara Dewa Yadnya dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :

  1. Pelaksanaan yadnya yang dilakukan setiap hari (Nitya Karma), seperti Tri Sandya (sembahyang), menghaturkan canang di setiap Palinggih pada pagi atau sore hari, menjaga kebersihan tempat suci, mesaiban (yadnya sesa).
  2. Pelaksanaan yadnya pada hari-hari suci tertentu (Naimitika Karma) seperti Purnama, Tilem, Tumpek, Anggarkasih, Galungan, Kuningan, Saraswati, Siwaratri dan sebagainya.
  3. Upacara yadnya isidental adalah penyelenggaraan yadnya yang dilaksanakan secara insiden menurut keperluan di masyarakat seperti pelaksanaan upacara pembersihan jagat seperti Rsi Gana dan yang lainnya. Upacara yang terkait dengan tempat-tempat suci seperti melaspas, Pujawali, Piodalan.

Pelaksanaan Dewa Yadnya di samping menggunakan sarana upakara, juga menggunakan puja mantra, serta dilengkapi pula dengan persembahyangan. Sembahyang memiliki pengertian memuja, menyembah, menghormat kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Para Dewa, atau kepada sesuatu yang dianggap suci. Sembahyang merupakan perwujudan dari rasa bhakti umat manusia kehadapan Sang Pencipta. Bhakti adalah penyerahan diri sepenuhnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala ketulusikhlasan dan tanpa adanya ikatan ataupun pamrih. Adapun yang menjadi tujuan umat Hindu melaksanakan persembahyangan adalah untuk mewujudkan rasa bhakti kepada Tuhan beserta segala manifestasiNya, memohon waranugraha serta petunjuk untuk menuju kehidupan yang lebih baik, sebagai wujud penyerahan diri, penyucian lahir bhatin, serta tujuan-tujuan lain yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Pelaksanaan Dewa Yadnya yang pelaksanaannya pada waktu-waktu tertentu (Naimitika Karma) ada yang berdasarkan pawukon, wewaran atau juga berdasarkan sasih.

  • Jenis-Jenis Upacara Dewa Yadnya

      Upacara Dewa Yadnya Pada Hari Raya Purnama dan Tilem

Purnama dan Tilem adalah hari suci bagi umat Hindu, dirayakan untuk memohon berkah dan karunia dari Sang Hyang Widhi Wasa. Hari Purnama, sesuai dengan namanya, jatuh setiap malam bulan penuh (Sukla Paksa). Sedangkan hari Tilem dirayakan setiap malam pada waktu bulan mati (Krsna Paksa). Kedua hari suci ini dirayakan setiap 30 atau 29 hari sekali. Pada hari Purnama dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Chandra, sedangkan pada hari Tilem dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Surya. Keduanya merupakan manifestasi dari Sang Hyang Widhi Wasa yang berfungsi sebagai pelebur segala kekotoran (mala). Pada kedua hari suci ini hendaknya diadakan upacara persembahyangan dengan rangkaiannya berupa upakara yadnya.

Pada hari Purnama dan Tilem ini sebaiknya umat melakukan pembersihan lahir batin. Karena itu, di samping bersembahyang mengadakan puja bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk memohon anugrah-Nya, umat juga hendaknya melakukan pembersihan badan dengan air. Kondisi bersih secara lahir dan batin ini sangat penting karena dalam jiwa yang bersih akan muncul pikiran, perkataan dan perbuatan yang bersih pula. Kebersihan juga sangat penting dalam mewujudkan kebahagiaan, terutama dalam hubungan dengan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Umat Hindu memiliki hari raya yang didasarkan pada sasih/bulan yaitu Purnama dan Tilem. Hari suci ini dirayakan setiap 15 hari sekali dalam setiap bulannya. Jadi dapat disimpulkan dalam 1 tahunnya umat Hindu merayakan 12 kali hari raya Purnama dan 12 kali hari raya Tilem. Pada hari Purnama umat Hindu memuja Sang Hyang Chandra. Dan pada hari raya Tilem umat Hindu memuja Sang Hyang Surya. Kombinasi hari suci Purnama dan Tilem ini merupakan penyucian terhadap Sang Hyang Rwa Bhinneda yaitu Sang Hyang Surya dan Chandra. Pada waktu gerhana bulan beliau dipuja dengan Candrastawa (Somastawa) dan pada waktu gerhana matahari beliau dipuja dengan Suryacakra Bhuwanasthawa. Pada hari suci Purnama dan Tilem ini biasanya umat Hindu menghaturkan daksina dan canang sari pada setiap Pelinggih dan Pelangkiran yang ada di setiap rumah. Untuk Purnama atau Tilem yang mempunyai makna khusus biasanya ditambahkan dengan banten sesayut.

Hari suci Purnama dan Tilem mempunyai makna khusus bagi umat Hindu yaitu :

  1. Sasih Kapat (Purnama Kapat)

Pada hari Purnama Kapat ini merupakan beryoganya Sang Hyang Purusa Sangkara yang diiringi oleh Para Dewa, Rsigana, Dewa Pitara atau leluhur semuanya. Pada hari suci ini umat Hindu melakukan pemujaan kepada-Nya, khusus untuk para Pandhita wajib melakukan yoga dengan Suryasewana dan Candrasewana. Dalam melakukan pemujaan kepada Sang Hyang Candra patut mempersembahkan penek jenar, prayascita luwih, pareresikan, daging ayam, dan menghaturkan pula segehan agung. Untuk para widyadara dan widyadari dihaturkan sesayut widyadari di tempat tidur dan untuk para leluhur juga menghaturkan suci lengkap. Untuk para bhuta dipersembahkan segehan agung 1 soroh. Semua itu dilakukan sebagai wujud bhakti untuk memohon kedirgayusan dan kesucian.

Pada saat Tilem sasih Kapat, umat Hindu hendaknya melakukan penyucian diri dan memusnahkan kecemaran diri, yang disebut pamugpug raga roga, dengan mengahaturkan canang wangi di sanggah, menghaturkan satu soroh sesayut widyadari di atas tempat tidur guna memuja Sang Hyang Widyadara Widyadari, untuk memohon ketenangan pikiran dalam melakukan tugas sehari-hari. Pada tengah malam hendaknya melakukan monabrata, memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

  1. Sasih Kapitu

Sehari sebelum Tilem sasih kapitu disebut Hari Raya Siwaratri. Pada malam harinya umat Hindu melakukan brata siwaratri yang terdiri dari mona brata yang artinya tidak berbicara, upawasa yang artinya tidak makan dan minum, dan jagra yang artinya tidak tidur dari pagi sampai pagi kembali. Pada malam ini Bhatara Siwa melakukan Yoga Samadhi, yang hendaknya umat Hindu mengikuti pula dengan melakukan penyucian diri melalui palukatan atau prayascita. Keesokan harinya yaitu pada Tilem Kapitu umat Hindu melakukan pabersihan diri kembali serta melakukan pemujaan di sanggah atau parahyangan masing-masing.

  1. Sasih Kasanga

Pada sasih kasanga tepatnya pada Tilem sasih kasanga merupakan hari penyucian para Dewa dan waktu untuk melakukan Bhuta Yadnya. Pada Tilem kasanga hendaknya melakukan pecaruan di perempatan desa pakraman serta menghaturkan segehan di depan rumah. Esok harinya umat Hindu melakukan Catur Brata Penyepian yang bertepatan dengan Hari Raya Nyepi atau tahun baru Caka.

  1. Sasih Kadasa

Pada saat Purnama Kadasa merupakan pujawali kehadapan Sang Hyang Surya Amrta di setiap parahyangan dengan menghaturkan suci, daksina, ajuman, ajengan, wewangian, dan pareresikan. Pada hari ini umat hendaknya melakukan penyucian diri dengan prayascita.

  1. Upacara Dewa Yadnya Berdasarkan Pawukon

Rangkaian pelaksanaan hari raya berdasarkan perhitungan wuku yakni :

  1. Hari Raya Pagerwesi

Pagerwesi adalah hari raya untuk memuja Sang Hyang Widhi dengan prabhawanya sebagai Sang Hyang Pramesti Guru yang sedang beryoga disertai oleh para Dewa dan Pitara demi kesejahteraan dunia dengan segala isinya dan demi kesentosaan kehidupan semua makhluk.

Rangkaian pelaksanaan hari raya Pagerwesi yaitu :

  1. Soma Ribek

Yaitu hari pemujaan Sang Hyang Sri Amrtha pada pulu (tempat beras) dan lumbung (tempat penyimpanan padi). Soma ribek ini jatuh pada Soma Pon Wuku Sinta. Pada saat ini juga umat Hindu memuja Sang Hyang Tri Pramana (Tiga unsur yang memberikan kekuatan) yaitu Dewi Sri, Dewa Sedana dan Dewi Saraswati. Bratha pada hari ini tidak boleh menjual beras, tidak boleh menumbuk padi.

  1. Sabuh Mas

Yaitu hari penyucian Sang Hyang Mahadewa dengan melimpahkan anugrahnya pada “Raja Brana” (harta benda) seperti emas, perak, manik dan sejenisnya. Sabuh Mas dilaksanakan pada setiap Anggara Wage Wuku Sinta.

  1. Pagerwesi

Pagerwesi dilaksanakan setiap Budha Kliwon Sinta. Pada sat ini umat menghaturkan bakti kehadapan Sang Hyang Pramesti Guru di sanggah kemimitan atau Sanggah Kemulan yang disertai dengan labaan (korban) untuk Sang Panca Maha Butha, agar Sang Panca Maha Butha menjadi senang yang kemudian memberi keselamatan manusia.

  1. Hari Raya Tumpek Landep

Tumpek Landep dilaksanakan setiap Saniscara Kliwon Wuku Landep, sebagai hari pemujaan Sang Hyang Pasupati (Sang Hyang Siwa), yaitu Dewa penguasa senjata. Pada hari ini dilakukan upacara pemujaan di “prapen” (tempat membuat senjata) seperti keris, pedang dan sarana-sarana tranportasi lainnya seperti mobil, TV dan sebagainya. Tujuan upacara ini adalah untuk memohon anugrah alat-alat tersebut bertuah dan berfungsi sebagaimana mestinya.

  1. Hari Raya Galungan dan Kuningan

Hari Raya Galungan adalah hari raya untuk memperingati hari kemenangan dharma melawan adharma. Rangkaian pelaksanaan Hari Raya Galungan yakni :

  1. Tumpek Wariga

Tumpek Wariga disebut pula hari Tumpek Uduh, Tumpek Pengarah, Tumpek Pengatag, Tumpek Bubuh. Upacara selamatan ditunjukan kehadapan Sang Hyang Sangkara, sebagai Dewa penguasa tumbuh-tumbuhan. Tujuan pelaksanaan pemujaan adalah untuk memohon keselamatan dan kesuburan tumbuh-tumbuhan agar menghasilkan panen yang berlimpah untuk bekal persiapan hari raya Galungan. Tumpek Wariga dilaksanakan setiap Saniscara Kliwon Wuku Wariga. Pada hari suci ini umat Hindu menghaturkan sesajen dengan upakara pokoknya adalah banten yang berisi bubur sumsum sebagai lambang kesuburan.

  1. Sugihan Jawa

Sugihan Jawa adalah hari pembersihan Bhuana Agung (alam semesta). Sugihan Jawa dilaksanakan setiap Wraspati Wage Wuku Sungsang. Upacara selamatan ditunjukan kehadapan Sang Hyang Dharma untuk memohon kesucian alam semesta dan kesucian alam semesta dan kesucian Bhuana Alit (umat manusia) agar terhindar dari kesengsaraan.

  1. Sugihan Bali

Sugihan Bali dilaksanakan setiap Sukra Kliwon Wuku Sungsang. Pada hari ini umat Hindu melakukan upacara mohon tirtha prastitaan (pembersihan) pada Sang Maha Muni (orang suci) untuk membersihkan segala papa pataka yang ada pada diri kita sendiri.

  1. Hari Penyekeban

Hari Penyekeban dilaksanakan setiap hari Redite Paing Wuku Dungulan. Umat Hindu pada hari ini nyekeb (memeram, pisang atau tape untuk persiapan hari raya Galungan). Mulai hari ini Sang Butha Dungulan turun ke dunia untuk mengganggu ketentraman bathin manusia. Oleh sebab itulah kita harus waspada dengan kekuatan negatif dari Sang Butha Galungan tersebut.

Hari penyekeban ini kenyataanya nyekeb buah-buahan sebagai simbolis pengekangan diri agar tidak tergoda oleh Sang Bhuta Galungan.

  1. Hari Penyajaan

Hari penyajaan dilaksanakan setiap hari Soma Pon Wuku Dungulan. Pada hari ini umat Hindu membuat jaja uli, begina, dan jajan lainnya. Kata jaja secara simbolis berarti saja yang mengandung maksud sungguh-sungguh akan melaksanakan hari raya Galungan. Mulai hari ini turun lagi Sang Butha Kala yang disebut Sang Butha Dungulan. Oleh karena Sang Butha Kala bertambah lagi seorang maka godaannya pun akan menjadi  lebih keras, oleh karena itu kita sebagi umat harus lebih waspada lagi dengan gangguan-gangguan negatif dari Butha Kala tersebut.

  1. Hari Penampahan Galungan

Hari Penampahan Galungan dilaksanakan setiap hari Anggara Wage Dungulan. Pada hari ini umat Hindu kenyataanya menyemblih ternak seperti babi, ayam, itik, atau binatang lainnya untuk keperluan Yadnya dan keperluan pesta menyambut hari raya Galungan. Pada hari ini turun lagi Sang Butha Kala yaitu Sang Butha Kala Amangkurat dengan tujuan menggoda umat manusia agar batal merayakan hari raya Galungan. Sampai hari Penampahan Galungan Butha Kala yang turun ke dunia sudah berjumlah tiga orang, sehingga godaan sangat berat. Oleh sebab itu, kita harus lebih siap mental menghadapinya. Kita menghadapinya harus sungguh-sungguh berdasarkan dharma atau kebenaran. Kalau kita sudah betul-betul menjungjung tinggi dharma niscaya kita akan menang melawan adharma.

Penampahan berasal dari kata “tanpa” yang berarti junjung, maksudnya adalah kalau dharma sudah dijunjung maka adharma akan kalah, hal ini disimbulkan dengan pembantaian babi dan ternak lainnya. Pada hari ini (sore hari) dipasang sebuah penjor Galungan sebagai simbolis gunung (Gunung Agung) atau sebagai simbolos dari naga. Setelah menancapkan penjor dilanjutkan dengan natab atau ngayab banten pabyakaonan untuk menyucikan diri dari gangguan para Butha Kala. Dalam upacara ini diharapkan Butha Matemahan Dewa (Bitha menjadi Dewa).

  1. Hari Raya Galungan

Hari Raya Galungan dilaksanakan tepat pada Budha Kliwon Dungulan. Karena para Butha Kala telah dapat ditundukan pada hari Penampahan Galungan maka kita menyambut hari raya Galungan dengan riang gembira. Hari raya Galungan dirayakan dengan pesta-pesta yang meriah dan semarak oleh umat Hindu. Persembahan-persembahan yang serba utama kehadapan semua manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa. Pelaksanaan hari raya Galungan di Bali merupakan satu-satunya hari raya yang disambut dengan suasana yang paling ramai dan paling meriah oleh seluruh umat Hindu, sehingga hari raya Galungan  disebut dengan hari “Pawedalan Jagat” atau hari  “Otonan Gumi”. Hari raya Galungan lebih semarak dan lebih meriah lagi kalau hari raya Galunga itu jatuh bertepatan dengan hari Purnama yang disebut dengan hari raya Galungan Nadi, dengan ciri-cirinya adalah bambu batang penjornya bagian bawah dikerik bersih dan di ujung bambu penjor bagian atas di isi dengan gerincingan (gongseng) agar dapat berbunyi ngrincing kalau ditempuh angin, sehingga menimbulkan suara yang ramai dan meriah dibandingkan dengan Galungan biasa. Tetapi sebaiknya hari raya Galungan itu bertepatan dengan :

  1. Sasih Kapitu dan hari Tilem disebut masa Kalarau, pada hari raya Galungan ini tidak dibenarkan menghaturkan banten yang berisi tumpeng.
  2. Sasih Kasanga dan kebetulan pula Penampahan Galungan bertepatan dengan hari Tilem, maka pada hari raya Galungan ini tidak boleh makan daging/ikan berdarah dan apabila berani melanggar akan mengakibatkan merajarelanya penyakit hingga bertahun-tahun, karna dipastu oleh Sang Maha Kala Raja, sebab Galungan Nara Mangsa namanya. Demikianlah pewarah-warah Sang Hyang Widhi Wasa yang bergelar Bhatari Putri di Pura Dalem.
  1. Hari Umanis Galungan

Hari Umanis Galungan dilaksanakan setiap Wraspati Umanis Wuku Dungulan. Pada hari umat Hindu melaksanakan penyucian diri lahir dan bathin, lalu menghaturkan sesajen kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan segala manifestasinya, mohon keselamatan Bhuana Agung dan Bhuana Alit. Setelah selesai persembahyangan dilanjutkan dengan mengunjungi sanak keluarganya.

  1. Hari Pemaridan Guru

Hari Pemaridan Guru dilakukan setiap Saniscara Pon Wuku Dungulan. Pada hari ini umat Hindu melakukan persembahyangan, kehadapan para Dewa, menghaturkan parama suksma karena berkat anugrah beliaulah kita dapat merayakan hari raya Galungan dengan selamat dan meriah. Pada hari ini para Dewa kembali kekhayangan setelah meninggalkan anugrah berupa kedirgahayuan (panjang umur).

  1. Hari Ulihan

Hari Ulihan dilaksanakn setiap Redite Wage Kuningan. Pada hari ini umat Hindu melakukan persembahyangan kehadapan Sang Hyang Widhi dan segala manifestasiNya. Pada hari ini pula para Dewa ke singgasananya masing-masing. Umat Hindu mengucapkan syukur atas karunia yang telah dilimpahkan.

  1. Hari Pemacekan Agung

Hari Pemacekan Agung dilaksanakan setiap Soma Kliwon Wuku Kuningan. Pada hari ini umat Hindu menghaturkan sesajen (labaan) kehadapan para butha kala yaitu Sang Kala Tiga Galungan beserta para pengikutnya agar kembali ke tempatnya masing-masing dan memberi keselamatan kepada umat manusia.

  1. Hari Penampahan Kuningan

Hari Penampahan Kuningan dilaksanakan setiap Sukra Wage Wuku Kuningan. Pada hari ini umat Hindu menyemblih hewan ternak untuk persiapan menyambut hari raya Kuningan. Pada hari ini pula umat Hindu membuat sesajen untuk persiapan persembahyangan hari raya Kuningan keesokan  harinya.

  1. Hari Raya Kuningan

Hari raya Kuningan dilaksanakan setiap Saniscara Kliwon Wuku Kuningan. Pada hari ini kita melakukan persembahyangan kepada para Dewa, para leluhur yang menghaturkan sesajen yang berisi ajengan (nasi) yang berwarna kuning yang bersimbolis kemakmuran, karena beliau telah melimpahkan rahmatnya untuk kemakmuran di dunia ini. Kalau sudah makmur biasanya kita sebagai manusia lupa dengan bahaya-bahaya musuh yang tidak kelihatan akan mengancam dan lupa mempersembahkan sesajen kepada Sang Hyang Widhi. Untuk mencegah bahaya yang tidak kelihatan tersebut maka umat manusia memasang tamiang, kolem dan endong sebagai simbolis menolak mala petaka waktu kita tidur dan terlena dan sebagai persembahan kehadapan para Dewa yang akan pergi kekhayangan. Waktu menghaturkan sesajen nasi kuning hendaknya sebelum tengah hari.

1. Hari Umanis Kuningan

Hari Umanis Kuningan dilaksanakan setiap Redite Umanis Wuku Langkir. Pada hari ini umat Hindu mengadakan kunjungan keluarga untuk saling maaf- memaafkan sambil berkreasi ke tempat-tempat hiburan bersama keluarga.

  1. Hari Budha Kliwon Pegat Warah/Pegat Wakan

Hari Budha Kliwon Pegat Warah dilaksanakan setiap Budha Kliwon Wuku Pahang. Pegat Warah berarti diam (mona). Jadi pada hari ini adalah hari yang baik untuk melaksanakan mona bratha (bratha dhayana/dhayana pralina). Pada hari ini umat Hindu mengadakan persembahyangan dengan mempersembahkan sesajen kepada Sang Hyang Widhi dengan segala manifestasiNya. Sore harinya penjor Galungan dicabut sebagai pertanda bahwa rangkaian hari raya Galungan telah berakhir. Semua hiasan-hiasan penjor tersebut dilepas dan dibakar.

  1. Upacara Dewa Yadnya Berdasarkan Panca Wara

Seperti yang telah diketahui bahwa Sapta Wara adalah istilah lain dari nama hari-hari masehi seperti Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu. Sapta Wara itu terdiri dari Redite, Soma, Anggara, Buda, Wrespati, Sukra, Saniscara. Sedangkan untuk Panca Wara terdiri Umanis, Pahing, Pon, Wage, Kliwon. Rerahinan yang berdasarkan Panca Wara yaitu :

  1. Hari Kliwon

Hari payogan/samadhinya Bhatara Siwa. Umat Hindu pada hari ini dianjurkan untuk melaksanakan tapa, bertirta gocara bersuci diri, dan menyucikan pikiran. Upakara yang dipersembahkan antara lain :

  1. Di sanggar dan pelangkiran di atas tempat tidur mempersembahkan: canang lenga wangi dan burat wangi
  2. Menghaturkan segehan kepelan dengan lauk garam dan bawang jahe, masing-masing dipersembahkan :
  • Di natar rumah dipersembahkan kehadapan Sang Kala Bucari.
  • Di natar sanggah/merajan dipersembahkan kehadapan Sang Bhuta Bucari.
  • Di halaman luar rumah dipersembahkan kehadapan Sang Durga Bucari.

Ketiganya itu diberi labaan dan diminta untuk menjaga pekarangan rumah dengan segala isinya.

Khusus pada hari Kajeng Kliwon, upakaranya sama dengan di atas, ditambah dengan segehan warna 9 tanding dipersembahkan di halaman luar rumah kehadapan Sang Bhuta Bucari dan di sanggar yang ada di samping pintu keluar mempersembahkan canang lenga wangi burat wangi ditujukan kehadapan sang hyang durga dewi

  1. Hari Selasa Kliwon, disebut Anggara Kasih

Hari ini adalah hari payogannya Bhatara Rudra. Beliau beryoga untuk menghilangkan kekotoran alam semesta. Bagi umat Hindu dianjurkan juga untuk melaksanakan yoga untuk menghilangkan mala petaka dan rintangan yang ada pada diri sendiri. Upakara yang yang dipembahkan antara lain canang lenga wangi burat wangi, dipersembahkan di sanggar dan di pelangkiran d iatas tempat tidur dan dilanjutkan dengan mohon air suci atau tirta gocara.

  1. Hari Rebo Kliwon

Hari ini adalah hari pasucian Sang Hyang Bayu. Pemujaan ditujukan kehadapan Sang Hyang Nirmala Jati, dengan upakaranya yaitu wangi-wangi (canang lenga wangi burat wangi), canang yasa, kembang pahyas, dipersembahkan di sanggar dan di pelangkiran di atas tempat tidur. Maknanya adalah mohon keselamatan Tri Mandala (Tri Bhuwana).

  1. Hari Rebo Wage disebut Buda Cemeng

Hari payogannya Bhatari Manik Galih, menurunkan Sanghyang Ongkara Mretha (sumber kehidupan) di dunia ini. Pelaksanaan pemujaanya dengan menghaturkan canang lenga wangi di sanggar dan di pelangkiran di atas tempat tidur, ditujukan kehadapan Hyang Sri Nini. Pada malam harinya melaksanakan yoga diyana dan samadhi.

  1. Hari Sabtu Kliwon Disebut Tumpek

Maknanya adalah sebagai hari untuk mengingatkan agar umat manusia tidak melupakan dan tidak menjauh dari Hyang Maha Wisesa (Tuhan Maha Pencipta). Sebab segala yang ada di dunia ini diciptakan oleh beliau dan Maha Wisesa. Pada malam harinya tidak diperkenankan bekerja melainkan hanya bersuci diri, melakukan perenungan dan pemusatan pikiran yang ditujukan kehadapan Sang Hyang Dharma.

2.5 Jenis-Jenis Upakara Dewa Yadnya 

Upakara Pada Hari-Hari Tertentu Lainnya

  1. Pada Waktu Gerhana Bulan

Adalah bertemunya pada satu garis antara bulan dan matahari. Upakara yang patut dipersembahkan adalah canang lenga wangi burat wangi, buah-buahan, bubur biaung, disertai penek putih kuning adananan, beserta bungan yang berbau harum, rujak, rantasan putih, dan dupa astanggi. Dan lagi dianjurkan agar melaksanakan tapa diyana, samadhi dan membaca cerita-cerita yang utama seperti parwa-parwa dan sejenisnya di halaman rumah, sambil memuja Sang Hyang Surya Candra.

  1. Pada Waktu Gerhana Matahari

Pelaksanaan dan upacaranya sama dengan gerhana bulan tersebut di atas.

  1. Upakara Mantenin

Upacara ini dilaksanakan setelah selesai panen dan padi umumnya telah dinaikkan ke lumbung. Upacara ini ditujukan kehadapan Dewi Sri sebagai cetusan rasa syukur dan terima kasih atas keberhasilan panen dan mohon agar senantiasa diberkati sehingga hemat dalam penggunaannya sehari-hari. Upakaranya adalah sebagai berikut :

  1. Upakara di bawah di depan lumbung yaitu caru ayam brumbun dan segehan agung.
  2. Upakara di depan pintu lumbung yaitu :
  • Nasi pangkonan putih lauknya putih telor diletakkan diarah timur.
  • Nasi pangkonan merah lauknya kacang-kacangan diletakkan ke arah selatan.
  • Nasi pangkonan kuning lauknya kuning telor diletakkan di arah barat.
  • Nasi pangkonan hitam lauknya jenis-jenis ikan sungai diletakkan di arah utara.
  • Nasi pangkonan campuran lauknya campuran diletakkan ke arah tengah.

Upakaranya tersebut juga dilengkapi dengan jajan, pala bungkah, pala gantung, buah-buahan, canang burat wangi atau jenis canang yang lainnya. Di depan pintu lumbung juga didirikan sebuah penjor beserta dengan kelengkapannya.

  1. Upakara yang dipersembahkan di dalam lumbung yaitu :
  1. Dengan tingkatan yang sederhana, upakaranya berupa peras, ajuman, daksina, ketipat kelanan, canang burat wangi.
  2. Dengan tingkatan yang lebih besar upakarnya sama seperti tersebut di atas, ditambah dengan suci 5 soroh dengan ketentuan sebagai berikut :
  • Suci yang diletakkan di arah timur dipersembahkan kehadapan Bhatara Uma.
  • Suci yang diletakkan di arah selatan dipersembahkan kehadapan Bhatari Sri Saraswati.
  • Suci yang diletakkan di arah barat dipersembahkan kehadapan Bhatari Sri Maha Dewi.
  • Suci yang diletakkan di arah utara dipersembahkan kehadapan Bhatari Sri Dewi.
  • Suci yang diletakkan di arah tengah dipersembahkan kehadapan Bhatari Saraswati Dewi.

Khusus suci yang ditengah juga dilengkapi dengan beberapa jenis upakara seperti tumpeng agung, tadah pawitra, pasucian, beberapa jeni cau (sejenis jejahitan berisi nasi dan lauk pauknya) serta ayaban seperti piodalan alit. Pada pelaksanaan uacara mantenin, di samping mempersembahkan upakara di lumbung, juga mempersembahkan upakara seadanya, di beberapa tempat antara lain di sumur, tempat beras, alat-alat perlengkapan pertanian, tempat air dan lain- lainnya. Sebelum dilaksanakan upacara mantenin, para petani biasanya pantang untuk menumbuk padi hasil panennya itu.

  1. Upacara Dewa Yadnya Pada Hari Lainnya

Upacara Dewa Yadnya pada hari lainnya juga dilaksanakan pada hari tertentu atau berkaitan dengan tempat suci dan waktu yang khusus. Adapun upacara Dewa Yadnya yang terkait dengan tempat suci, yaitu :

  1. Pamelaspas

Upacara ini adalah upacara penyucian terhadap tempat suci yang biasanya tempat atau bangunan-bangunan suci tersebut baru selesai dibuat atau diperbaiki. Biasanya upacara ini didahului dengan pemilihan tempat, dilanjutkan dengan upacara Pangruwakan dan Pacaruan.

  1. Pujawali

Upacara ini adalah sebagai hari jadi dari tempat suci tersebut. Pada saat Pujawali, umat penyungsung Pura itu melakukan upacara Yadnya.

  1. Piodalan

Upacara ini bisa dilakukan tidak secara tepat pada waktu yang berkala. Piodalan biasanya dilakukan di Sanggah Jajaran, Pamerajan Agung, Sanggah Dadia atau sejenisnya, dan pelaksanaannya tergantung pada situasi dan kondisi atas kesepakatan karma penyungsung disamping pula pelaksanaan piodalan tidak terlepas dari Desa, Kala, Patra.

Selanjutnya terdapat pula upacara Dewa Yadnya yang dilaksanakan pada waktu yang khusus, yaitu :

  1. Ngusaba

Upacara Ngusaba adalah suatu upacara pemujaan yang berkaitan erat dengan masalah pertanian atau subak. Upacara Ngusaba cenderung melibatkan masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Upacara Ngusaba terdiri dari dua bagian, yaitu :

  1. Ngusaba Nini, adalah upacara selamatan unutk lahan pertanian yang basah terutama yang menghasilkan padi.
  2. Ngusaba Desa, adalah upacara selamatan untuk lahan kering seperti ladang dan kebun.

Pada dasarnya upacara Ngusaba ini dilaksanakan bertujuan agar kegiatan pertanian dapat berjalan dengan baik dan memberi hasil melimpah yang baik pula serta memohonkan agar lahan pertanian beserta tanamannya tidak diganggu oleh segala macam hama dan penyakit yang dapat merugikan pertanian. Dapat pula diartikan sebagai upacara penyucian terhadap karang desa pakraman. Untuk upacara Ngusaba yang dipuja adalah Dewa Wisnu dan Dewi Sri sebagai penguasa kesuburan dan kemakmuran.

  1. Ngaci-aci

Aci-aci adalah upacara ritual keagamaan yang berfungsi sebagai persembahan kehadapan Dewi Sri, Dewi Uma, dan Dewi Parwati. Pada prinsipnya upacara ini sama dengan upacara Ngusaba Nini. Masyarakat khususnya para petani melakukan pemujaan dan memohon tirtha amertha yang kemudian dipercikkan di sawah agar Dewi Sri (Dewi Uma) sebagai Dewi kesuburan dan kemakmuran memberikan waranugraha sehingga tanaman padi atau tanaman sawah dapat hidup dengan baik tidak diganggu oleh hama dan penyakit sehingga bisa memberikan hasil yang baik dan melimpah.

  1. Melasti

Upacara Melasti disebut juga Mekiis atau Melis. Upacara Melasti ini mempunyai makna untuk menyucikan berbagai sarana yang terkait dengan pelaksanaan upacara di suatu Pura atau tempat suci seperti misalnya arca, pratima, pralingga dan perlengkapan upacara lainnya. Selain itu upacara Melasti ini juga memiliki makna nganyud sarwa mala ring gumi supaya Bhuana Agung dan Bhuana Alit bersih dan suci.

Sekaligus dalam upacara Melasti melakukan pemujaan untuk memohon tirtha suci. Upacara Melasti ini dilaksanakan di tepi laut atau pantai, bisa juga di mata air terdekat yang dipandang suci seperti danau, sungai, dan yang lainnya yang sesuai dengan tradisi setempat. Setelah upacara Melasti dilaksanakaan barulah Ida Bhatara-Bhatari yang disimbolkan dengan Nyasa-nyasa diistanakan di Pelinggih tempat suci.

 BAB III

PENUTUP

Dewa Yadnya adalah persembahan yang tulus ikhlas kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa beserta segala bentuk manifestasi-Nya. Dewa berasal dari kata Div yang artinya sinar atau cahaya suci. Pelaksanaan Dewa Yadnya memiliki tujuan antara lain untuk menyatakan rasa terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sebagai ungkapan rasa bhakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa, sebagai jalan untuk memohon perlindungan dan waranugraha, permohonan pengampunan atas segala dosa, serta sebagai pengejawantahan ajaran Weda.

Jadi Yadnya yang kita persembahkan adalah sebagai wujud balas budi serta wujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala karunia-Nya. Pelaksanaan dari Dewa Yadnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu pemujaan yang dilakukan setiap hari (Nitya Karma), seperti tri sandya (sembahyang), menghaturkan canang di setiap Palinggih pada pagi atau sore hari, menjaga kebersihan tempat suci, mesaiban (yadnya sesa) dan upacara yadnya yang dilakukan pada hari-hari suci tertentu (Naimitika Karma) seperti Purnama, Tilem, Tumpek, Anggarkasih, Galungan, Kuningan, Saraswati, Siwaratri dan sebagainya berdasarkan Pawukon atau pertemuan Saptawara dan Pancawara serta upacara yang terkait dengan tempat-tempat suci seperti Melaspas, Pujawali, Piodalan, upacara pada waktu dan hari yang khusus seperti Ngusaba, Ngaci-aci, Melasti.

Nitisastra

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM

KEPEMIMPINAN BERUMAH TANGGA

  1. Pengertian Tri Hita Karana

Tri Hita Karana merupakan suatu konsep atau ajaran dalam agama hindu yang selalu menitikberatkan bagaimana antara sesama bisa hidup secara rukun dan damai.  Tri hita karana bisa diartikan Secara leksikal yang berarti tiga penyebab kesejahteraan. Yang mana Tri yang artinya tiga, Hita yang artinya sejahtera, dan Karana yang artinya penyebab. Adapun tiga hal tersebut adalah parhayangan, pawongan, dan palemahan. Konsep Tri Hita Karana muncul berkaitan dengan keberadaan desa adat di Bali. Hal ini disebabkan oleh terwujudnya suatu desa adat di Bali bukan saja merupkan persekutuan daerah dan persekutuan hidup atas kepentingan bersama dalam masyarakat, namun juga merupakan persekutuan bersama dalam kepercayaan memuja Tuhan. Dengan kata lain bahwa ciri khas desa adat di Bali harus mempunyai unsur wilayah, orang-orang atau masyarakat yang menempati suatu wilayah serta adanya tempat suci untuk memuja Tuhan.

Bagian-bagian ajaran Tri Hita karana meliputi:

1. Parhayangan

Parhyangan berasal dari kata hyang yang artinya Tuhan. Parhayangan berarti ketuhanan atau hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan dalam rangka memuja ida sang hyang widhi wasa. Dalam arti yang sempit parhyangan berarti tempat suci untuk memuja Tuhan.

Menurut tinjauan Dharma susilanya, manusia menyembah dan berbhakti kepada tuhan disebabkan oleh sifat-sifat parama (mulia) yang dimilkinya. Rasa bhakti dan sujud pada tuhan timbul dalam hati manusia oleh karena sanghyang widhi maha ada, maka kuasa, maha pengasih yang melimpahkan kasih dan kebijaksanaan kepada umatnya. Kita  Sebagai umat yang beragama yang bernaung dibawah perlindungannya sangat berutang budi lahir bhatin kepada beliau. Dan utang budhi tersebut tak akan terbalas oleh apapun. Karena hal tersebut diatas, maka satu-satunya dharma/susila yang dapat kita sajikan kepada beliau hanyalah dengan jalan menghaturkan parama suksmaning idep atau rasa terima kasih kita yang setinggi-tingginya kepada beliau.

Dalam Bhagawadgita Bab.IX Sloka.14 dikatakan bahwa:

“Satatam kirtayatom mam

Yatantas ca drsha vrtatah

Namasyantas ca mam bhatya

Ni tyayuktah upsate”

Yang artinya adalah:

Berbuatlah selalu hanya untuk memuji-Ku dan lakukanlah tugas pengabdian itu dengan tiada putus-putusnya. Engkau yang memujaku dengan tiada henti-hentinya itu serta dengan kebaktian yanbg kekal adalah dekat dengan-Ku.

Disamping itu rasa bhakti kepada ida sanghyang widhi wasa itu timbul dalam hati manusia berupa sembah, puji-pujian, doa penyerahan diri, rasa rendah hati dan rasa berkorban untuk kebajikan. Kita sebagai umat manusia yang beragama dan bersusila harus menjunjung dan memenuhi kewajiban, antara lain cinta kepada kebenaran, kejujuran, keikhlasan, dan keadilan.

Dengan demikian jelaslah begaimana hubungan antara sanghyang widi dengan manusia. Hubungan ini harus dipupuk dan ditingkatkan terus kearah yang lebih tinggi dan lebih suci lahir bhatin. Sesuai dengan swadharmaning umat yangb religius, yakni untuk dapat mencapai moksartam jagad hita ya ca itri dharma, yakni kebahagiaan hidup duniawi dan kesempurnaan kebahagioan rohani yang langgeng (moksa).

2. Pawongan

Pawonan berasal dari kata wong (dalam bahasa jawa) yang artinya orang. Pawongan adalah  perihal yang berkaitan dengan orang dalam satu kehidupan masyarakat, dalam arti yang  sempit pawongan adalah kelompok manusia yang bermasyarakat yang tinggal dalam satu wilayah.

Pada mulanya Tuhan yang lebih dulu menciptakan bhuwana atau alam, maka munculah palemahan, setelah itu barulah beliau menciptakan manusia beserta mahluk hidup lainya. Setelah manusia berkembang dan menghimpun diri dalam kehidupan bersama dan mendiami suatu wilayah tertentu maka muncullah masyarakat yang disebut dengan pawongan.

Selain menyelaraskan hubungan atman dengan paramatman atau hubungan manusia dengan tuhan, kita sebagai mahluk sosial juga harus membina hubungan dengan sesama Manusia dan mahluk lainya. Yang dimaksud dengan hubungan antar manusia dan mahluk lain ini adalah hubungan antar anggota keluarga , masyarakat, antara anak, suami dan istri dan lainnya. Hubungan manusia dengan mahluk lainya hendaknya dapat menciptanya suasana rukun, harmonis, dan damai serta saling bantu membantu satu sama lain dengan hati yang penuh dengan cinta kasih. Yang mana kasih merupakan dasar kebajikan. Kasih muncul dari dalam kalbu yang merupakan alam paramatman, yaitu lama ananda (kebahagiaan).

Dalam manu smerti II,138 disebut:

“satyam bruyat priyam bruyam

na bruyam satyam, priyam canartam,

bruyat esa dharmah sanatanah”

Yang artinya:

Berkatalah yang sewajarnya jangan mengucapkan kata kata yang kasar. Walaupun kata-kata itu benar, jangan pula mengucapkan kata-kata lemah lembut namun dusta. Inilah hukum susila yang abadi (sanatana dharma).

Perilaku yang baik adalah dasar mutlak dalam kehidupan sebagai manusia, karena dengan berbuat susila manusia dapat meningkatkan taraf hidupnya baik di alam sekala maupun di alam niskala.

3. Palemahan

Palemahan berasal dari kata lemah yang artinya tanah. Palemahan juga berati bhuwana atau alam. Dalam artian yang sempit palemahan berarti wilayah sutu pemukiman atau tempat tinggal.

Manusia hidup dimuka bumi ini memerlukan ketentraman, Kesejukan, ketenangan dan kebahagiaan lahir dan bhatin. Untuk mencapai tujuan tersebut manusia tidak bisa hidup tanpa bhuwana agung (alam semesta). Manusia hidup di alam dan dari hasil alam. Hal inilah yang melandasi terjadinya hubungan harmonis antara manusia dengan alam semesta ini.

Untuk tetap menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam, umat Hindu melaksanakan upacar tumpek uye (tumpek kandang), yang bertujuan untuk menjaga kelestarian hidup binatang dan melaksanakan upacara tumpek wariga (tumpek bubuh) untuk melestarikan tumbuh-tumbuhan.

Demikianlah penjelasan mengenai pembagian dari tri hita karana tersebut. Arti penting ajaran Tri hita karana ini merupakan ajaran agama hindu yang universal. Ajaran tri hita karana mengarahkan manusia untuk selalu mengharmoniskan hubungan manusia dengan sang pencipta, manusia dengan alam semesta, dan hubungan manusia dengan alam semesta atau lingkunganya.

Arah dan sasaran dari tri hita karana adalah mencapai mokrastham jagad hita ya ca iti dharma, yakni mencapai kebahagiaan lahir dan bhatin sehingga dengan keharmonisan maka tercapailah kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir dari agama hindu yakni bersatunya atman dengan paramatman.

  1. Pengertian Kepemimpinan

Secara umum, kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan untuk mengkoordinir dan mengerahkan orang-orang serta golongan-golongan untuk tujuan yang Bahasan mengenai pemimpin dan kepemimpinan pada umumnya menjelaskan bagaimana untuk menjadi pemimpin yang baik, gaya dan sifat yang sesuai dengan kepemimpinan serta syarat-syarat apa yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin yang baik.

Menyimak pengertian di atas maka terkait dengan kepemimpinan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, kepemimpinan selalu melibatkan orang lain sebagai pengikut. Kedua, dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuatan yang tidak seimbang antara pemimpin dan yang dipimpin. Ketiga, kepemimpinan merupakan kemampuan menggunakan bentuk-bentuk kekuatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Keempat, kepemimpinan adalah suatu nilai (values), suatu proses kejiwaan yang sulit diukur. Kata kepemimpinan berasal dari kata dasar pimpin yang artinya bimbing atau tuntun. Dari kata pimpin lahirlah kata kerja memimpin yang artinya membimbing atau menuntun, dan kata benda pemimpin yaitu orang yang berfungsi memimpin atau menuntun atau orang yang membimbing. Kepemimpinan memiliki berbagai istilah seperti: Leadership “leader” dari kata asing, management dari kata ilmu administrasi dan Nitisastra dari kata Hindu.

Untuk memahami kepemimpinan Hindu atau kepemimpinan yang universal, seseorang dianjurkan untuk mempelajari niti sastra. Mengingat, pengetahuan dan pemahaman sejarah/konsep pemikiran Hindu (niti sastra) di bidang Politik, ketatanegaraan, ekonomi, dan hukum yang masih relevan sampai kini. Konsep-konsep tersebut adalah sumber penting yang memberi kontribusi perkembangan konsep-konsep selanjutnya  di India, Asia bahkan, dunia. Adapun kontribusi niti sastra dalam peradaban global antara lain:

  1. Pemikiran dalam niti sastra dapat memberi masukan penting berupa konsep dan nilai positif dalam pengembangan, pembaharuan, penyusunan kembali konsep-konsep politik, ketatanegaraan, ekonomi, peraturan hukum era kini.
  2. Usaha menggali, mengangkat nilai-nilai Hindu sebagai sumbangan Hindu dalam percaturan dunia keilmuan. Paradigma sosial bahwa politik itu kotor dapat hilang.

Dalam agama Hindu, banyak ditemukan istilah yang menunjuk pada pengertian pemimpin. Bila bakat kepemimpinannya yang menonjol dan mampu memimpin sebuah organisasi dengan baik disebut Ksatriya, karena kata ksatriya artinya yang memberi perlindungan. Demikian pula yang memiliki kecerdasan yang tinggi, senang terjun di bidang spiritual, ia adalah seorang Brahmana. Demikian pula profesi-profesi masyarakat seperti pedagang, bussinessman, petani, nelayan dan sebagainya.

Dalam sejarah Hindu banyak contoh pemimpin yang perlu dijadikan suri teladan. Di setiap jaman dalam sejarah Hindu selalu muncul tokoh yang menjadi pemimpin. Sebut saja Erlangga, Sanjaya, Ratu Sima, Sri Aji Jayabhaya, Jayakatwang, Kertanegara, Hayam Wuruk, Gajah Mada, dan masih banyak lagi lainnya. Di era sekarang banyak tokoh Hindu yang juga dapat dijadikan sebagai panutan/pimpinan seperti: Mahatma Gandhi, Svami Vivekananda, Ramakrsna, Sri Satya Sai dan sebagainya.

Selain itu contoh kepemimpinan Hindu yang ideal dapat ditemukan dalam cerita Itihasa dan Purana. Banyak tokoh dalam cerita tersebut yang diidealkan menjadi pemimpin Hindu. Misalnya: Dasaratha, Sri Rama, Wibhisana, Arjuna Sasrabahu, Pandudewanata, Yudisthira dan lain-lain.

  1. Fungsi Kepemimpinan Hindu

Berdasarkan tinjauan terminologis, etimolis dan semantik serta berdasar kutipan-kutipan terjemahan mantra Veda dan terjemahan sloka-sloka kitab Arthasastra maka dapat dirumuskan  fungsi-fungsi kepemimpinan dalam Hindu atas dua jenis fungsi, yaitu:

  1. Melindungi masyarakat, memberikan rasa aman, bertanggung jawab serta memberikan bimbingan kepada warganya untuk turut mewujudkan rasa aman dan tentram dikalangan mereka (fungsi security).
  2. Mewujudkan kemakmuran bersama-sama anggota masyarakat untuk mewujudkan kesejahtraan, kemakmuran dan melepaskan pederitaan masyarakat lahir dan batin (fungsi prosperity).

Kepemimpinan yang berlandaskan ajaran Agama Hindu tentunya dapat mengaktualisasikan ajaran Agama Hindu. Untuk itu fungsi-fungsi agama bagi kehidupan manusia harus disadari dan dipahami oleh seorang pemimpin, sebab membahas kepemimpinan Hindu tidak dapat melepaskan diri untuk tidak mengkaji ajaran Agama Hindu.  Dalam hubungannya dengan kehidupan manusia, agama dan juga pemimpin atau kepemimpinan mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:

  1. Sebagai factor motivatif, mendorong, mendasari, melandasi cita-cita dan amal perbuatan manusia dalam seluruh aspek kehidupannya.
  2. Sebagai faktor kreatif, produktif dan innovatif, mendorong dan mengharuskan untuk tidak hanya melakukan kerja produktif saja, tetapi juga kreatif dan innovatif.
  3. Sebagai faktor integratif, memadukan segenap aktivitas manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Keyakinan dan penghayatan terhadap ajaran agama akan menghindarkan manusia dari situasi dan kepribadiannya yang pecah. Dengan keutuhan kepribadiannya itu manusia akan mampu menghadapi berbagai macam tantangan dan resiko kehidupan.
  4. Sebagai faktor sublimatif atau transformatif, mampu mengubah sikap dan prilaku, perkataan maupun perbuatan sesuai sesuai dengan ajaran agama.
  5. Sebagai faktor inspiratif, memberikan inspirasi bagi pengembangan seni dan budaya yang dijiwai oleh Agama Hindu.
  1. Penerapan Tri Hita Karana dalam Rumah Tangga

Berbicara kebahagiaan atau mengenai Tri Hita Karana tidaklah bisa dipisahkan antara pawongan, palemahan dan parahyangan sebab antara satu dan yang lainya saling keterikatan yang mana implementasi ketiga ajaran tersebut menentukan kebagaiaan manusia dan alam semesta ini sebab dalam Tri Hita Karana tidak saja hubungan antara manusia saja, melainkan hubungan dengan alam dan tuhan pula diajarkan.

Penerapan Tri Hita Karana sesungguhnya dapat diterapkan dimana dan kapan saja dan idealnya dalam setiap aspek kehidupan manusia dapat menerapkan dan mempraktekan tri hita karana ini yang sangat sarat dengan ajaran etika yakni tidak saja bagaimana kita diajarkan bertuhan dan mengagungkan tuhan namun bagaimana srada dan bhakti kita kepada tuhan melalaui praktik kita dalam kehidupan sehari-hari seperti mengahargai antara manusia dan alam semesta ini yang telah memberikan kehidupan bagi kita.

Dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia selalu mencari kebahagiaan dan selalu mengharapkan agar dapat hidup secara damai dan tentram baik antara manusia dalam hal ini tetangga yang ada dilingkungan tersebut maupun dengan alam sekitarya. Hubungan tersebut biasanya terjalin dengan tidak sengaja atau secara mengalir saja terutama dengan manusia namun ada juga yang tidak memperdulikan hal tersebut dan cenderung melupakan hakekatnya sebagai manusia sosial yang tak dapat hidup sendiri. Dalam kehidupan manusia, segala sesuatu berawal dari diri sendiri dan kemudian berlanjut pada keluarganya. Dalam keluarga, manusia akan diberikan pengetahuan dan pelajaran tentang hidup baik tentang ketuhanan ataupun etika oleh orang tua atau pengasuh kita (wali), dan beranjak dari hal tersebut pula orang tua secara perlahan menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam tubuh dan pikiran setiap anak-anaknya melalui praktik maupun teori. Begitu pula halnya dengan pendidikan atau pemahaman tentang tri hita karana itu sendiri, secara sadar maupun tidak sadar hal tersebut atau nilai-nilai ajaran tersebut sudah ditanamkan oleh orang tua melalui praktik kepada anak-anaknya seperti mengajarkan anaknya untuk mebanten saiban. Memang hal ini manpak sepele namun jika kita mampu mengkaji lebih dalam sesungguhnya hal ini mengandung nilai pendidikan yang sangat tinggi meskipun orang tua kebanyakan tidak mampu menjelaskan secara logika dan benar makna dari tindakan tersebut.

Selain hal tersebut diatas masih banyak hal terkait penerapan tri hita karana yang dapat dilakukan dalam kehidupak keluarga, seperti mebanten ketika hendak melakukan suatu kegiatan seperi membuka lahan perkebunan yang baru. Hal ini jika dikaji tidak hanya penghormatan kepada alam namun penghormatan kepada tuhan melalui tindakan yang secara kasat mata meminta ijin beliau untuk memakai alam tersebut untuk kebutuhan manusia. Interaksi manusia dengan alam dan Tuhan yang nampak pada kegiatan tersebut hampir tidak pernah diperbincangkan oleh manusia dan menganggap hal tersebut sebagi hal yang biasa, namun demikianlah umat hindu mengimani ajaran Tri Hita Karana yang mana penerapannya sendiri terkadang dilakukan secara tidak sengaja namun mengena pada sasaran.

Mengenai hubungan manusia dengan sesam (pawongan), ajaran tri hita karana nampak pada upacara manusia yadnya misalnya upacara otonan yang mana yang dilakukan untuk memperingati hari kelahiran kita dan bersyukur kepada tuhan karena telah dilahirkan. Ajaran Tri Hita Karana tidak bisa diterapkan dalam satu bidang saja namun ada keterkaitannya dengan yang lain seperti contoh diatas, tidak saja untuk manusia dilakukan upacara tersebut namun ditujukan pula kepda tuhan. Demikian mulianya huhungan yang diajarkan tri hita karana pada manusia yang selalu menekankan kepada manusia agar selalu ingat bahwa kita didunia ini tidaklah hidup sendirian, ada tentangga dalam hal ini manusia lain yang kita butuhkan sebagai mahluk sosial, ada alam yang memberi kita berkah agar bisa meneruskan hidup dan ada tuhan sebagai pencipta kita. Sehingga kita senantiasa harus menjaga hubungan tersebut agar terjadi keseimbangan dalam hidup ini. Demikianlah contoh secara gamlang yang dapat diuraikan selain masih banyak lagi contoh lain yang terkait mengenai hal tersebut yang mana bisa dimulai dari lingkungan rumah tangga atau lingkungan keluarga, sebab dalam keluarga banyak memberikan edukasi yang tinggi tentang nilai-nilai serta konsep ketuhanan, sehingga dari padanya hendaknya kepada anak diberikan hal itu sedini mungkin.

Kesusastraan Hindu

BAB I

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang

Purana merupakan salah satu sumber ajaran hindu. Kata Purana berasal dari dua kata, yaitu “pura” dan “ana”. Kata Pura bearti jaman kuno dan Ana berarti mengatakan. Jadi purana adalah sejarah kuno. Pada dasarnya Purana berisi cerita dewa-dewa, raja-raja, dan rsi kuno. Purana berarti juga ceritera kuno, penceritra sejarah, koleksi ceritra. Dan di setiap ceritra yang ada pada purana intinya mengandung ajaran agama.

Purana adalah naskah suci yang digubah beberapa ratus tahun yang lalu. Banyak upacara dan cerita yang membentuk bagian yang integral dalam agama Hindu. Kebanyakan cerita ini dapat ditemukan dalam kitab – kitab Purana. Bersamaan dengan dua cerita lainnya yaitu Ramayana dan Mahabharata, Purana juga dibaca, dihormati dan dipercaya.

Ada delapan belas Purana utama yang disebut sebagai mahapurana. Kata maha berarti utama. disamping itu juga terdapat beberapa purana tambahan atau minor atau upapurana. Kata upa berarti kecil atau tambahan. Upapurana terdiri dari delapan belas purana.

Salah satunya adalah Linga Purana. Dalam Daftar Maha purana Linga Purana menduduki urutan kesebelas, namun tidak berarti Linga Puranan berada di urutan kesebelas dalam penyusunannya, ada banyak ritual upacara dalam naskah ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa Linga Puranan disusun ketika Agama Hindu telah menjadi semakin Ritualistik. Tahun penyusunannya mungkin berkisar antara 800-900 sebelum masehi. Bahasa linga Purana ini cukup sulit untuk dimengerti, komposisi naskah juga tidak seindah Purana lain, kalimatnya masih berliku2 hingga memahaminya relatif sulit.

  • Rumusan Masalah
  1. Bagaimana Ajaran Sraddha Dalam Lingga Purana?
  2. Bagaimana Ajaran Acara Agama Dalam Lingga Purana?
  • Tujuan Masalah
  1. Untuk mengetahui Ajaran Sraddha Dalam Lingga Purana.
  2. Untuk mengetahui Ajaran Acara Agama Dalam Lingga Purana.

BAB II

PEMBAHASAN

  • Ajaran Sraddha Dalam Lingga Purana

Sradha berarti “yakin”, “percaya”, yang melandasi umat Hindu dalam meyakini keberadaan-Nya. Purana adalah naskah suci yang digubah beberapa ratus tahun yang lalu. Banyak upacara dan cerita yang membentuk bagian yang integral dalam agama Hindu. Kebanyakan cerita ini dapat ditemukan dalam kitab – kitab Purana.

Adapun ajaran sradha yang terdapat dalam Linga Purana yaitu sebagai berikut:

  • Brahmavidya

Brahmavidya (berasal dari bahasa Sansekerta kata-kata brahma dan vidya) adalah cabang pengetahuan Kitab Suci berasal terutama melalui studi mantra veda & Upanishad. Disatukan, itu berarti pengetahuan tentang mantra / mutlak. Brahmavidya dianggap ideal tertinggi klasik Hindu.

Dalam Purana, ini terbagi menjadi dua cabang, yang pertama berurusan dengan mantra Veda dan disebut para vidya atau mantan pengetahuan, dan yang terakhir berurusan dengan studi Upanishad dan disebut vidya Apara atau pengetahuan yang terakhir. Baik para dan Apara Vidya merupakan brahma vidya.

Dewa-dewa yang dibahas dalam Lingga Purana seperti Dewa Brahma, Dewa Wisnu, Dewa Siwa. Dewa yang paling dipuja dalam Lingga Purana adalah Dewa Siwa, karena Beliau dianggap dewa yang paling dimuliakan. Ada juga dewa yang di puja selain ketiga dewa diatas yaitu; Dewa Agni, Dewa Yama, Dewa Dharma, Dewa Indra, Dewa Surya, Dewa Candra, dan Dewa Narayana.

  • Karmaphala

Karma phala merupakan salah satu bagian dari ajaran Sraddha dalam Agama Hindu. Karma phala sudah sangat lumrah dalam masyarakat yang sering juga disebut dengan hukum karma. Kata “Karmaphala” terdiri atas dua (2) kata, yaitu Karma dan Phala. Kata “Karma” dari urat kata “Kr”  berarti berbuat, bekerja. Kata Karma dapat diartikan sebagai Perbuatan. Karma bersumber dari Pikiran, Perkataan dan tingkah laku. Sehingga sesuai dengan sumbernya, karma ada 3 yaitu karma dalam bentuk pikiran, karma dalam bentuk perkataan, dan karma dalam bentuk tingkah laku. Manusia seringkali melakukan perbuatan adaa yang disadari maupun yang tidak disadari. Walau demikian karma itu mencakup segala bentuk perbuatan baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian Karma adalah segala bentuk perbuatan yang ada dalam pikiran, perkataan dan tingkah laku baik yang disadari maupun yang tidak disadari.

Kata phala berasal dari bahasa sansekerta yang berarti buah atau hasil. Dalam hubungannya dengan Karmaphala maka kata phala berarti segala bentuk hasil yang diterima. Kita tahu bahwa segala akibat pasti ada sebabnya, maka demikian halnya dengan karma phala, segala perbuatan yang dilakukan cepat atau lambat pasti akan mendapatkan hasil yang setimpal.

Karmaphala berarti hasil atau buah yang diterima atas perbuatan yang dilakukan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan yang disengaja maupun tidak disengaja. Hokum karmaphala adalah hokum yang bersifat universal, artinya bahwa kharmaphala akan diterima oleh siapapun dan tidak memandang hubungan keluarga maupun status social dalam masyarakat.

Tujuh loka yang berada di alam atas yaitu bhuloka (bumi), bhuvarloka, svarloka, atau svarga (sorga), maharloka, janaloka, tapoloka, dan satyaloka. Di alam atas hidup para manusia dan para dewa. Orang-orang yang berdosa (berbuat baik) akan menikmati sorga. Tujuh loka yang berada di alam bawah, yaitu: mahatala, hematala, rasatala, talatala, sutala, atala, dan purana. Di alam bawah hidup para raksasa dan naga. Neraka banyak terdapat di alam semesta ini. Orang-orang yang berdosa (berbuat tidak baik) akan dihukum di neraka.

2.3 Ajaran Acara Agama Dalam Lingga Purana

2.2.1  Tempat Suci

Tempat suci Hindu adalah suatu tempat maupun bangunan yang dikeramatkan oleh umat Hindu atau tepat persembahyangan bagi umat Hindu untuk memuja Brahman beserta aspek-aspeknya. Bangunan suci Hindu umumnya menyerupai replika sebuah gunung, karena menurut filsafat Hindu, gunung melambangkan alam semesta dengan ketiga bagiannya. Selain itu, gunung merupakan kediaman para Dewa, seperti misalnya gunung Kailasha yang dipercaya sebagai kediaman Dewa Siwa. Selain menyerupai gunung, terdapat bangunan suci Hindu yang memiliki atap bertumpuk-tumpuk, dan di Indonesia dikenal dengan istilah Meru. Meru merupakan lambang dari lapisan alam, mulai dari alam terendah sampai alam tertinggi.

Dalam linga purana dijelaskan juga tentang tempat suci yang berada dikawasan Jambudvipa. Tepat dipusat Jambudvipa terdapat gunung yang bernama Sumeru atau Meru. Dan pada setiap sisi Sumeru terdapat banyak puncak. Gunung Sumeru sangat tinggi sehingga menyentuh matahari. Gunung ini dipenuhi dengan salju dan juga emas permata.

Banyak dewa-dewa yang tinggal digunung Sumeru. Amaravati tempat kediaman Indra terletak dibagian timur Sumeru. Kota itu dipenuhi dengan tempat-tempat yang indah, gerbangnya berhiaskan permata, dan pilar-pilar yang terbuat dari emas. Terdapat tangga yang terbuat dari kristal yang akan membawa kita ke kolam yang sangat jernih. Kolam tersebut berisikan teratai disetiap tempat.

Pada sudut lain Sumeru adalah kediaman dari dewa api Agni. Tempat ini dikenal dengan nama Tejasvini. Tempat kediaman dewa Yama bernama Vaivaspati yang terdapat diselatan. Juga terdapat kota lain tempat kediaman dewa-dewa lainnya. Terdapat tempat khusus bagi kendaraan para dewa yang dikenal dengan nama vimana.

Yang paling menakjubkan dari semua kediaman itu adalah kediaman Dewa Brahma yang terdapat ditengah Sumeru. Sebuah sungai yang bernama Jambu melewati kota ini. Dari nama sungai inilah nama Jambudvipa didapatkan.

Kota Varanasi merupakan kota yang teramat suci karena Siva tinggal dikota ini bersama Parvati dan Ganesa. Varanasi adalah salah satu dari enam tirtha mulia yang ada dibumi. Lima kota lainnya adalah Kuruksetra, Sriparvata, Mahalaya, Tungesvara, dan Kedara.

2.2.2  Upacara Panca Yadnya

Yadnya berasal dari Bahasa Sansekerta dari akar kata “Yaj” yang artinya memuja. Secara etimologi pengertian Yadnya adalah korban suci secara tulus ikhlas dalam rangka memuja Hyang Widhi.

Pada dasarnya Yadnya adalah penyangga dunia dan alam semesta, karena alam dan manusia diciptakan oleh Hyang Widhi melalui Yadnya. Pada masa srsti yaitu penciptaan alam Hyang Hidhi dalam kondisi Nirguna Brahma ( Tuhan dalam wujud tanpa sifat ) melakukan Tapa menjadikan diri beliau Saguna Brahma ( Tuhan dalam wujud sifat Purusha dan Pradhana ). Dari proses awal ini jelas bahwa awal penciptaan awal dilakukan Yadnya yaitu pengorbanan diri Hyang Widhi dari Nirguna Brahma menjadi Saguna Brahma . Selanjutnya semua alam diciptakan secara evolusi melalui Yadnya.

Dalam linga purna menjelaskan tentang Yajna Daksa, yaitu tentang anak perempuan Daksa adalah Sati dan ia menikah dengan dewa Siva. Daksa adalah mertua dari dewa siva.

Pada suatu hari, Daksa menyelenggarakan sebuah yajna (upacara kurban). Ia mengundang semua dewa dan para rsi. Akan tetapi, ia tidak mengundang dewa Siva. Sati menghadiri upacara tersebut dan merasa sangat benci terhadap ayahnya. Kemudian ia menerjunkan dirinya kedalam api yajna.

Dewa siva sangat sedih. Ia kemudian mengirim Virabhadra untuk menghancurkan yajna tersebut. Upacara itu dilaksanakan dikaki gunung Himalaya, tepatnya didesa Kankhala. Virabhadra mengancurkan upacara tersebut. Ia membunuh banyak dewa dan para rsi serta melempar tubuh mereka kedalam sungai ganga.

Dewa Brahma merasa ngeri melihat semua kejadian ini dan ia mulai memuja Virabhadra dan Dewa Siva. Dewa Siva senang dan memaafkan kesalahan para dewa dan para rsi. Segala sesuatunya kembali seperti semula sebelum Virabhadra menghancurkan tempat itu.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Purana adalah naskah suci yang digubah beberapa ratus tahun yang lalu. Banyak upacara dan cerita yang membentuk bagian yang integral dalam agama Hindu. Kebanyakan cerita ini dapat ditemukan dalam kitab – kitab Purana. Bersamaan dengan dua cerita lainnya yaitu Ramayana dan Mahabharata, Purana juga dibaca, dihormati dan dipercaya.

Ada delapan belas Purana utama yang disebut sebagai mahapurana. Kata maha berarti utama. disamping itu juga terdapat beberapa purana tambahan atau minor atau upapurana. Kata upa berarti kecil atau tambahan. Upapurana terdiri dari delapan belas purana.

Linga Purana menduduki urutan kesebelas, namun tidak berarti Linga Puranan berada di urutan kesebelas dalam penyusunannya, ada banyak ritual upacara dalam naskah ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa Linga Puranan disusun ketika Agama Hindu telah menjadi semakin Ritualistik. Tahun penyusunannya mungkin berkisar antara 800-900 sebelum masehi. Bahasa linga Purana ini cukup sulit untuk dimengerti, komposisi naskah juga tidak seindah Purana lain, kalimatnya masih berliku2 hingga memahaminya relatif sulit.